Jumat, 02 Mei 2008

JURANG PEMISAH ISRAEL-PLO TETAP MENGANGA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 3/1 (ANTARA) - Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel dilaporkan akan melanjutkan perundingan mengenai penerapan otonomi Palestina di wilayah pendudukan, Senin atau Selasa, tapi belum lagi pembicaraan dimulai kedua pihak sudah saling melontarkan tuduhan.
Pembicaraan lanjutan untuk melicinkan jalan menuju kekuasaan sendiri bangsa Palestina tampak suram hari Ahad, ketika Israel dan PLO dilaporkan oleh sejumlah kantor berita Barat saling melontarkan kecaman.
Sebelumnya, Pemerintah Israel telah mengulur waktu penarikan militernya dari Jalur Gaza dan kota kecil Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan, yang ditetapkan dalam persetujuan otonomi terbatas Palestina dimulai tanggal 13 Desember.
Tindakan tersebut mengundang berbagai reaksi dan risiko baik bagi Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin maupun Pemimpin PLO Yasser Arafat.
Rabin boleh jadi "memegang kendali" dalam perundingan dengan PLO, tapi ia membutuhkan Arafat guna menggolkan persetujuan otonomi terbatas Palestina. Jika kekuasaan otonomi terbatas Palestina tak terlaksana, Rabin menghadapi risiko kemungkinan merosotnya dukungan politik bagi upaya perdamaian dengan Suriah, yang merupakan tahap penting bagi perdamaian Israel dengan tetangga Arab-nya, termasuk Libanon dan Jordania.
Kegagalan persetujuan tersebut juga dapat membuat lemah posisi Arafat baik di mata negara-negara Arab maupun di kalangan rakyat Palestina sendiri, apalagi terdapat kelompok pejuang Palestina yang menentang persetujuan itu.
Rabin dan Arafat, sebagaimana digambarkan pengulas politik Israel, Hanan Crystal, yang dikutip Reuter, "berada di kapal yang sama". Jika kapal tersebut tenggelam, keduanya menghadapi risiko yang sama.
Selain itu kerusuhan dilaporkan juga telah meningkat di wilayah pendudukan sejak September lalu, dan kelompok garis keras Palestina seperti organisasi perlawanan HAMAS memilih untuk melanjutkan intifada.
Hari Ahad (2/1) Rabin melontarkan ancaman terhadap PLO bahwa takkan ada pembicaraan di Mesir jika organisasi itu tidak menepati ucapannya.
Rabin menyatakan akan memberitahu PLO di Tunis bahwa perundingan Taba, Mesir, hanya akan dilanjutkan dengan landasan saling pengertian yang dicapai di Kairo.
Rabin, yang memegang jabatan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel ketika Yahudi menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza tahun 1967, menuduh PLO tak menghormati persetujuan tersebut.
Ia bahkan menganggap tak mungkin untuk mempercayai perkataan Pemimpin PLO itu, dan menuntut laporan tertulis mengenai proses setiap perundingan.
Namun perunding PLO Nabil Shaath malah menuduh Israel melakukan pemerasan, dan menyatakan takkan berunding dengan pihak yang seenaknya saja mengeluarkan ultimatum.

Masalah keamanan
Pembicaraan Taba yang dimulai 13 Oktober, satu bulan setelah penandatanganan Deklarasi mengenai Prinsip- prinsip bagi otonomi Palestina di Washington, dipusatkan pada masalah keamanan.
Keamanan negara Yahudi adalah masalah yang membuat Rabin takkan perduli dengan nasib Arafat ataupun persetujuan otonomi PLO-Israel.
Rabin memperoleh jabatan perdana menteri setelah ia berjanji akan dapat mencapai persetujuan perdamaian tanpa harus mengorbankan keselamatan rakyat Yahudi. Oleh karena itu ia tak mau gagal dalam memperjuangkan keamanan rakyat Yahudi.
Meskipun demikian kegagalan untuk mewujudkan penarikan militer Israel, luas wilayah Jericho, dan pengawasan atas penyeberangan perbatasan telah membuat pelaksanaan kekuasaan sendiri Palestina tertunda.
Masalah jaminan keamanan bagi pemukim Yahudi di wilayah pendudukan juga menjadi ganjalan bagi terwujudnya otonomi terbatas Palestina.
Israel menghendaki pengawasan ketat atas tempat penyeberangan antara Jalur Gaza dan Mesir serta Jordania dan Tepi Barat, sementara PLO -- yang ingin mewujudkan kemerdekaan Palestina -- mengingini hak yang sama.
Menurut pihak Palestina, dalam Deklarasi mengenai Prinsip-prinsip tak terdapat pernyataan khusus mengenai pengawasan Israel atas tempat-tempat penyeberangan seperti pernyataan mengenai permukiman.
Namun Israel berkeras bahwa persetujuan itu menetapkan keamanan menyeluruh atas semua wilayah pendudukan berada di tangan Israel dan itu mencakup pengawasan atas perbatasan.
Selain itu, masalah kesiapan PLO untuk menerapkan pemerintah administrasi juga dipertanyakan oleh banyak orang Palestina yang telah 26 tahun hidup di bawah pendudukan Israel.

Pertikaian sesungguhnya
Meskipun secara sepintas, ganjalan bagi penerapan persetujuan PLO-Israel terletak pada sengketa masalah pengawasan perbatasan, tetapi pada status akhir wilayah yang direbut Israel tahun 1967.
Rakyat Palestina menghendaki negara merdeka, sedangkan Israel hanya menawarkan kekuasaan otonomi dan bukan suatu negara.
Masalahnya bukanlah pihak mana yang akan menguasai tempat pemeriksaan perbatasan, luas wilayah Jericho atau jaminan keamanan buat pemukim Yahudi, tapi percekcokan politik mengenai apakah itu hanya persetujuan otonomi atau langkah awal bagi terbentuknya negara Palestina merdeka.
Menteri Perumahan Israel Benyamin Ben-Eliezer sebagaimana dikutip Reuter, berkata, "Terdapat jurang pemisah mendasar dalam sikap. Yasser Arafat mengira ini adalah proses menuju berdirinya negara Palestina. Kami hanya membicarakan masalah masa otonomi peralihan untuk menguji apakah hidup berdampingan mungkin terwujud."
Meskipun Palestina dan Israel telah menyatakan akan mengizinkan masing-masing pihak menempatkan pengamat di tempat pemeriksaan perbatasan, tak satu pihak pun mau menyerahkan yurisdiksi.
Pihak Palestina juga telah berusaha memperbesar apa yang diperolehnya dari persetujuan tersebut, dan menghendaki wewenang penuh atas Jalur Gaza dan Jericho.
Setelah menunda penarikan militernya dari Jalur Gaza dan Jericho, dan pembicaraan masih tersendat-sendat, Israel kini sekali lagi menunjukkan sikap aslinya serta mengancam PLO bahwa takkan ada pembicaraan kalau organisasi itu tak menepati janjinya.
Rabin menyatakan, Israel hanya mau kembali ke meja perundingan jika PLO menyetujui rancangan dokumen mengenai pengawasan bersama tempat penyeberangan, yang menurut negara Yahudi itu telah disepakati bersama.
PLO membantah pernyataan Israel tersebut, sehingga Rabin menuduh para perunding Palestina menarik kembali pernyataan mereka. (3/01/94 12:35)

Tidak ada komentar: