Rabu, 14 Mei 2008

PELUANG PERDAMAIAN MULAI TERBUKA DI AFGHANISTAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 22/10 (ANTARA) - Di balik sikap mereka yang keras dalam memberlakukan hukum, faksi santri Talib tampaknya masih membuka diri bagi terhentinya pertumpahan darah di Afghanistan dengan menerima usul gencatan senjata gembong Afghanistan Utara Jenderal Abdul Rashid Dostum.

Talib hari Senin (21/10) dilaporkan kantor-kantor berita transnasional menerima tawaran gencatan senjata yang diajukan Dostum hari Ahad, dengan syarat dilakukan pertukaran tawanan perang sementara Dostum menghendaki Kabul didemiliterisasi.

Jurubicara Talib, Mullah Muhammad Haqqani menyatakan Talib juga menghendaki gencatan senjata itu dipantau oleh tim beranggotakan 12 orang, enam dari Talib dan enam dari pihak Dostum, pemerintah terguling dan faksi Syiah Hezb-i- Wahdat.

Menurut Kantor Berita Reuter, sebelumnya banyak pihak optimis bahwa Talib --yang merebut Kabul 27 September-- dan panglima militer Burhanuddin Rabbani, Ahmad Shah Masood, dapat berunding.

Jurubicara Masood, Dr. Abdullah, sebagaimana dikutip kantor berita Perancis AFP, berkomentar bahwa pasukan "Singa Panjshier" itu bersedia menerima usul gencatan senjata, asal saja usul tersebut dilaksanakan berbarengan dengan demiliterisasi Kabul.

Faksi Masood menghendaki pembicaraan segera diadakan setelah gencatan senjata diterima Talib, yang muncul di kancah pertumpahan darah Afghanistan bulan September 1994 di Kandahar, bagian baratdaya negeri tersebut.

Sejak tergulingnya pemerintah asuhan bekas Uni Sovyet di Kabul tahun 1992, masing-masing pihak yang terlibat dalam pertempuran di Afghanistan tampaknya telah mengalami pasang-surut.

Faksi santri Talib juga tak lepas dari keadaan semacam itu.

Setelah muncul pada penghujung tahun 1994 di Kandahar dengan "tujuan untuk mengamankan jalur bantuan dari Pakistan ke Afghanistan" faksi tersebut memperlihatkan "prestasi gemilang".

Akhir tahun 1995 Talib menghalau pasukan Gulbuddin Hekmatyar, Hezb-i-Islami, dari Maidan Shahr di sebelah selatan Kabul.

Hekmatyar, yang selama dua tahun berusaha dan gagal mematahkan pertahanan pasukan Rabbani, yang dimotori oleh Masood.

Bulan Juni Hekmatyar bergabung dengan Rabbani dan memangku jabatan perdana menteri, yang dilepaskannya beberapa tahun sebelumnya.

Koalisi Rabbani-Hekmatyar dipaksa meninggalkan Kabul akhir September dan Masood, panglima militer Rabbani, mengambil jalur bertahan di tempat kelahirannya di Lembah Panjshier sementara pasukan Talib terus mengejar.

Tetapi setelah bulan ini mencapai persetujuan dengan Dostum, pasukan Masood berbalik mendesak para petempur Talib kembali ke Kabul.

Dalam perjalanannya sampai menguasai Kabul, Talib dilaporkan menghimpun tambahan personil dari berbagai faksi Mujahidin.

Tetapi keadaan tersebut diduga malah akan dapat mengoyak Talib dari dalam karena kekuatan yang berasal dari luar faksi cantrik itu mungkin saja akan beralih pihak jika mereka merasa pihak lain lebih tangguh.

Di lain pihak, Dostum, gembong milisi Uzbek dari Afghanistan, dapat dikatakan memiliki kekuatan yang "belum dirusak pertumpahan darah antar-faksi" sejak tergulingnya bekas presiden Najibullah tahun 1992.

Dostum dianggap dapat memainkan peran penting dalam perubahan arah pertempuran di negeri tersebut karena pasukan Masood, kendati memiliki pengalaman tempur dalam perang gerilya, belum memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi Talib apalagi dalam pertempuran terbuka.

Namun selama ini Dostum tak pernah memperlihatkan sikap setia 100 persen kepada satu pihak.

Pada masa kejayaan pemerintah Najibullah, yang dihukum mati oleh Talib akhir September, Dostum menjadi andalan Kabul untuk memerangi Mujahidin di daerah pegunungan.

Beberapa saat sebelum Najibullah terguling, Dostum berpihak kepada Mujahidin dan kemudian beraliansi dengan Rabbani dalam pertempuran melawan koalisi Hekmatyar-faksi Syiah Hezb-i-Wahdat.

Setelah itu Dostum bergabung dengan Hekmatyar dalam menggempur Rabbani, tapi kemudian ia juga meninggalkan pemimpin Hekmatyar.

Sekarang, meskipun belum beradu kekuatan dengan Talib, Dostum kembali membentuk aliansi dengan Rabbani dan mengusulkan gencatan senjata.

Peran PBB

Sementara itu utusan PBB Nobert Holl, sebagaimana dilaporkan Reuter, juga melancarkan upaya baru bagi gencatan senjata dan memperingatkan bahwa hanya badan dunia tersebut yang dapat "menawarkan gencatan senjata jangka panjang bagi Afghanistan".

Ucapan Holl ditafsirkan sebagai rujukan bagi upaya yang dilancarkan tetangga Afghanistan, Pakistan, guna menengahi gencatan senjata antara Talib dan Masood.

Menurut Holl, tak satu negara pun dapat bertindak sendirian dalam upaya menyelesaikan konflik berdarah di Afghanistan.

Alasannya ialah dalam masalah jangka panjang, bantuan bagi pembangunan kembali Afghanistan hanya dapat berasal dari masyarakat internasional meskipun pada saat ini mungkin saja rakyat Kabul berfikir lebih baik mengikuti nasihat jururunding.

Kendati memuji upaya Pakistan, Holl menyampaikan harapan agar tim penengah Pakistan akan terus berhubungan dengan timnya dan menjelaskan bahwa tak ada gagasan sepihak guna mengakhiri perang Afghanistan, yang sempat dilupakan masyarakat internasional.

Upaya Pakistan kelihatannya akan menghadapi sandungan karena Islamabad dianggap oleh pihak Rabbani mendukung Talib sehingga sikap netralnya diragukan.

Sebelum Talib merebut Kabul, kedutaan besar Pakistan di ibukota Afghanistan tersebut bahkan pernah diserang -- kejadian yang sempat membuat tegang hubungan Afghanistan dengan Pakistan.

Kini ketulusan pihak-pihak yang bertikai di Afghanistan menghadapi ujian setelah Dostum, yang selama dua tahun terakhir ini wilayahnya praktis "tak terjamah pertumpahan darah", meluncurkan gagasan bagi gencatan senjata. (22/10/96 08:15)

Tidak ada komentar: