Sabtu, 10 Mei 2008

MULLAH TALIBAN, PEMERSATU ATAU PENAMBAH KERUH KONFLIK AFGHANISTAN?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 22/2 (ANTARA) - Mengaku bukan Mujahidin dan tidak menyokong faksi Mujahidin manapun, kelompok "Mullah Taliban" ternyata memiliki kekuatan yang mengejutkan sekaligus menimbulkan kekhawatiran akan merusak proses penyerahan kekuasaan.

Kekhawatiran itu tetap ada meski kelompok tersebut sudah menyatakan akan membersihkan negerinya dari "para penjahat."

Kelompok santri pada mullah (guru agama Islam) dan bukan militer itu sejak kemunculannya sekitar enam bulan lalu di Kandahar --ibukota kuno Afghanistan di bagian selatan negara-- telah mengundang tanda tanya besar.

Siapa sebenarnya mereka, di mana mereka "berguru" strategi tempur dan siapa yang menjadi sumber dana mereka?

Faksi Mullah Taliban dilaporkan memiliki tiga keuntungan utama. Kelompok itu mempunyai tak kurang dari 25.000 personil dan persenjataan, termasuk 200 tank dan selusin jet tempur.

Kelompok itu juga disebut-sebut mendapat dukungan Pemerintah Pakistan, dan boleh jadi memperoleh dana dari Pemerintah Arab Saudi. Namun, Pakistan telah membantah bahwa Islamabad memiliki sangkut-paut dengan faksi santri tersebut, sementara Arab Saudi belum buka suara mengenai dugaan semacam itu.

Meskipun demikian, faksi tersebut dikabarkan mendapat dukungan rakyat Afghanistan, yang telah jemu menghadapi pertumpahan darah antar-Mujahidin.

Keberhasilan faksi baru itu dalam kancah pertempuran Afghanistan cukup membuat orang tercengang. Pada Februari ini, Mullah Taliban merebut Maidan Shahar, salah satu kubu penting faksi bekas Perdana Menteri Gulbuddin Hekmatyar, Hezb-I-Islami, di sebelah selatan ibukota Afghanistan, Kabul. Dengan demikian, markas Hezb-I-Islami, Charashab, jadi "terbuka."

Mullah Taliban dilaporkan dalam waktu sekitar enam bulan telah menguasai provinsi Kandahar, Helmand, Zabul dan Uruzgan di sebelah selatan Kabul dan Ghazni serta Wardak di timur. Prestasi semacam itu tak dapat diremehkan sebab yang dihadapinya adalah kelompok Mujahidin yang memiliki pengalaman tempur sejak awal tahun 1980.

Milisi yang kebanyakan terdiri atas para santri yang mempelajari Agama Islam di Pakistan itu sejauh ini hanya menggempur faksi Hezb-I- Islami dalam perjalanannya dari "kota kelahirannya", Kandahar, menuju Kabul.

Namun wilayah antara Maidan Shahar dan Kabul dikuasai oleh salah satu aliansi Presiden Burhanuddin Rabbani, Ittihad Islami, yang telah mengirim utusan untuk bertemu dengan salah satu pemimpin Mullah Taliban.

Seorang pemimpin Mullah Taliban --Mullah Mohammed Rabbani, yang tidak mempunyai hubungan dengan Presiden Rabbani-- dilaporkan telah memberitahu faksi Ittihad Islami bahwa pasukannya tak bermaksud bentrok dengan faksi Mujahidin itu.

Hambat rencana PBB

Meskipun Mullah Taliban menyatakan ingin mewujudkan perdamaian, kehadirannya justru menghambat upaya penyerahan kekuasaan di Kabul dan memperkeruh konflik yang telah berlangsung sejak jatuhnya rejim komunis di Kabul tahun 1992.

Masa jabatan Rabbani berakhir tanggal 28 Desember lalu, dan Presiden Afghanistan tersebut direncanakan menyerahkan kekuasaan tanggal 20 Februari kepada dewan pemerintah sementara yang akan terdiri atas wakil pemimpin kesembilan faksi Mujahidin dan tokoh netral Afghanistan.

Namun, sepak-terjang Mullah Taliban membuat Rabbani menunda penyerahan itu.

Rabbani menuntut agar faksi Mullah Taliban dilibatkan dalam proses perdamaian, tapi menampik tuntutan milisi tersebut agar diberi kekuasaan atas keamanan di Kabul, kubu Rabbani.

Sementara itu, Mullah Taliban berkeras tak mau ikut dalam proses perdamaian jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Kejadian tersebut tentu saja membuat frustrasi utusan khusus PBB untuk Afghanistan, bekas Menteri Luar Negeri Tunisia Mahmoud Mestiri.

Hari Jumat (21/2), Mestiri bahkan disebut-sebut akan meninggalkan Kabul, kendati ia sendiri menyatakan bahwa rencana perdamaian belum mati walaupun macet.

Mestiri juga berpendapat faksi-faksi di Afghanistan sebenarnya belum siap mengemban perdamaian dan menjadikan kehadiran Mullah Taliban sebagai alasan yang menghambat proses perdamaian.

Ingin berkuasa?

Sementara itu, faksi Hezb-I-Islami menuduh Mullah Taliban sebagai "gerombolan tentara bayaran" yang ingin merusak proses perdamaian, sekalipun perdamaian tak pernah terwujud sebelum milisi baru tersebut lahir.

Faksi Hekmatyar itu meragukan ketulusan maksud Mullah Taliban karena milisi tersebut takkan memerangi orang muslim jika memang tulus, sementara itu faksi selama ini menggempur faksi muslim lain.

Hezb-I-Islami juga menuduh Mullah Taliban sejak awal, dengan bimbingan "majikannya" di luar negeri, menyiarkan berita bohong tanpa dasar mengenai keberhasilan aksi militernya.

Sementara itu, Rabbani diberitakan ingin menarik faksi misterius tersebut ke pihaknya dengan pernyataan bahwa setiap tindakan atau gerakan yang berlandaskan agama akan diterima baik oleh rakyat.

Ia juga menyatakan telah mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh Mullah Taliban dan bahwa pemerintah akan membantu mereka membersihkan jalan-jalan, melucuti para petempur dan mengakhiri korupsi.

Tetapi ia juga memperingatkan milisi baru itu agar tidak menarik campur-tangan pihak luar dalam urusan intern Afghanistan, dan juga menjauhkan diri dari kaum oportunis yang ingin menunggangi kelompok tersebut.

Rabbani melontarkan ancaman jika ada pihak luar yang menjadi pilot jet tempur, pengemudi tank dan menjadi otak pengatur strategi Mullah Taliban, pemerintah akan mengajak rakyat untuk menghancurkan milisi itu.

Di tengah misteri yang menyelimuti milisi termuda di Afghanistan tersebut, seorang pejabat Afghanistan berpendapat Mullah Taliban mengincar jabatan pemerintah di Kabul.

Pada saat yang sama tersiar laporan bahwa faksi Rabbani dan Hekmatyar secara diam-diam sedang mempertimbangkan gagasan untuk membentuk pertahanan gabungan dan membendung gerakan kelompok tersebut. (22/02/95 09:48)

Tidak ada komentar: