Sabtu, 10 Mei 2008

BOSNIA SEMAKIN TENGGELAM DALAM KANCAH PERTEMPURAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 11/4 (ANTARA) - Berbagai upaya untuk mengakhiri pertumpahan darah tak henti dilancarkan, tetapi pertempuran di Bosnia-Herzegovina berkecamuk terus dan menenggelamkan prospek bagi tercapainya perdamaian.

Gencatan senjata paling akhir di bekas Republik Yugoslavia itu mulai terburai dan keadaan pun menjadi genting.

Wakil Menteri Luar Negeri AS Richard Holbrooke dalam pernyataannya kepada Kongres Amerika sebagaimana dilaporkan AFP mengataka, krisis Bosnia memasuki tahap yang sangat gawat.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Utusan Khusus PBB untuk Yugoslavia, Yasushi Akashi. Ia mengatakan, gencatan senjata di Bosnia menghadapi bahaya akibat meningkatnya pertempuran di republik tersebut.

Dalam pernyataannya yang disiarkan kantor berita TANJUG, Akashi menyatakan jika semua pihak dalam konflik Bosnia tidak memperbarui komitmen mereka bagi dihentikannya permusuhan, kondisi gencatan senjata akan memburuk dalam waktu beberapa pekan.

Menteri Luar Negeri AS William Perry juga tidak yakin penyelesaian konflik Bosnia akan dicapai dalam waktu rdekat.

Bahaya yang mengancam gencatan senjata saat ini bertambah besar karena upaya diplomatik selama ini ternyata tak mampu mencegah berlarutnya konflik Bosnia.

Meskipun begitu, ia tetap tak setuju dengan desakan Kongres AS bagi pencabutan embargo senjata, sebab pencabutan embargo akan mengakibatkan meningkatnya pertempuran dan menyeret Amerikat ke dalam konflik tersebut.

Alasannya, kalau Amerika secara sepihak mencabut embargo atas Pemerintah Bosnia, negara-negara yang memiliki tentara di republik itu --terutama Inggris dan Perancis-- akan menarik pasukan mereka.

Akibatnya, katanya, Amerika Serikat harus menyediakan pasokan besar guna mengisi kekosongan yang ditimbulkan oleh penarikan pasukan Inggris-Perancis.

Berkepanjangan

Kini negara-negara Barat mengkhawatirkan perang habis-habisan di Bosnia pada musim panas tahun ini, tapi para pengamat PBB dan petempur di lapangan, menurut Reuter, berpendapat Pemerintah Bosnia lebih mungkin akan melancarkan serangkaian serangan kecil-kecilan.

Pola pertempuran semacam itu dipraktekkan pemerintah beberapa pekan lalu, ketika militer Bosnia melancarkan serangan-serangan terhadap dua gunung strategis yang dikuasai pemberontak Serbia Bosnia.

Kini, setelah memanfaatkan musim dingin guna melatih dan mengkonsolidasikan kekuatan, Pemerintah Bosnia tampaknya siap menggempur pasukan Serbia Bosnia dengan serangan-serangan kecil yang berlarut.

Tujuannya ialah untuk merongrong pasukan Serbia Bosnia yang memiliki persenjataan lebih tangguh, dan mencegahnya menempatkan kekuatan di sekitar daerah-daerah kantong Muslim Bosnia seperti Bihac dan Gorazde.

Menurut seorang pengamat militer PBB, Pemerintah Bosnia akan berusaha memusatkan kekuatan dan menyerang pasukan Serbia Bosnia di beberapa tempat pada waktu yang bersamaan.

Meskipun para menteri dari kelima negara Kelompok Kontak telah memperingatkan mengenai kemungkinan pertempuran besar, beberapa pengamat PBB dilaporkan memiliki pandangan lain: militer Bosnia masih kekurangan kendaraan lapis baja mekanis, terutama tank, untuk melancarkan serangan besar-besaran.

Militer Bosnia juga menghadapi tugas berat untuk menghantam jalur pemasokan Serbia Bosnia melalui Brcko di bagian timurlaut Bosnia, atau mendobrak cengkeraman atas perbukitan di sekitar ibukotanya, Sarajevo --yang menjadi sasaran serangan pasukan Serbia Bosnia sejak pertama kali konflik meletus lebih dari dua tahun lalu.

Gara-gara pengakuan internasional?

Sementara itu, ketua Jurusan Sejarah Politik di Universitas Strasbourg, Jean Nousille, dilaporkan TANJUG mengatakan pangkal keadaan politik saat ini di seluruh wilayah tenggara Eropa, bukan hanya di Bosnia, ialah pengakuan internasional atas perbatasan intern bekas Federasi Yugoslavia.

Ia memberi contoh Kroasia dan Bosnia. Pengakuan mestinya diberikan setelah perbatasan baru kedua republik tersebut selesai dirundingkan oleh semua pihak yang terlibat atau atas dasar keseimbangan kekuatan di lapangan, dan bukan ketika kedua republik itu memisahkan diri dari bekas Yugoslavia.

Bubarnya Yugoslavia mengakibatkan munculnya negara-negara kecil dan perpecahan rakyatnya, kejadian yang mencetuskan pertempuran di wilayah Balkan.

Tindakan nekad orang-orang Serbia di Bosnia dan Krajina, Kroasia, membuat banyak negara Barat mulai berpikir, melihat dan mendengarkan.

Dunia Barat pun mulai menyadari bahwa masa depan Eropa secara keseluruhan terletak pada masa depan republik-republik Balkan.

Menurut Nousille, akibat kenyataan bahwa perbatasan-perbatasan lama, seperti juga garis demarkasi baru, adalah produk politik dan sejarah yang mencerminkan keseimbangan kekuatan pada masanya, tapi tak tertutup dari perubahan dan percekcokan.

Etnik Serbia Bosnia menguasai 70 persen wilayah Bosnia pada tahun pertama pertempuran dan mengusir semua orang Kroasia serta Muslim dari daerah yang mereka duduki.

Dalam rumus perdamaiannya, Kelompok Kontak mengusulkan pembagian wilayah 51 persen buat Federasi Muslim-Kroasia dan etnik Serbia 49 persen. Etnik pembangkang Serbia Bosnia tentu saja menampik gagasan itu.

Sekarang, akibat belum dicapainya kesepakatan guna menyelesaikan konflik tersebut, pertempuran dikhawatirkan akan berlangsung terus dan menyeret rakyat di republik bekas Yugoslavia itu semakin jauh ke dalam kancah pertumpahan darah. (11/04/95 20:03)

Tidak ada komentar: