Jumat, 23 Mei 2008

ARAFAT AKHIRNYA MAMPU "SERET" NETANYAHU KE PERUNDINGAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 4/9/96 (ANTARA) - Presiden Palestina Yasser Arafat akhirnya menang dalam "perjudiannya" setelah hari Rabu (4/9) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sama sekali tak menyebut nama Arafat dalam pidato peresmiannya, setuju bertemu dengan pemimpin Palestina tersebut.

Kedua pemimpin bangsa yang memiliki satu induk generasi, Nabi Ibrahim A.S., itu dilaporkan kantor berita Reuter, AFP dan UPI bertemu hari Rabu pukul 05:30 waktu setempat (21:30 WIB).

Sebelumnya, pemimpin pemerintah paling kanan Israel tersebut selalu menghindari pertemuan dengan Arafat, yang dicapnya sebagai penjahat perang, kendati berbagai pihak yang terlibat dalam proses perdamaian Timur Tengah berulangkali menyerunya agar mau melanjutkan perundingan.

Perundingan Palestina-Israel terhenti sebelum pemilihan umum Israel bulan Mei 1996, tapi sejak mengalahkan arsitek perdamaian Shimon Peres, dari Partai Buruh, Netanyahu belum memperlihatkan tanda akan menghidupkan kembali proses itu.

Netanyahu bulan lalu bahkan membuat berang Arafat karena ia mensahkan pembangunan permukiman baru Yahudi di Tepi Barat dan menghancurkan bangunan PLO yang dituduhnya digunakan oleh Pemerintah Otonomi Palestina di Jerusalem.

Arafat telah mengalah dengan menutup dua kantor lain PLO di wilayah yang statusnya belum diputuskan tersebut. Israel berkeras bahwa Jerusalem adalah ibukota utuh negara Yahudi dan Palestina berkeras menghendaki Jerusalem Timur sebagai ibukota negara mendatang Palestina.

"Kemenangan" Arafat mulai terlihat akhir bulan Juli tahun ini, ketika Israel --yang menghadapi ancaman protes massal rakyat Palestina-- setuju melanjutkan perundingan politik penuh dengan Pemerintah Otonomi Palestina.

Pada pertemuan yang diadakan secara tergesa-gesa selama pemogokan umum di wilayah-wilayah Palestina, para perunding Palestina dan Israel dilaporkan mengumumkan bahwa perundingan untuk melanjutkan persetujuan perdamaian antara kedua "saudara misan" itu dapat dilanjutkan satu pekan kemudian.

Kegiatan mendadak tersebut dilakukan setelah Arafat menyeru kepada rakyat Palestina, agar melakukan protes massal pertama di wilayah-wilayah Palestina sejak terbentuknya Pemerintah Otonomi tahun 1994.

Arafat menuduh Pemerintah Netanyahu "mengumandangkan genderang perang" terhadap Palestina karena menolak untuk melanjutkan proses perdamaian, yang dimulai dengan pemerintah terdahulu di bawah Partai Buruh, memperluas permukiman Yahudi di wilayah pendudukan dan menyerang lembaga Palestina di Jerusalem Timur.

Arafat akhir Juli menyeru rakyat Palestina agar melakukan pemogokan umum empat jam dan menentang larangan bepergian oleh Israel untuk berziarah ke tempat suci Masjid Al-Aqsha di Jerusalem Timur.

Seruan Arafat itu mendapat dukungan luas, terutama karena rakyat Palestina tampaknya sangat kecewa dengan macetnya proses perdamaian dan penutupan tujuh bulan oleh militer terhadap wilayah Palestina.

Namun, sebelum ketegangan meletus jadi kerusuhan, Netanyahu berusaha meredakannya dengan mengumumkan pertemuan pertama antara bekas kepala staf militer Israel dan timpalannya dari Palestina Saeb Erakat.

Jadi kunci

Kini, setelah menghadapi tekanan yang terus meningkat dari Palestina, pemerintah-pemerintah Arab dan Amerika Serikat --yang bersama Rusia menjadi penaja proses perdamaian Timur Tengah, Netanyahu tampaknya tak dapat mengelak lagi dari pertemuan dengan Arafat.

Tekanan sangat kuat atas Netanyahu tampaknya juga datang dari Mesir, ketika Presiden Hosni Mubarak tanggal 22 Agustus 1996 mengancam akan membatalkan konferensi ekonomi Timur Tengah jika Israel menghambat proses perdamaian.

Pertemuan puncak antara Arafat dan Netanyahu dipandang sebagai kunci untuk menembus kebuntuan yang telah mencengkeram proses perdamaian sejak Netanyahu terpilih dengan rencana antara lain untuk memperluas permukiman Yahudi dan menangguhkan penarikan militer Israel dari Al-Khalil.

Penarikan militer Israel dari 80 persen wilayah Al-Khalil, yang telah berbulan-bulan dianggap sebagai ujian bagi komitmen Netanyahu terhadap proses perdamaian.

Palestina dan Israel selama dua pekan belakangan ini dilaporkan telah melakukan pembicaraan rahasia guna mengatur pertemuan Arafat-Netanyahu dan kelanjutan perundingan penuh antara kedua pihak itu.

Banyak pejabat Palestina beberapa kali menyatakan, pembicaraan rahasia tersebut berada di ambang keberhasilan, tapi masalah selalu muncul pada saat-saat terakhir.

Persetujuan bagi pertemuan kedua pemimpin itu tampaknya dicapai antara kedua pihak tersebut Rabu pagi melalui penengahan utusan khusus PBB untuk wilayah Palesitna, Terje Larsen.

Larsen melakukan misi ulang-alik antara kedua pihak itu Rabu (4/9) pagi guna menghilangkan serangkaian "perintang".

Pihak Palestina tetap mendesak Israel agar secara terbuka mengumumkan komitmennya, tanpa syarat, terhadap proses perdamaian.

Sebelum pemilihan umum Israel, Netanyahu adalah pengecam keras persetujuan Oslo tahun 1993 dan sampai terpilih sebagai perdana menteri Israel, ia menyatakan "hanya akan berunding dengan Arafat jika masalah keamanan Israel memaksanya".

Netanyahu juga ingin merundingkan kembali perincian rencana penarikan militer Israel dari Al-Khalil, tapi Palestina tak bersedia menerimanya.

Kini, setelah melalui jalan berliku yang sulit dilalui, Arafat berhasil "menarik" pemimpin pemerintah paling kanan Israel tersebut ke meja perundingan.

Dengan demikian, Arafat kelihatannya masih memiliki peluang untuk menyelamatkan proses perdamaian, yang telah terancam akan hancur berkeping-keping akibat sikap tak kenal kompromi Netanyahu. (4/09/96 22:494)

Tidak ada komentar: