Jumat, 09 Mei 2008

EMBARGO PBB MEMBUAT PARA DOKTER IRAK TAK BERDAYA

Oleh, Chaidar Abdullah

Baghdad, 14/10 (ANTARA) - Walaupun tugas mereka membantu para pasien dan mereka juga ingin melaksanakan misi tersebut dengan sebaik mungkin, para dokter di Irak tak dapat berbuat banyak untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang sakit akibat kekurangan obat dan peralatan medis sejak diberlakukannya embargo PBB tahun 1990.

Direktur Saddam Central Teaching Hospital for Children di Baghda, Dr Nazar Al-Ambaki mengatakan kepada tiga wartawan Indonesia yang datang ke negerinya untuk meliput penyelenggaraan referendum tanggal 15 Oktober bahwa ia dan stafnya "harus menelan pil pahit" karena sebagai dokter tak mampu menolong pasien mereka, yang kebanykanan anak-anak.

Sejak PBB menjatuhkan embargo setelah tentara Irak menyerbu Kuwait bulan Agustus 1990, kemampuan operasi rumah sakit yang dulu adalah terbaik di Irak itu, dari tahun ke tahun terus merosot.

Pada tahun 1991, rumah sakit tersebut kehilangan kemampuan sebesar 57 persen, dan tahun-tahun berikutnya terus turun sebesar 63,7 persen pada tahun 1992 dan 65,6 persen pada tahun 1993.

Dampak terberat embargo PBB ialah rumah sakit tersebut kekurangan obat dan peralatan medis, kata direktur rumah sakit itu.

Ia menambahkan, lift rumah sakit tersebut sekarang bahkan tak dapat berfungsi lagi sehingga peralatan berat seperti tabung oksigen harus dinaikkan melalui tangga biasa. Rumah sakit itu sendiri berlantai empat.

Akibat kekurangan obat, rumah sakit tersebut harus benar-benar memilah jika menghadapi pasien yang harus dibedah, katanya.

Pembedahan, kata Dr Nazar, hanya dilakukan pada pasien yang menghadapi keadaan kritis seperti korban kecelakaan lalulintas.

Sementara itu, seorang staf bagian gawat darurat di rumah sakit tersebut mengatakan bahwa setiap hari, bagiannya harus menangani 100 pasien yang terdiri atas anak-anak dan orang dewasa.

Bencana kesehatan

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Irak, Dr Omed Midhat Mubarak -- sebagaimana dilaporkan harian The Baghdad Observer -- telah memperingatkan bahwa bencana kesehatan sedang mengancam Irak dan akan mencapai puncaknya jika tidak ada tindakan nyata.

Menteri kesehatan itu, seperti juga Dr Nazar menegaskan bahwa embargo PBB telah membuat negeri itu -- yang dulu disebut-sebut memiliki layanan kesehatan terbaik di dunia -- sekarang menghadapi kekurangan peralatan medis pokok, suatu kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Ira saat ini hanya memiliki 50 persen peralatan medis yang diperlukannya untuk dapat melaksanakan tugas dalam memberi layanan kesehatan buat rakyatnya.

Kekurangan obat dan peralatan medis yang dialami Irak itu mnegakibatkan lonjakan tingga angka kematian, terutama di bidang penyakit menular yang kini mencapai delapan kali lipat dibanding masa pra-embargo PBB, kata menteri kesehatan Irak.

Meskipun demikian, Dr Nazar mengakui bahwa Pemerintah Irak menerima bantuan medis dari organisasi bantuan dunia, tapi jumlah tersebut tidak lebih dari lima persen dari yang diperlukan.

Selain itu, kata Dr Mubarak, pemboman udara Sekutu selama Perang Teluk tahun 1991 telah mneghancurkan tempat pengolahan air dan limbah sehingga mengakibatkan dampak serius pada sistem ekologi Irak.

Akibat semua kejadian tersebut, terjadilan peningkatan angka kematian di Irak, katanya.

Menurut Dr Nazar, sebelum Perang Teluk, angka kematian di Irak ialah 40 dalam 1,000 orang, tetapi sekarang angka itu menjadi 125 dari 1.000 warga negara Irak.

Angka kematian di kalangan anak-anak, kata menteri kesehatan Irak, melonjak dari dari 540 dalam satu bulan menjadi 5.500 selaman lima tahun belakangan ini.

Ironisnya, penyakit yang sebelum tahun 1990 telah dinyatakan tidak ada lagi di Irak seperti malaria, sekarang muncul kembali di negeri tersebut. Malaria dilaporkan mulai menyebar di bagian utara Irak.

Sementara itu, Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa kekurangan makanan di Irak juga telah merusak kondisi kesehatan anak-anak di negeri tersebut dan mengakibatkan kekurangan gizi dalam jumalh besar.

Seluruh anak Irak dilaporkan saat ini menghadapi kehancuran gizi dan keadaan telah mencapai "tahap tanpa jalan kembali."

Di Jakarta, Duta Besar Irak untuk Indonesia, Dr Saadoon Az-Zubaydi ketika mengomentari kondisi kesehatan anak-anak di negerinya, menyatakan bahwa dalam 10 tahun mendatang, anak-anak di Irak mungkin akan tumbuh lebih pendek dua sentimeter akibat keurangan gizi. (14/10/95 14:30)

Tidak ada komentar: