Rabu, 28 Mei 2008

ARAFAT MENGALAH, NETANYAHU MAKIN MENJADI-JADI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/8/96 (ANTARA) - Demi kelangsungan proses perdamaian, Palestina hari Senin (26/8) berusaha melucuti Perdana Menteri sayap kanan Israel Benjamin Netanyahu dari segala macam alasan untuk menghambat proses perdamaian Timur Tengah dengan menutup dua kantornya di Jerusalem.

Namun, sehari kemudian kemarahan seluruh rakyat Palestina meledak ketika pemerintah Israel mensahkan permukiman baru Yahudi di Tepi Barat Sungai Jordan dan menghancurkan satu bangunan Palestina di Jerusalem Timur.

Pemerintah berhaluan paling kanan Israel tersebut melakukan tindakan yang dipandang paling berani untuk mengembangkan permukiman Yahudi di Tepi Barat dengan mengumumkan pembangunan 1.800 rumah baru buat orang Yahudi Ortodoks.

Alasan yang dikemukakan pemerintah Israel ialah perluasan permukiman itu telah disetujui pemerintah terdahulu tapi kemudian dibekukan.

Jadi sekarang, menurut pemerintah Yahudi tersebut, Israel "hanya melanjutkan kebijakan pemerintah lama", meskipun Arafat menyatakan bahwa Israel telah "menabuh genderang perang di Tepi Barat".

Jurubicara pemerintah Israel, Moshe Fogel, sebagaimana dilaporkan AFP menyatakan, keputusan itu diambil sejalan dengan "konteks pertumbuhan alamiah permukiman yang ada dan terletak di dekat jalur hijau yang memisahkan Tepi Barat dengan Israel.

Permukiman baru tersebut terletak di dekat Kiryat Sefer di dekat Ramallah, Tepi Barat.

Saat ini sebanyak 140.000 orang Yahudi menetap di sebanyak 150 permukiman di seluruh Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Awal bulan Agustus, Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Mordechai mensahkan penempatan 300 rumah bergerak di Tepi Barat, tapi "hanya akan digunakan sebagai ruang klas dan kantor administrasi".

Perluasan permukiman Yahudi telah menghantui Pemerintah Otonomi Palestina sejak Benjamin Netanyahu terpilih menjadi Perdana Menteri Israel bulan Mei 1996.

Namun, masalah belum usai bagi Pemerintah Otonomi, sebab hari Selasa Israel juga menghancurkan bangunan yang dilaporkan dimaksudkan untuk melayani rakyat Palestina di Jerusalem dan tidak menimbulkan ancaman apapun terhadap rakyat Israel.

Penghancuran itu dianggap oleh anggota parlemen Palestina sebagai tanda kebijakan lebih keras Israel terhadap 165.000 orang Arab yang tinggal di wilayah Palestina, yang direbut Israel dalam perang tahun 1967 tersebut.

Arafat bahkan menuduh Israel ingin "me-Yahudi-kan" Jerusalem, kota suci tiga agama langit --Yahudi, Nasrani dan Islam.

Namun, pemerintah Israel berkilah, bangunan tersebut tidak memiliki izin dan tidak dihuni, dan polisi Israel menyatakan bangunan itu didanai oleh Pemerintah Otonomi untuk digunakan sebagai perkumpulan sosial.

Tarik Netanyahu

Sebelum Israel melakukan dua tindakan tersebut, Arafat --dengan kemampuannya sebagai operator politik piawai-- dianggap berhasil menarik Netanyahu ke dalam proses perdamaian.

Dengan kombinasi konsesi simbolisnya dan seruan langsung kepada masyarakat Israel agar membantu menghidupkan kembali proses perdamaian, maka Pemimpin Palestina itu mampu membuat Netanyahu untuk pertama kali menyetujui pertemuan denganya, kendati tak ada tanggal yang ditetapkan.

Arafat hari Ahad (25/8) menutup tiga kantor Palestina di Jerusalem, tuntutan Netanyahu bagi dilanjutkannya perundingan politik dan penempatan kembali militer Israel dari Al-Khalil.

Tindakan Arafat dipandang sebagai upaya untuk menghilangkan penghalang utama bagi perundingan penuhnya dengan Israel.

Proses perdamaian Palestina-Israel dijadwalkan mencakup penerapan akhir persetujuan sementara tahun 1995, yang menghasilkan kekuasaan otonomi Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta pembukaan jalan menuju apa yang disebut pembicaraan "status akhir" mengenai penyelesaian perdamaian permanen.

Setelah berulangkali menahan keputusan mengenai cara melanjutkan proses perdamaian yang ditentangnya sewaktu ia menjadi pemimpin oposisi, Netanyahu "terpojok dan tidak mempunyai pilihan lain" kecuali menyetujui pertemuan dengan Arafat.

Presiden Israel Ezer Weizman menyatakan, akan mengundang Arafat ke kediamannya, kejadian yang dipandang sebagai konsesi pertama Israel, setelah Arafat menyampaikan surat peringatan bahwa kebuntuan proses perdamaian mengancam berkobarnya kerusuhan di wilayah- wilayah pendudukan Israel.

Televisi Israel, sebagaimana dikutip AFP, melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Israel akan bertemu dengan Arafat dalam waktu 10 hari kemudian diikuti oleh pertemuan Arafat- Netanyahu paling lambat 10 September.

Namun, Perdana Menteri Israel tersebut membantah bahwa tanggal pertemuannya dengan Arafat telah ditetapkan.

Netanyahu kelihatannya juga mendapat tekanan dari luar, terutama peringatan dari Presiden Mesir Hosni Mubarak bahwa ia akan membatalkan pertemuan tingkat tinggi ekonomi regional jika proses perdamaian tidak mengalami kemajuan.

Akan tetapi, belum lagi pertemuan Arafat-Netanyahu terlaksana, pemimpin Israel itu kembali mengobarkan amarah rakyat Palestina dengan mensahkan perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Padahal, Suriah dan Iran memandang tindakan itu sebagai upaya untuk menghidupkan kembali gagasan "Israel Raya".

Netanyahu bahkan kelihatan tak perduli, meskipun Palestina seringkali menudingnya tidak terikat komitmen untuk mewujudkan perdamaian.

Bukan hanya itu, Netanyahu juga dianggap menebar ranjau di jalan ke arah perdamaian dengan melanjutkan perluasan permukiman Yahudi, penyerobotan lahan dan pembangunan jalan raya di wilayah-wilayah pendudukan. (28/8/96 22:11/RE2)

Tidak ada komentar: