Rabu, 28 Mei 2008

NETANYAHU MAKIN JAUHKAN DIRI DARI PROSES PERDAMAIAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 20/8/96 (ANTARA) - Meskipun bulan Agustus ini dia "menghidupkan" kembali perundingan dengan Palestina, satu pekan kemudian Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperlihatkan bahwa ia tidak terikat komitmen dengan memboikot pertemuan peringatan ketiga awal kelahiran perdamaian Palestina-Israel.

"Tak seorang pun hadir hari ini. Kami akan melanjutkan persetujuan tapi tak seorang pun hadir hari ini," demikian komentar juru bicara Netanyahu, sebagaimana dikutip Reuter.

"Itu bukan persetujuan kami," katanya ketika mengomentari peringatan ketiga upaya yang menghasilkan Persetujuan Oslo bulan September, dan dihadiri oleh para utusan bekas pemerintah Israel, pejabat Palestina dan Norwegia di Laut Galilee di kaki Dataran Tinggi Golan.

Pertemuan di Laut Galilee tersebut diadakan guna memperingati pemarafan persetujuan perdamaian di Oslo, Norwegia.

Persetujuan itu menetapkan kerangka dasar bagi kekuasaan otonomi Palestina di Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza, yang ditandatangani tanggal 13 September 1993 di Washington.

Sebelumnya, tanggal 13 Agustus Israel dilaporkan melanjutkan perundingan dengan Palestina mengenai masalah keamanan, teknik, koordinasi kegiatan Palestina dan Israel di wilayah-wilayah pendudukan Israel.

Namun, perundingan tersebut tidak membahas masalah politik penting sepeti penempatan kembali militer Israel dari Al-Khalil atau persyaratan bagi penyelesaian perdamaian yang langgeng.

Israel menginstruksikan para pejabatnya untuk melanjutkan perundingan dengan Palestina karena kehawatir berlarutnya penundaan perundingan akan menyulut kemarahan rakyat Palestina.

Rakyat Palestina khawatir terhadap kemenangan Netanyahu atas Shimon Peres dari Partai Buruh dalam pemilihan umum bulan Mei akan menghambat kemajuan proses perdamaian, jika tidak membunuhnya sama sekali.

Tetapi, "i'tikad baik" Tel Aviv itu pupus ketika Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Mordechai mengumumkan bahwa pemerintah akan segera menempatkan 300 rumah mobil guna memperluas permukiman Yahudi yang ada di wilayah pendudukan.

Hal itu merupakan tindakan nyata pertama pemerintah paling kanan Israel yang dipimpin Netanyahu sejak ia mengumumkan akan membatalkan pembekuan permukiman Yahudi yang diberlakukan pemerintah Partai Buruh.

Meskipun pihak Palestina telah berkali-kali berteriak bahwa pembangunan permukiman Yahudi akan membunuh proses perdamaian, Netanyahu tak perduli dan menyatakan persetujuan perdamaian Israel dengan Palestina tidak melarang pembangunan permukiman di wilayah pendudukan.

Menurut Pemimpin Partai Likud itu, Persetujuan Oslo tak ada pembatasan pembangunan permukiman selama masa transisi, dan kenyataannya "pembangunan permukiman berjalan terus selama pemerintahan Partai Buruh".

Netanyahu bermaksud membangunan permukiman baru di sepanjang jalan dan bukan di perbukitan agar dapat berhubungan dengan permukiman yang sudah ada.

Mulanya Netanyahu merencanakan untuk menambah 50.000 pemukim baru, lebih seperempat dari 140.000 pemukim yang saat ini tinggal di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan menyediakan tambahan 1.500 bangunan.

Sebanyak 7.000 rumah dilaporkan direncanakan dibangun di sekitar Jerusalem.

Kemacetan perdamaian

Belum lagi masalah pembangunan permukiman baru reda, Netanyahu menambah luas pesimisme di kalangan kelompok sayap kiri Israel dan rakyat Palestina, yang memang sudah khawatir, mengenai akan macetnya proses perdamaian dengan tidak menghadiri peringatan di Laut Galilee.

Mahmoud Abbas, yang juga dikenal sebagai Abu Mazen, menyayangkan bahwa sebagian tokoh Partai Likud tidak memandang Persetujuan Oslo sebagai persetujuan mereka, padahal persetujuan itu ditandatangani dengan pemerintah Israel.

Meskipun telah menyatakan "terikat komitmen" dengan persetujuan yang ditandatangani pemerintah terdahulu, Netanyahu membuat gusar dunia Arab karena menentang penyerahan wilayah Arab yang diduduki Israel sebagai imbalan perdamaian, kunci bagi proses perdamaian.

Penerapan persetujuan perdamaian PLO-Israel, berupa penyerahan wilayah di Tepi Barat --kecuali Al-Khalil-- dan Jalur Gaza sedang berjalan ketika dibekukan ketika terjadi serangkaian serangan bom bunuh diri terhadap Israel oleh kelompok garis keras Palestina.

Peres, salah seorang arsitek perdamaian Oslo, menyatakan: "Apa yang telah dicapai telah dicapai. Apa yang masih dalam agenda lah yang menjadi masalah sekarang."

Namun, Peres bersikap luwes dan tidak secara langsung mengecam Netanyahu. Ia menyatakan, "Cara pendekatan Netanyahu berbeda dengan caranya".

Menurut Peres, Netanyahu baru akan bertemu dengan Arafat --kejadian yang didesak Palestina, tapi dihindari Netanyahu-- jika masalah keamanan Israel memaksanya.

Sementara itu, Presiden Palestina Yasser Arafat khawatir jika proses perdamaian terhenti, keadaan akan sangat sangat berbahaya dan akan menimbulkan kesan buruk buat mereka semua, para pelaku perdamaian.

PLO berharap persetujuan perdamaian akan membuat rujuk rakyat Palestina dan Israel serta mengakhiri pertumpahan darah dan memadamkan ketegangan di wilayah tersebut.

Namun, harapan itu tampaknya belum membersitkan cahaya karena pemerintah paling sayap kanan Israel, selain mendirikan penghalang, malah mulai menanam ranjau yang sewaktu-waktu dapat meledak. (20/08/96 21:27)

Tidak ada komentar: