Jumat, 23 Mei 2008

AS PERLUKAN SADDAM UNTUK PERKOKOH POSISI DI TELUK

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 12/9/96 (ANTARA) - Keterlibatan militer Baghdad dalam perang saudara antar-Kurdi di Irak Utara menjadi bukti bahwa operasi perlindungan oleh pasukan multinasional sangat lemah, tapi sadar atau tidak tindakan Presiden Saddam Hussein itu malah membantu memperkokoh kehadiran AS di Teluk.

Saddam, menurut seorang diplomat Teluk yang dikutip Reuter, digunakan oleh Amerika Serikat "sebagai momok untuk menakut-nakuti para pemimpin negara tetangga Irak".

Segera setelah serbuan gabungan militer Baghdad dan petempur Partai Demokratik Kurdistan (KDP) terhadap kubu Uni Patriotik Kurdistan (PUK) di Arbil, Irak Utara, AS memperluas zona larangan terbang di Irak Selatan.

Itu pun dilakukan setelah AS menembakkan 44 rudal jelajah ke sasaran-sasaran di bagian selatan Irak.

Anehnya kedua tindakan Washington tersebut dilakukan terhadap Irak Selatan sedangkan pasukan Baghdad menyerbu wilayah utara.

Alasan Presiden AS Bill Clinton ialah perluasan itu bertujuan "mengikat kaki" militer Irak karena pangkalan militer Irak banyak terdapat di bagian selatan republik Arab tersebut.

Tindakan AS itu tampaknya juga untuk mempermalukan dan memberi pukulan keras terhadap Saddam kendati kelompok oposisi Irak, mengatakan kepada AFP, aksi tersebut tidak membuat lemah presiden Irak itu.

Perluasan zona larangan terbang sampai ke 33 derajat garis lintang tersebut lebih memiliki dampak "simbolis ketimbang praktis".

Tetapi Washington dilaporkan berpendapat perluasan zona larangan terbang itu, yang diawasi pesawat-pesawat AS, Inggris dan Perancis, juga ditujukan "guna lebih membatasi kemampuan Irak agar tidak menjadi ancaman bagi tetangga-tetangganya".

Tindakan tersebut juga dimaksudkan untuk memperlemah kemampuan Baghdad dalam menggunakan kekuatan terhadap rakyatnya.

Pemberlakuan zona baru itu diharapkan akan membuat seluruh kaum Syiah di bagian selatan Irak berada jauh dari jangkauan militer Saddam, termasuk dua tempat suci Syiah --Karbala, ajang pembantaian Hussein bin Ali bin Abi Thalib, dan Najaf, tempat makam Ali bin Abi Tahlib, ayah Hussein.

Keduanya dianggap oleh kaum Syiah sebagai imam-imam tertinggi.

Barat pada 1991 memberlakukan zona larangan terbang di Irak Selatan untuk melindungi kaum Syiah, yang melancarkan upaya kudeta gagal terhadap Saddam setelah Perang Teluk 1991.

Militer Irak pada 1994 juga mengalami pengekangan setelah bentrokan perbatasan 10 hari dengan Kuwait, ketika AS dan Inggris memperingatkan Irak bahwa Baghdad akan menghadapi konsekuensi berat kalau melanggar zona larangan terbang di Selatan.

Sebagian pihak beranggapan tindakan Washington tersebut dimaksudkan juga untuk menggalang perlawanan di dalam negeri Irak untuk menggulingkan Saddam.

Namun ada pihak yang berpendapat AS masih memerlukan Saddam untuk mengekang kaum Syiah di dalam negerinya.

Sebabnya ialah kaum Syiah di Irak saat ini merupakan penduduk mayoritas dan belum ada pemimpin Irak yang memiliki kharisma sekelas dengan Saddam untuk mencegah berdirinya "negara Iran kedua".

Menguntungkan AS

Krisis paling akhir di Irak, kendati aksi sepihak Washington menyerang Irak Selatan mendapat kecaman luas, sebenarnya menguntungkan Amerika, kehadiran ribuan tentaranya masih diperlukan di Teluk. Namun kehadiran itu juga menyimpan risiko lain.

Ini, menurut seorang diplomat Barat, "bagai pedang bermata dua". Pada saat pihak Amerika Serikat dapat mempertahankan negara-negara Teluk "dari serangan Irak atau Iran", tapi di lain pihak meningkatnya pengaruh AS juga mengundang dampak negatif.

Bagi kelompok-kelompok garis keras yang menentang, kehadiran AS dapat menjadi dalih untuk melancarkan "aksi teror".

Di Arab Saudi --yang menampung tak kurang dari 5.000 personil militer Amerika, misalnya, AS dalam satu tahun terakhir ini kehilangan 24 prajurit dalam dua serangan bom terhadap instalasi militernya.

Retaknya dukungan bagi kehadiran AS juga terlihat dalam reaksi akibat serangan rudal-rudal jelajah Amerika ke Irak Selatan.

Seorang diplomat Arab mengatakan kepada UPI bahwa sikap rakyat di Teluk "tercermin dalam komunike Dewan Kerjasama Teluk, yang menahan diri dari memberi dukungan terbuka atas serangan-serangan AS tersebut".

Kejadian itu mencerminkan rasa tak suka di Teluk terhadap AS karena Washington awal tahun ini menutup mata atas serangan militer Turki ke dalam wilayah Irak, padahal yang diserang juga orang Kurdi.

Di tingkat pemerintah, umumnya negara Teluk menganggap AS mencampuri urusan dalam negeri Irak dan mengancam integritas negeri itu.

Akan tetapi aksi militer Baghdad di Irak Utara dijadikan dalih oleh AS untuk memperlihatkan kepada negara-negara Teluk bahwa Saddam masih memiliki kekuatan kendati sudah enam tahun dikungkung sanksi.

Dalih tersembunyi lain ialah AS diduga bermaksud menciptakan ketakseimbangan kekuatan untuk membuat lemah negara-negara Teluk dan membuat semua negara tersebut lebih bergantung pada minyak sebagai sarana pertahanan diri.

Dengan menjadikan Saddam sebagai momok bagi tetangga- tetangganya, AS berusaha meningkatkan pengaruhnya di wilayah yang mudah bergolak itu.

Pengaruh Amerika atas negara-negara asuhannya di Teluk yang beranggapan pasukan AS akan segera dapat menyelamatkan mereka, menurut seorang pengulas kepada Reuter, telah menyuburkan rasa takut terhadap Saddam.

Karena itu, AS menyatakan pihaknya bertindak untuk "mencegah Irak menjadi ancaman terhadap wilayah Teluk".

Seorang diplomat yang dikutip UPI meragukan kebenaran alasan tersebut. Irak, menurut dia, tidak lagi menjadi ancaman karena konsekuensi Perang Teluk yang harus dipikulnya sekarang membuat Baghdad memerlukan waktu beberapa dasawarsa untuk pulih kembali. (12/09/96 14:04)

Tidak ada komentar: