Jumat, 09 Mei 2008

KUDETA, BUNTUT PERTIKAIAN BAPAK DAN ANAK DI QATAR

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 27/6 (ANTARA) - Putra Mahkota Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa Ath-Thani mengakhiri pertikaian politik dengan ayahnya --Sheikh Khalifa bin Hamad Ath-Thani-- dalam kudeta tak berdarah hari Selasa (27/6), sewaktu sang ayah berada di luar negeri.

Tindakan itu dilakukannya setelah beberapa lama pergolakan politik antara ayah dan anak tersebut. Sheikh Khalifa, 63 tahun, tampaknya berusaha menarik kembali kekuasaan yang telah diserahkannya kepada putra tertuanya selama tiga tahun terakhir ini.

Kantor-kantor berita transnasional, dengan mengutip Kantor Berita Qatar (QNA), melaporkan bahwa Sheikh Hamad "mendapat dukungan dan janji setia dari keluarga kerajaan dan rakyat Qatar", serta merebut kekuasaan secara damai.

Berita mengenai perubahan kepemimpinan di Qatar pertama kali disiarkan pukul 06:45 waktu setempat (10:45 WIB), dan disiarkan setiap 15 sampai 20 menit sekali. Sheikh Hamad dijadwalkan menyampaikan pidato Selasa sore.

Sejak tahun 1992 Sheikh Hamad --yang juga adalah kepala staf militer di negara yang dikatakan memiliki salah satu kandungan gas alam terbesar di dunia itu-- telah memperkokoh pengaruhnya.

Sementara itu Sheikh Khalifa, yang kini tidak diketahui dengan pasti berada di mana, mempertahankan kekuasaan atas sumber dana negara tersebut dan bukan menyerahkan semua kekuasaan pemerintahan, serta politik kepada putra tertuanya tersebut.

Sheikh Hamad tampaknya telah mencuri kesempatan saat ayahnya berada di Eropa dan mendahului saudara-saudaranya, yang juga disebut-sebut sebagai pesaingnya.

Bahkan, seorang diplomat Barat dilaporkan berkomentar bahwa telah lama terjadi silang pendapat antar-saudara di Qatar.

Sheikh Hamad telah berusaha menghalangi saudaranya Abdel Aziz, yang kehilangan jabatan menteri keuangan tahun 1992 dan kini menetap di Paris, kembali ke kursi pemerintahan.

Tetapi, menurut Reuter, televisi Qatar menayangkan gambar Emir baru Qatar yang berusia 45 tahun itu sedang menerima ucapan selamat di Dewan Keemiran, majelis di Doha yang telah dikuasai Sheikh Hamad beberapa pekan lalu.

Di antara orang-orang yang dilaporkan memberi selamat ialah saudaranya dan menteri dalam negeri Sheikh Abdullah bin Khalifa Ath-Thani, dan saudaranya yang lain Sheikh Mohammad --yang menduduki jabatan menteri keuangan serta anggota senior keluarga Ath-Thani.

Tak bawa perubahan

Pengambilalihan kekuasaan oleh Sheikh Hamad agaknya tak akan membawa perubahan besar, karena ia telah "memiliki banyak kekuasaan" sejak menjadi putra mahkota dan menteri pertahanan sejak tahun 1977.

Emir baru negara dengan 500.000 penduduk tersebut telah dipercaya memimpin upaya modernisasi industri.

Banyak pejabat Qatar juga dilaporkan membela kebijakan negara mereka guna memupus keraguan bahwa Qatar takkan mampu terus berperan dan menyebut kebijakan yang diajukan Sheikh Hamad adalah "realistis".

Mereka berpendapat bahwa untuk memiliki jati diri, Qatar harus melanjutkan semua kebijakan luar negerinya sendiri yang mencerminkan kepentingan nasionalnya.

Tetapi dalam bidang politik luar negeri, Sheikh Hamad telah membuat berang beberapa negara Arab.

Qatar telah mengulurkan tangan persahabatan dengan Iran, memulihkan hubungan dengan musuh Arab dalam Perang Teluk -- Irak, menandatangani persetujuan pertahanan dengan Amerika Serikat dan bertindak lebih jauh dibandingkan negara Arab lain dalam normalisasi hubungan dengan Israel.

Arab Saudi tampaknya telah mendesak Qatar agar mengekang normalisasi hubungan dengan Israel.

Beberapa pejabat Arab Saudi juga dilaporkan telah lama menuduh Sheikh Hamad sebagai pangkal ketegangan hubungan Riyadh-Doha, terutama sejak bentrokan berdarah tiga tahun lalu.

Qatar kelihatannya menambah kesal pihak Riyadh, ketika Doha berusaha membina hubungan baik dengan Iran, saingan utama Arab Saudi di wilayah tersebut dan dianggap sebagai musuh utama oleh Amerika Serikat (AS), serta Israel.

Doha juga membuat sekutu Baratnya memandang dengan rasa curiga, karena meningkatnya hubungan dengan Baghdad.

Qatar juga menawarkan untuk menyediakan instalasi militer kepada pihak Washington, AS, ketika Arab Saudi menolak kehadiran pangkalan permanen aliansinya dalam Perang Teluk itu di wilayah Arab Saudi.

AS membangun pangkalan di dekat kota penghasil minyak Dukhan di pantai barat Qatar, sekitar 85 kilometer dari Doha, dan akan menempatkan peralatan bagi satu brigade lapis baja sebagai bagian strategi AS guna memenuhi keperluan mendesak, seperti serbuan Irak ke Kuwait tahun 1990.

Sheikh Khalifa bin Hamad Ath-Thani adalah mantan pemimpin bekas protektorat Inggris yang memperoleh kemerdekaan tahun 1971, dan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan kuota 364.000 barel per hari, serta Liga Arab dan Dewan Kerjasama Teluk.

Dalam pernyataan singkatnya, Sheikh Hamad menyatakan, "Terpaksa merebut kekuasaan dari ayah sebagai Emir Qatar, karena keadaan sulit yang telah kita semua ketahui". (27/06/95 23.05)

Tidak ada komentar: