Jumat, 09 Mei 2008

BARAT MENGANCAM, SERBIA BOSNIA MAKIN MENANTANG

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 24/7 (ANTARA) - Perdana Menteri Perancis Alain Juppe Jumat (21/7) dilaporkan mengatakan Barat telah mengirim "pesan jelas" kepada Serbia Bosnia dengan menyepakati penetapan garis batas di daerah kantong Gorazde.

Sabtu keesokan harinya, etnik pembangkang itu menjawab dengan melancarkan serangan terhadap daerah-daerah aman di Bosnia.

Hanya beberapa menit setelah ketua konferensi 16 negara di London pada Jumat mengeluarkan ultimatum, pasukan Serbia Bosnia dilaporkan melancarkan serangan roket terhadap ibukota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo -- yang dinyatakan sebagai salah satu daerah aman oleh PBB.

Pasukan Serbia Bosnia juga terus menggempur Zepa dan Bihac dengan serangan artileri pada akhir pekan, dan bahkan menggunakan tank, roket serta mortir untuk menyerang iring-iringan bantuan kemanusiaan PBB serta satu pangkalan pasukan PBB yang dikawal pasukan Perancis di Sarajevo.

Dua prajurit Perancis dilaporkan tewas dan tiga lagi cedera, dua di antara mereka luka parah --dalam peningkatan serangan oleh pasukan Serbia Bosnia terhadap pasukan pemelihara perdamaian PBB di Bosnia dalam beberapa bulan terakhir ini.

Dengan meningkatnya tekanan Barat, Serbia Bosnia kelihatannya menggunakan "tangan besi" di wilayah Balkan dan menantang masyarakat internasional, yang menyokong usul "penggunaan kekerasan" dari Perancis.

Namun aksi keras Serbia Bosnia tersebut bukan yang pertama, setiap kali Barat --dengan NATO sebagai ujung tombak-- menyampaikan peringatan keras Serbia Bosnia langsung "merangsak" daerah-daerah aman PBB dan tak ada tindakan berarti yang dilancarkan atas reaksi Serbia Bosnia tersebut.

Konferensi London --yang disebut-sebut sebagai "kesempatan terakhir" untuk merancang garis tegas di Bosnia setelah pasukan Serbia Bosnia merebut daerah aman Srebrenica pada 11 Juli-- belum memperlihatkan aksi nyata yang berarti.

Ketua konferensi tersebut, Menteri Luar Negeri Inggris Malcolm Rifkind, setelah pertemuan berbicara soal keputusan baru dunia untuk menghadapi agresi Serbia. Tetapi bagi rakyat Bosnia, ucapan Rifkind itu dianggap tak lebih dari bunyi kerontangan kaleng kosong.

Bahkan pers di Inggris, Jerman dan Perancis pun dilaporkan tidak terkesan dengan pernyataan terakhir konferensi London tersebut.

Gema tahun 1992

Bunyi ancaman dalam konferensi London, terdengar sudah sangat akrab dengan telinga. Tiga tahun lalu pada pembukaan pertemuan puncak Agustus 1992, Perdana Menteri Inggris John Major menyambut kedatangan utusan Amerika Serikat dan Rusia di London guna mengadakan konferensi untuk merancang penyelesaian krisis di bekas republik Yugoslavia tersebut.

Ketika itu, Major memperingatkan Serbia Bosnia bahwa jika tak ada kerjasama dari etnik pembangkang tersebut, tekanan, pengutukan dan pengucilan dari masyarakat internasional akan meningkat.

Namun kerjasama bukan lah kata yang biasa digunakan di Bosnia untuk memerikan sikap Serbia Bosnia terhadap pasukan pemelihara perdamaian PBB. Pengutukan, meski banyak dilontarkan, berlalu bagai tak punya arti apa-apa bagi Serbia Bosnia, dan pengucilan tak juga menghentikan pertumpahan darah di wilayah Balkan tersebut.

Sekarang Major masih bersuara besar dan "mengancam Serbia Bosnia akan membayar mahal jika melaksanakan ancamannya untuk menyerang Gorazde".

Serangan terhadap Gorazde oleh Serbia Bosnia akan dibalas dengan gempuran sengit, begitulah bunyi ucapan Perdana Menteri Inggris tersebut.

Pada pertemuan 1992, Major menyatakan Serbia Bosnia akan memberitahu PBB, dalam waktu 96 jam, posisi semua senjata beratnya di sekitar empat kota, Sarajevo, Bihac, Gorazde dan Jajce. Semua senjata itu akan berada di bawah penyeliaan terus-menerus pengamat tetap PBB.

Pemimpin negara-negara besar dunia tiga tahun lalu juga menyepakati bahwa penyerobotan wilayah dengan menggunakan kekerasan takkan diterima baik; ini disebut- sebut sebagai langkah penting guna meredakan konflik di Bosnia, untuk meningkatkan ketenangan sehingga badan-badan bantuan PBB dapat beroperasi.

Hasilnya? Senjata berat masih dikumpulkan di sekitar Sarajevo serta Gorazde, dan diawasi pasukan pemelihara perdamaian PBB yang "deg-degan" menghadapi kemungkinan serangan yang mungkin terjadi setiap saat.

Bihac, salah satu daerah aman, seperti diberitakan oleh kantor berita transnasional, mengalami rusak berat akibat gempuran pasukan Serbia Bosnia tahun lalu tanpa pencegahan berarti dari NATO apalagi PBB. Kini Bihac digempur lagi, lalu apakah para peserta konferesi London akan bertindak guna menghentikan aksi tersebut?.

Kucing-kucingan

Sementara itu, Perdana Menteri Bosnia, Haris Silajdzic, berpendapat pasukan Serbia Bosnia akan main kucing-kucingan dan menyerang daerah barat Bosnia sementara perhatian masyarakat dunia terpusat ke daerah timur.

Ia juga menyatakan ribuan prajurit Serbia Kroasia termasuk satu satuan pasukan khusus telah berada di sepanjang garis konfrontasi di sebelah barat daerah kantong Bihac.

Orang-orang Serbia bergerak ke barat sementara perhatian dunia tercurah ke Gorazde dan Zepa, dua daerah kantong di bagian timur Bosnia.

Silajdzic khawatir pasukan Serbia Bosnia akan membelah Bihac jadi dua sebagai aksi penaklukan pertamanya. Sementara itu beberapa pejabat PBB diberitakan mengatakan Bihac diserang dari segala penjuru, dan keadaan sangat mengkhawatirkan.

Bihac, yang terletak di daerah baratlaut Bosnia di sepanjang perbatasan dengan wilayah yang dikuasai orang Serbia di Republik Kroasia, adalah salah satu dari enam daerah aman PBB selain Gorazde, Zepa, Tuzla, Sarajevo dan Srebrenica.

Srebrenica telah dikuasai pasukan Serbia Bosnia dan kini Zepa juga menghadapi ancaman. Gorazde diduga akan menjadi sasaran selanjutnya pasukan Serbia Bosnia.

Bikin geram OIC

Tindakan semakin menantang Serbia Bosnia dan ketidakberdayaan Barat dalam menghentikannya membuat kelompok kontak Organisasi Konfperensi Islam (OIC) takkan lagi membiarkan embargo senjata internasional atas Bosnia.

Menteri Luar Negeri Mesir Amr Mussa, Sabtu (22/7), menyatakan resolusi kelompok kontak OIC mengenai Bosnia sehari sebelumnya membebaskan negara-negara organisasi itu dari komitmen untuk tak mengirimkan senjata ke Bosnia.

Kelompok kontak OIC mengadakan pertemuan di Jenewa.

Mesir, bereaksi paling keras dan meminta larangan pengiriman senjata ke Bosnia dicabut.

Namun menurut Mussa, keputusan mempersenjatai warga Bosnia tergantung pada pemerintah Bosnia dan keperluannya.

Ia, menurut laporan, menyatakan kelompok kontak OIC tak membicarakan masalah militer, tapi jika PBB gagal, maka keadaan akan berbeda.

Namun Mussa mengesampingkan pengiriman pasukan asing ke Bosnia karena "pengalaman membuktikan bahwa serangan atas wilayah itu tak efektif. Posisi negara-negara Islam akan memungkinkan warga Bosnia mempertahankan diri dengan pencabutan embargo.

Ia juga mengecam hasil konferensi London dan mencapnya sebagai tindakan setengah-setengah dan keputusan sepihak. Konferensi London, menurut Mussa, membiarkan daerah-daerah aman PBB, Srebrenica dan Zepa, jatuh ke pihak Serbia Bosnia.

Mengenai sikap Rusia dalam konferensi London, Mussa berkomentar, Rusia terus membantu Serbia dan berpendapat pemecahan masalah Bosnia seharusnya diselesaikan melalui jalur diplomatik, tapi Rusia membiarkan Serbia berbuat semaunya.

Dari Dhaka diwartakan oleh kantor berita transnasional, pemerintah Bangladesh juga menyerukan pencabutan segera embargo senjata "tidak sah" atas Bosnia-Herzegovina, guna memungkinkan pasukan pemerintah mempertahankan diri dari pasukan Serbia Bosnia yang unggul dalam persenjataan.

Namun banyak pihak juga tak setuju dengan pencabutan embargo senjata, karena jika senjata mengalir ke wilayah Balkan tersebut pertempuran dikhawatirkan akan meluas ke negara lain.

Namun sementara masyarakat dunia memikirkan cara penyelesaian konflik di wilayah Balkan itu, ribuan rakyat tak berdosa kembali menjadi korban aksi brutal Serbia Bosnia. (24/07/95 07:41)

Tidak ada komentar: