Jumat, 23 Mei 2008

KEKHAWATIRAN PALESTINA MULAI JADI KENYATAAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/9/96 (ANTARA) - Kekhawatiran rakyat Palestina bahwa proses perdamaian dengan Israel akan terhambat saat Benjamin Netanyahu, pemimpin Partai Likud yang mengalahkan Shimon Peres dalam pemilihan umum akhir Mei, mulai menjadi kenyataan saat Israel pada Selasa (24/9) mengizinkan dilanjutkannya penggalian terowongan di Jerusalem.

Akibat pemberian izin "untuk menggali peninggalan arkeologi berusia 2.500 tahun" di bawah kompleks masjid Al-Aqsha oleh Yahudi, pertempuran meletus antara tentara Israel dan rakyat Palestina dan bahkan melibatkan polisi Pemerintah Otonomi.

Sampai Jumat, 58 orang Palestina dan 13 Yahudi dilaporkan Reuter dan AFP tewas dalam bentrokan di seluruh Jalur Gaza dan Tepi Barat Sungai Jordan.

Sebelumnya pemerintah paling kanan Israel di bawah Netanyahu telah membuat "kalang kabut" Pemerintah Otonomi Palestina ketika penguasa Yahudi mengizinkan pembangunan permukiman baru di wilayah-wilayah Palestina.

Rakyat Palestina telah menghadapi masalah dengan adanya permukiman di wilayah mereka, dan kejadian pada Februari 1994, ketika pengikut aliran ekstrim Kach, Baluch Goldstein, membantai tidak kurang dari 60 orang Palestina yang sedang shalat subuh, tak dapat mereka lupakan.

Sekarang setelah sekitar 100 hari Netanyahu berkuasa, negara-negara Arab berpendapat pemimpin garis keras Israel tersebut telah membuat Timur Tengah mundur bertahun-tahun.

Netanyahu telah membuat gusar para pemimpin Arab, membuat rakyat Palestina kecewa dan habis kesabaran serta memicu munculnya kembali kata-kata "perang" dalam diri rakyat Palestina.

Sejalan dengan segala tindakan Netanyahu, yang sejak kampanye pemilihan umum Israel telah mengumandangkan nada tak kenal kompromi sehubungan dengan proses perdamaian, sirna pula "itikad baik" yang telah dibina para pendahulunya.

Perdana menteri terbunuh Yitzhak Rabin, dan penggantinya Shimon Peres dari Partai Buruh telah berusaha mewujudkan perdamaian dengan Palestina dan pihak Arab lain.

Tetapi Netanyahu memporakporandakan semua itu, walaupun Duta Besar Palestina di Jakarta Ribhi Y. Awad mengatakan belum lama ini, "Partai Likud dan Buruh sama saja."

Keduanya sama-sama pernah bertindak keras terhadap rakyat Palestina, meskipun belakangan Partai Buruh "lebih memperlihatkan sikap luwes dibandingkan dengan Likud".

Akibat ulah pemimpin Yahudi itu, negara-negara Arab bersikap lebih hati-hati dan tak mau tergesa-gesa menerima kehadiran Netanyahu di negara mereka atau membuka misi di Israel.

Presiden Mesir Hosni Mubarak pernah mengancam akan membatalkan konferensi ekonomi Timur Tengah jika proses perdamaian Palestina-Israel tetap macet.

Proses perdamaian tersebut mestinya telah memasuki tahap pembicaraan status akhir Jerusalem tapi pelaksanaan tahap kedua, penempatan kembali militer Israel dari Al- Khalil, tak kunjung tercapai.

Harapan pun pudar

Dengan terjadinya bentrokan paling sengit sejak penandatanganan persetujuan otonomi di Washington September 1993 proses perdamaian Palestina-Israel benar- benar mengalami kemunduran dan harapan pun pudar.

Segala harapan bagi terwujudnya perdamaian Arab-Israel telah berubah menjadi kekhawatiran lama mengenai perang Timur Tengah dan penindasan bergelimang darah atas para pemrotes Palestina oleh militer Israel.

Kejadian tersebut, kendati banyak pemimpin dunia termasuk AS mendesak dilanjutkan proses perdamaian, mencuatkan tanda tanya apakah proses perdamaian Arab- Israel masih hidup.

Masalahnya ialah apa yang diajukan Netanyahu sejak ia berkuasa di Israel jelas tidak sesuai dengan apa yang diajukan pemerintah terdahulu Israel.

Palestina memandang pembukaan jalan masuk kedua ke terowongan di bawah kompleks masjid Al-Aqsha sebagai lambang pendekatan Netanyahu kepada perundingan dengan pihak Arab.

Pemerintah terdahulu Israel dari Partai Buruh mengabulkan tuntutan Arab agar Israel menutup pembuatan terowongan itu, yang dimaksudkan untuk menemukan Temple Mount --tempat suci Yahudi sekitar 2.000 tahun lalu tapi selama 1.300 tahun terakhir ini menjadi tempat berdirinya masjid Al-Aqsha.

Terowongan tersebut dipandang dunia Arab sebagai pengetatan cengkeraman Israel atas Jerusalem Timur, yang direbut Israel dalam perang 1967.

Terowongan itu juga dianggap sebagai picu atas bertumpuk-tumpuk kekecewaan rakyat Palestina terhadap Netanyahu.

Pihak Palestina sejak 1991 meninggalkan intifada dan bergabung dalam proses perdamaian yang ditaja AS dan bekas Uni Sovyet.

Walaupun sampai sekarang tak banyak yang diperolehnya, pihak Palestina tetap memiliki harapan bahwa proses tersebut akan berakhir dengan berdirinya negara Palestina merdeka dengan Jerusalem Timur sebagai ibukota.

Harapan itu sebenarnya sulit, jika tak dapat dikatakan tak mungkin, terwujud karena Netanyahu antara lain sudah menegaskan ia menentang berdirinya negara Palestina, takkan berkompromi soal Jerusalem.

Israel, baik di bawah Partai Likud atau Partai Buruh, tetap menganggap Jerusalem sebagai ibukota utuh negara Yahudi.

Pihak Palestina telah berulangkali memperingatkan macetnya proses perdamaian dapat berarti terulangnya kerusuhan dan kembalinya intifada ke wilayah-wilayah pendudukan.

Namun Israel tampak tak menggubris, dan tindakan pemerintah Netanyahu membuka kembali penggalian terowongan di Jerusalem telah merenggut korban jiwa baik di pihak Palestina maupun di pihak Israel sendiri.

Pemerintah Netanyahu bahkan tampaknya tidak peduli dengan seruan masyarakat dunia agar meredakan kerusuhan, dan tudingan Putra Mahkota Jordania Hassan ibn Talal bahwa Israel melanggar kesucian Kota Suci Jerusalem dengan melakukan perluasan terowongan di sepanjang tembok barat Al-Aqsha. (28/09/96 10:12)

Tidak ada komentar: