Jumat, 09 Mei 2008

MEREKA MENJADI KORBAN PERTIKAIAN ANTAR-PEMIMPIN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 21/11 (ANTARA) - Seorang pemuda berusia sekitar 20 tahun dengan pakaian khas Afghanistan, celana panjang komprang dan baju panjang sebatas lutut yang dilapisi rompi dari kain kasar, berjalan di dalam "gedung terminal" bandar udara Jalalabad yang hampir sudah tak berfungsi.

Ia memperkenalkan diri sebagai Muhammad Islam dan bertugas sebagai "operator radio" bandar udara, yang menurut dia masih berfungsi.

Setelah memperkenalkan diri, ia mengajak ANTARA menyaksikan ruang kerjanya yang terletak di lantai dua serta melihat menara terminal itu.

Di ruang kerjanya yang merangkap sebagai ruang tamu terdapat satu perangkat radio CB yang diletakkan di lantai. sementara itu di ruangan menara terdapat tiga susun amplifier serta satu radio CB, sedangkan di salah satu bagian kanan tembok menara tersebut terdapat lubang besar.

"Itu bekas penyejuk ruang yang sudah dicabut," kata Muhammad Islam dengan bahasa Inggris patah-patah.

Tugasnya sebagai operator radio menara bandar udara Jalalabad, bagian timur Afghanistan, ialah "memandu" pesawat yang akan mendarat.

Seorang wartawan dari Indonesia menyatakan: "Sewaktu saya tanya 'tugas kamu apa', ia menjawab 'saya melakukan kontak dan memberi tahu apakah pesawat tersebut dapat mendarat atau tidak'."

Caranya? "Kontak-kontak, cuaca cerah, anda dapat mendarat," katanya mengutip penjelasan Muhammad Islam.

Sementara itu, untuk memastikan apakah cuaca baik atau tidak, Muhammad Islam biasanya keluar dari "ruang kerjanya" dan melihat ke langit tanpa menggunakan teropong.

Muhammad Islam mengatakan "ia dan dua rekannya tidak menerima gaji dari pemerintah."

Menyedihkan

Keadaan Muhammad Islam dan bandar udara Jalalabad tersebut tak jauh berbeda dengan sekitar 25 pria Afghanistan yang berjongkok di pinggir landasan pacu bandar udara itu ketika pesawat pinjaman pemerintah Indonesia, Hercules C-130 dari Skuadron Udara 32, mendarat.



Orang-orang yang "duduk-duduk" di tepi landasan tersebut sedang bersiap untuk memuat bantuan medis Komite Palang Merah Internasional (ICRC) ke pesawat guna diangkut untuk membantu saudara-saudara mereka yang menjadi korban pertempuran di Bagram, Lowgar, Mazar-I-Sharif, dan Herat.

"Rakyat di sini sangat miskin, padahal dulu wilayah ini termasuk daerah pertanian yang subur," kata Muhamad Islam.

Situasi di negara Mujahidin tersebut, kata Henry Fournier, pemimpin delegasi regional ICRC di Jakarta, sangat menyedihkan.

Sejak bulan Januari tahun ini, pertempuran antar-faksi di Afghanistan telah menewaskan tak kurang dari 4.500 orang dan melukai lebih dari 48.000 orang, sebagian besar penduduk sipil.

Sementara puluhan ribu rakyat menderita di berbagai wilayah Afghanistan. Tak kurang dari 80 ton bahan medis, berupa obat-obatan dan perlatan medis lain, terdampar selama tiga bulan di Jalalabad. Barang-barang itu tak dapat disalurkan lewat darat akibat pertempuran yang masih berkecamuk antara pasukan Presiden Burhanuddin Rabbani dan kelompok oposisi yang dipelopori oleh Perdana Menteri Gulbuddin Herkmatyar.

Selain itu, kata Fournier, lebih dari 600.000 penduduk meninggalkan kediaman mereka. 60.000 di antara mereka kini tinggal di berbagai gedung sekolah, tempat ibadah serta gedung pemerintah yang kini tak berfungsi lagi.

Pertempuran yang telah berkecamuk selama 15 tahun di negeri tersebut, juga telah melumpuhkan tatanan organisasi pemerintah sehingga rakyat mengalami kesulitan baik di bidang pendidikan maupun kesehatan.

Akibat lain pertumpahan darah antar-Mujahidin yang selama 14 tahun bahu-membahu menggulingkan pemerintah asuhan bekas Uni Sovyet di bawah pemerintahan bekas Presiden Najibullah di Kabul tersebut, ialah menyulitkan ICRC dan organisasi kesehatan lain dalam menyalurkan bantuan medis dan pangan.

Ancaman musim dingin

Penderitaan rakyat Afghanistan tampaknya akan semakin berat dengan semakin dekatnya musim dingin. Saat ini musim gugur telah tiba dan cuaca di negeri itu terasa dingin kendati pada siang hari.

Banyak petugas bantuan asing menyatakan keadaan di ibukota Afghanistan, Kabul -- tempat pertempuran sering berlangsung sengit-- akan semakin buruk ketika salju mulai turun. Apalagi banyak penduduk yang kekurangan pangan, padahal mereka menghadapi ancaman penyakit.

Banyak rakyat Afghanistan dilaporkan keluar dari rumah di pagi hari tanpa tahu apa yang akan disantap keluarganya pada malam hari.

Sementara itu Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) menyatakan kepada Reuter, ribuan orang telah mengungsi dan dalam beberapa pekan terakhir ini tak kurang dari 1.000 pengungsi per hari dari Kabul tiba di Jalalabad. Di Jalalabad sendiri saat ini telah terdapat sebanyak 250.000 orang yang meninggalkan rumah mereka.

Tak dapat diketahui dengan pasti jumlah penduduk yang masih bertahan di Kabul tapi beberapa petugas bantuan menyatakan, sebagian orang yang tetap tinggal di kancah pertempuran tersebut adalah orang-orang miskin yang bahkan tak mampu membayar ongkos perjalanan.

Sementara itu dari Islamabad, Pakistan, kantor berita APP, melaporkan, PBB telah menyeru masyarakat internasional untuk menyumbangkan 106 juta dolar AS guna membantu meringankan penderitaan rakyat Afghanistan.

Koordinator bantuan kemanusiaan PBB untuk Afghanistan, Sotirios Mousouris menyampaikan harapannya bahwa tahun depan akan terdapat pemerintah perwakilan sesungguhnya di Kabul yang akan melaksanakan pembangunan kembali di negara yang dicabik perang tersebut.

Ia berharap negara-negara donor akan memberi tanggapan positif karena bantuan kemanusiaan dapat memainkan peran penting dalam mewujudkan stabilitas politik.

Sebab, tanpa stabilitas politik, pemerintah Afghanistan akan menghadapi banyak hambatan dalam membangun dan meningkatkan standar kesehatan serta kehidupan rakyatnya. (21/11/94 14:30)

Tidak ada komentar: