Jumat, 23 Mei 2008

MASSUD BARZANI TERBELIT PERMAINAN AS DI IRAK UTARA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 24/9/96 (ANTARA) - Saat Irak lemah ia berpaling ke Barat, ketika terjepit ia minta bantuan Baghdad dan waktu tekanan kendur ia ingin bebas, tapi pemimpin Partai Demokratik Kurdistan (KDP) Massud Barzani selalu terperangkap dalam permainan AS di wilayah Kurdi Irak.

Aliansinya dengan Baghdad saja sudah banyak yang menilainya aneh. Barzani, pemimpin faksi Kurdi yang kini menguasai sebagian besar wilayah Irak Utara, bersekutu dengan Presiden Irak Saddam Hussein --yang disalahkannya atas kematian dua saudaranya.

Dua dari tiga saudara laki-lakinya hilang secara misterius pada tahun 1983.

Barzani sebagai putra paling kecil Mustapha Barzani --pendiri KDP-- menuduh anak buah Saddam Hussein menculik kedua saudaranya tersebut. Saudaranya yang ketiga meninggal secara wajar tahun 1984.

Tahun 1991 Barzani berusaha selama berbulan-bulan membujuk pemimpin Irak agar memberi status otonomi kepada wilayah Kurdi Irak melalui persetujuan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Namun, sejak tahun itu pula Barzani berpindah "dari satu tangan kekuatan ke kekuatan lain".

Ketika mengomentari sikap Barzani, "yang sering plin- plan itu", Duta Besar Irak untuk Indonesia DR. Sa'doun Azzubaidy mengatakan kepada ANTARA bahwa Barzani telah minta bantuan dari berbagai pihak termasuk Amerika Serikat dalam upayanya memperbaiki nasib sukunya.

Namun, apa yang ia dapat? "Tak ada. Selain pembunuhan, cengkeraman kelaparan serta nasib buruk yang terus terjadi atas bangsanya," Sa'doun.

Kejadian pahit tersebut terus menimpa suku Kurdi akibat serangan terus-menerus dari Turki dan Iran.

Sementara itu, pemerintah pusat Irak di Baghdad tak dapat berbuat apa-apa, bahkan pemerintah sipil telah ditarik dari wilayah Irak Utara --yang sejak berakhirnya Perang Teluk 1991 berada di bawah "pengawasan" pasukan multinasional yang dipimpin AS.

Akibat semua bencana yang dialami suku Kurdi di Irak, Pemerintah Baghdad malah disalahkan, kata duta besar Irak tersebut. Padahal, semua masalah yang dialami suku Kurdi di Irak Utara adalah akibat campurtangan kekuatan asing.

Tetapi, akibatnya ialah suku Kurdi harus menerima semua kemalangan, dan bahkan serangan militer ke dalam wilayah Kurdi.

Pada saat yang sama Amerika Serikat dan Inggris, tambahnya, tidak berbuat apa-apa selain mengeksploitasi suku Kurdi untuk menghadapi pemerintah Irak.

Oleh karena itu, Barzani memahami bahwa AS, Inggris atau negara lain "bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah Kurdi".

Tahun 1991 dicapai persetujuan antara Baghdad dan Barzani untuk memberi otonomi kepada suku Kurdi di Irak Utara.

Barzani, menurut Sa'doun, tahu betul bahwa suku Kurdi menikmati kondisi yang jauh lebih baik --keadaan yang "takkan pernah dinikmati suku Kurdi di tempat lain di mana pun juga".

Barzani boleh jadi telah mengadakan pembicaraan dengan Amerika dalam beberapa tahun terakhir ini, kata Sa'doun, tapi ia akhirnya, toh, kembali juga ke rakyatnya dan pemerintah Irak.

Barzani minta bantuan Baghdad untuk menghadapi kekuatan saingannya, Uni Patriotik Kurdistan (PUK) --yang dipimpin oleh Jalal Talabani, dan kekuatan luar, yang menurut Sa'doun adalah Iran.

Berpaling lagi

Akan tetapi, segera setelah kekuatan KDP dan pasukan Irak --yang menurut Sa'doun dikirim untuk menghadapi pasukan Iran-- menghalau para petempur PUK, Barzani sekali lagi berpaling ke Barat.

Kantor berita AFP melaporkan, Barzani berjanji kepada Washington bahwa ia akan mencegah Saddam Hussein menguasai Irak Utara.

Menurut Barzani, yang baru-baru ini mengadakan pertemuan dengan pembantu Menteri Luar Negeri AS Robert Pelletreau, aliansinya dengan Baghdad untuk mengalahkan PUK adalah persetujuan "satu babak".

Barzani telah meyakinkan Pelletreau bahwa tak ada persetujuan politik antara dia dan Saddam Hussein.

Pemimpin Kurdi yang pada tahun 1980-an terlibat konfrontasi dengan Baghdad itu juga mendesak Washington agar tidak meninggalkan Irak Utara dan mempertahankan misi perlindungan atas suku Kurdi.

Tetapi, harapan Barzani tersebut tampaknya sulit tercapai. Salah satu penyebabnya ialah AS tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan pertikaian antara KDP dan PUK, dan ketika Saddam Hussein mengerahkan tentaranya ke bagian utara, Washington malah menyerang Irak Selatan.

Selain itu, Dinas Intelijen Pusat (CIA) AS bahkan tak dapat menyelamatkan peralatannya di Irak Utara.

Majalah "Time" edisi 23 September 1996 melaporkan bahwa CIA telah mengoperasikan stasiun radio dan televisi secara gelap di Irak Utara untuk mengumandangkan seruan anti-Saddam Hussein.

Selama lima tahun terakhir ini CIA dilaporkan telah melancarkan misi untuk mempersatukan faksi-faksi Kurdi yang bertikai dan oposisi Irak guna menentang Saddam Hussein.

Saat AS dan aliansinya memberlakukan zona keamanan di Irak Utara, salah satu tujuan utamanya ialah untuk menjadikan wilayah itu sebagai pangkalan penentangan terhadap Saddam Hussein.

Kongres AS, menurut "Time", meskipun tidak mendukung perang gerilya habis-habisan, mengizinkan CIA mengeluarkan biaya antara 10 dan 15 juta dolar AS per tahun guna melancarkan operasi gelap di Irak.

Menurut Sa'doun, CIA dalam beberapa tahun terakhir ini sebenarnya telah melancarkan proyek bernilai 100 juta dolar AS guna menggulingkan Saddam Hussein.

Oportunis?

Oportunis kah Massud Barzani? Ketika pertanyaan itu diajukan, Sa'doun menjawab bahwa ia tak ingin menghakimi perilaku orang lain. Barzani dinilainya, hanyalah bagian dari seluruh keadaan.

Sebenarnya apa yang dilakukan atau tidak dilakukannya bukan lah inti masalah di wilayah Teluk. Ia menilai, jika ada oportunis dalam "permainan ini", maka Amerika lah oportunis itu.

"Bagi saya, sejarah berulang," katanya.

Bulan Agustus 1991 Pemerintah Irak mencapai persetujuan dengan faksi-faksi Kurdi, terutama dengan KDP dan PUK.

Persetujuan tersebut hampir memulihkan kesejahteraan, stabilitas dan kedamaian wilayah Kurdi.

Namun, apa yang dilakukan Amerika saat itu? "Semua faksi Kurdi diundang ke Washington beberapa saat sebelum penandatangan persetujuan itu," kata Sa'doun.

Para pejabat tinggi Amerika mempertanyakan tindakan kelompok Kurdi tersebut, "Karena, mereka melakukan tindakan yang menentang Amerika Serikat".

"Kami berusaha menggulingkan Saddam Hussein dan kalian menandatangani persetujuan dengan dia," kata Sa'doun mengutip ucapa para pejabat AS itu.

Faksi-faksi Kurdi tersebut, menurut dia, juga diancam dan dipaksa menjauhkan diri dari persetujuan itu.

Faksi-faksi Kurdi tersebut juga dijanjikan hal-hal muluk seperti penyediaan perlindungan, kiriman bantuan, bantuan keuangan dan apa saja, tambahnya.

Tetapi, yang terjadi kemudian adalah orang-orang Kurdi tidak diacuhkan dan ditinggalkan saat mereka dalam kesulitan, persis seperti yang dialami Jalal Talabani sekarang. (24/09/96 20:54)

Tidak ada komentar: