Senin, 05 Mei 2008

DI BALIK UPAYA ARAFAT MEWUJUDKAN PEMILIHAN UMUM

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 30/9 (ANTARA) - Para pemimpin Palestina yang selama ini lebih banyak memperlihatkan sikap menerima kini mengangkat masalah pemilihan umum dalam upaya mereka mendesak Israel, dan melebarkan wilayah otonominya ke Tepi Barat Sungai Jordan.

Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel pada Minggu (25/9), sepakat memulai kembali pembicaraan awal Oktober di Kairo mengenai pemilihan umum dan penarikan Israel dari pusat- pusat permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan.

Menurut laporan kantor berita transnasional, Rabin "kelihatan terpojok" dan bersikap bertahan, tetapi menyatakan mendukung pemilihan umum. Meskipun demikian, Perdana Menteri Israel tersebut minta penjelasan apa yang akan dipilih, dan bentuk tanggung jawab badan yang akan dipilih.

Ia menyatakan tidak membahas tanggal bagi pemilihan umum, tetapi tanggal untuk merundingkan masalah pemilihan umum.

Dalam perundingan tersebut baru ditentukan metode pemilihan suatu Dewan Palestina yang nantinya akan mengurus urusan rakyat Palestina di Jalur Gaza dan Jericho di Tepi Barat, serta bentuk tanggung jawabnya.

Untuk menangkis tuduhan pihak Palestina bahwa Israel memang sengaja menunda pelaksanaan pemilihan, Rabin mengatakan pemerintahnya "terikat komitmen bagi proses tersebut".

Sementara itu Arafat tampaknya berharap akan "tidak sekedar dapat menembak burung hanya dengan satu peluru" dengan memusatkan masalah pemilihan bagi dewan legislatif Palestina.

Menurut Marwan Al-Barghouti, salah satu anggota utama faksi Fatah pimpinan Arafat, semua sumber keprihatinan bangsa Palestina adalah masalah pemilihan umum. "Pemilihan umum berarti pengaturan kembali Israel di Tepi Barat, semua itu berarti keterlibatan Jerusalem, dan penyebaran jurisdiksi sesungguhnya bangsa Palestina."

Untuk Israel sendiri, yang saat ini sibuk membina hubungan baru di Timur Tengah dengan dasar kekuatan yang tentu saja bersumber dari persetujuan perdamaian PLO-Israel tahun lalu, pemilihan umum menyimpan risiko, yaitu penyebaran nilai PLO.

Direktur Pusat Kajian Strategi Israel di Tel Aviv, Joseph Alpher, seperti yang dikutip kantor berita transnasional berpendapat, bangsa Yahudi juga percaya pada demokrasi, tapi penetapan suatu tanggal bagi penyelenggaraan pemilihan umum bukan tindakan yang mudah.

Sebab, menurut dia, kalau pemungutan suara batal semua kesalahan akan ditimpakan pada pemerintah Israel.

Masalah pemilihan umum dan demokrasi Palestina tampaknya tak terlalu sulit untuk dipahami dan dapat melibatkan bukan hanya cara pandang bangsa Palestina tapi juga masyarakat internasional.

Persoalan tersebut lebih besar dibandingkan dengan daftar panjang keluhan para pemimpin Palestina di wilayah itu, yang sejauh ini telah berhasil mendobrak rintangan dalam berbagai perundingan.

Pemilihan umum bagi bangsa Palestina adalah bagian terpenting dalam persetujuan otonomi PLO-Israel yang ditandatangani pada 13 September tahun lalu. Mulanya pemilihan umum itu dijadwalkan berlangsung pada Juli tapi ditangguhkan. Tidak beda nasibnya dengan banyak bagian lain persetujuan tersebut.

PLO Belum siap?

Faksi utama PLO, Fatah, segera mengumumkan pembentukan komite pemilihannya di Tepi Barat. Arafat juga mendesak penyelenggaraan pemilihan umum November tahun ini. Tetapi tuntutan itu diperkirakan sulit terlaksana, karena sampai saat ini belum terdapat daftar pemilih dan juga sistem pemilihan yang disepakati.

Deklarasi Prinsip-prinsip menetapkan "pemilihan politik secara langsung, bebas dan umum" akan diselenggarakan bagi pemilihan Dewan (Palestina). Meskipun begitu, baik PLO maupun Israel sampai sekarang masih beda pendapat mengenai ketetapan tersebut.

Israel berkilah dewan itu mengacu kepada suatu lembaga sejenis kabinet 25 anggota yang akan memerintah Tepi Barat dan Jalur Gaza selama sampai lima tahun.

Palestina berpendapat itu adalah pengesahan tuntutannya bagi penyelenggaraan pemilihan umum buat seluruh badan legislatif dengan 100 anggota, karena Dewan (Palestina) mesti memiliki kekuasaan legislatif dan eksekutif.

Keengganan Israel untuk meluluskan penyelenggaraan pemilihan umum tampaknya bersumber pada keberatan militer Israel mengenai masalah pengaturan kembali di Tepi Barat, salah satu syarat bagi penyelenggaraan pemilihan umum menurut persetujuan otonomi.

PLO --yang menguasai Jalur Gaza dan Jericho pada Mei-- menghendaki penyelenggaraan pemilihan umum sebab dengan begitu Israel harus menarik pasukannya ke luar dari kota- kota lain di Tepi Barat, sebelum pemungutan suara berlangsung.

Berbeda dari Jalur Gaza, sebanyak 100.000 pemukim Yahudi di Tepi Barat tidak mudah dipisahkan dari orang-orang Palestina.

Penyerahan penuh kekuasaan atas kota-kota seperti Nablus, Ramallah dan Al-Khalil kepada bangsa Palestina akan berarti pembatasan ruang gerak pemukim Yahudi dan merupakan keberhasilan besar PLO. Kemungkinan ini tak diingini oleh penguasa Yahudi.

Selain itu, Tepi Barat --yang lebih besar dan lebih makmur-- juga jauh lebih berharga dibandingkan dengan Jalur Gaza, yang padat dan miskin.

Tak ingin terperangkap

Arafat, yang tahun lalu "membeli" persetujuan dengan nama "Gaza-Jericho first", saat ini berusaha membebaskan diri dari kekhawatiran terperangkap di Jalur Gaza dan dilupakan oleh masyarakat dunia, yang mulanya was-was tapi belakangan memujinya.

Pemimpin PLO itu semakin giat mendesak penyelenggaraan pemilihan umum karena penundaan pencairan bantuan dari negara-negara donor membuatnya kian sadar bahwa ia tak dapat hanya bertumpu pada proses pembangunan saja, jika ingin mendapat dukungan seluruh rakyat Palestina.

Selama ini ia terbelit dalam lingkaran masalah keamanan dengan Israel, yang menginginkannya memadamkan aksi kelompok garis keras seperti Gerakan Perlawan Islam Hamas di Jalur Gaza sebelum kekuasaan otonomi diperluas ke Tepi Barat.

Sementara itu banyak aktivis oposisi Palestina menuduh Arafat mengangkat masalah pemilihan umum untuk mengumpulkan nilai.

Namun pemimpin PLO tersebut tampaknya merasa akan memperoleh lebih banyak dukungan, dan ingin mendobrak Jalur Gaza serta memasuki Tepi Barat. (30/09/94 10:51)

Tidak ada komentar: