Jumat, 09 Mei 2008

PERSETUJUAN PERLUASAN OTONOMI PALESTINA GAGAL LAGI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 3/7 (ANTARA) - Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel Sabtu malam (1/7) sekali lagi gagal mencapai persetujuan mengenai perluasan kekuasaan otonomi Palestina, yang terus-menerus digelayuti perselihan pendapat mengenai masalah keamanan.

Kegagalan pertemuan Pemimpin PLO Yasser Arafat dan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres guna mencapai persetujuan yang akan dapat menyelamatkan muka kedua pihak tersebut hanya merupakan salah satu dari serentetan kegagalan dalam proses perdamaian Palestina-Israel.

Sejak Deklarasi Prinsip-prinsip ditandatangani di Washington tanggal 13 September 1993, para perunding PLO dan Israel gagal memenuhi batas waktu bagi tahap pertama penerapan persetujuan itu --otonomi di Jalur Gaza dan kota kecil Jericho (Ariha) di Tepi Barat Sungai Jordan.

Satu bulan kemudian, 13 Oktober 1993, PLO dan Israel memulai pembicaraan di Mesir mengenai penerapan kekuasaan otonomi Palestina di Jericho dan Jalur Gaza.

Tanggal 12 Desember 1993 Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin gagal dalam upaya terakhir mereka untuk mencapai persetujuan mengenai masalah keamanan.

Satu hari kemudian, batas waktu bagi penarikan tentara Israel dari Jericho dan Jalur Gaza berlalu tanpa persetujuan. Deklarasi Washington menetapkan penarikan tentara Israel sebelum pemilihan umum Palestina diselenggarakan.

Tanggal 13 April 1994, batas waktu bagi penyelesaian penarikan Israel sekali lagi tak terpenuhi.

Penarikan tentara Israel dari Jericho --yang ditetapkan kembali berlangsung tanggal 13 Mei-- dan dari Jalur Gaza tanggal 19 Mei 1994 lagi-lagi tak terlaksana.

PLO pada tanggal 1 Maret 1995 menghentikan perundingan dan menuntut jaminan keamanan bagi rakyat Palestina setelah seorang pemukim ekstrim Yahudi membantai puluhan orang Palestina yang sedang salat Subuh tanggal 25 Februari.

Tanggal 9 Maret 1995 Arafat dan Peres menetapkan 1 Juli sebagai "tanggal sasaran" bagi perluasan otonomi Palestina ke wilayah lain di Tepi Barat.

Sebelumnya, 1 Juli 1995, ditetapkan sebagai batas waktu bagi penyelesaian penarikan tentara Israel dari wilayah otonomi.

Persetujuan itu pun baru dicapai setelah Pemerintah Otonomi Palestina menyetujui tuntutan Israel untuk menekan aksi kelompok garis keras.

Berbagai rintangan telah mengganjal tahap kedua penerapan otonomi Palestina, dan banyak rakyat Palestina telah menyuarakan kegeraman akibat penundaan penarikan tentara Israel dari wilayah otonomi sebelum pemilihan umum Palestina selama lebih dari satu tahun. Bentrokan antara rakyat Palestina dan tentara Israel pun sering terjadi.

Israel, yang sebelumnya menyetujui penarikan tentaranya sebelum pemilihan umum Palestina, belakangan menyatakan penarikan itu "membutuhkan waktu dan tak dapat dilaksanakan secara serentak", serta mengubah batas waktu 1 Juli menjadi "tanggal sasaran".

Dan sebelum "tanggal sasaran"-nya tiba, Rabin menyatakan tanggal-tanggal yang ditetapkan "bukan sesuatu yang suci", pernyataan yang selalu diucapkannya jika batas waktu tampaknya tak dapat dicapai.

Untuk menembus kebuntuan itu, pemimpin PLO dan Peres bertemu di perbatasan Erez, hari Sabtu.

Tetapi jurubicara Arafat, Marwan Kanafani, sehari sebelumnya dilaporkan AFP dan Reuter mengatakan bahwa ia menduga pertemuan tersebut takkan menghasilkan persetujuan yang akan memenuhi tanggal sasaran 1 Juli.

Sementara itu Peres, tanpa memberi perincian, selalu menyatakan "Masalah utama yang dipertahankan Israel --dan akan terus dipertahankannya-- ialah masalah keamanan." Setelah perundingan sekitar 8,5 jam dengan Arafat Sabtu malam sampai Ahad dinihari, Peres menyatakan tak ada persetujuan.

Israel dan PLO dilaporkan belum mencapai persetujuan mengenai keamanan jalan-jalan di Tepi Barat setelah penarikan serdadu Yahudi dari kota-kota di Tepi Barat.

Sebanyak 100.000 orang Yahudi tinggal di Tepi Barat, dan akan tetap tinggal di wilayah itu berdasarkan persetujuan tahun 1993, selama menunggu persetujuan terakhir PLO-Israel. Masalah itu selalu menjadi alasan Israel untuk mengelakkan dan "menelan" kembali tanggal-tanggal yang telah disetujuinya.

Tahanan Palestina

Selain itu, kedua pihak juga belum mencapai kesepakatan terakhir mengenai pembebasan orang Palestina yang dipenjarakan oleh Israel, tuntutan yang belakangan mencetuskan aksi mogok makan, termasuk oleh Arafat.

PLO berkeras agar persetujuan mengenai penerapan tahap kedua Deklarasi Prinsip-prinsip berisi jadwal bagi pembebasan 6.500 orang Palestina yang dipenjarakan oleh penguasa Yahudi.

Sebanyak 4.000 tahanan dilaporkan telah menanggapi kegagalan pertemuan 1 Juli dengan melanjutkan mogok makan, yang mereka mulai dua pekan sebelumnya.

Para tahanan di penjara Nablus, Ramallah dan Jeni di Tepi Barat, menurut laporan, berikrar akan "menekan Israel" dengan tidak mau makan dan minum.

Pada hari Sabtu, mereka sebenarnya telah menghentikan mogok makan mereka guna mendorong tercapainya persetujuan antara Arafat dan Peres.

Israel sebelumnya telah menyatakan akan membebaskan beberapa ratus tahanan ketika persetujuan dicapai, dan ratusan tahanan lagi setelah pemilihan umum Palestina, tapi PLO menuntut pembebasan mereka dilaksanakan lebih dulu.

Arafat juga telah mendesak Israel untuk menetapkan jadwal yang jelas bagi penarikan tentara Israel dan pembebasan orang Palestina, tapi Israel menghendaki tanggal yang samar-samar. Israel belakangan menawarkan penarikan awal tentaranya dari Jenin, Nablus, Qalqilya dan Tulkarem.

Meskipun Palestina menuduh Israel dengan sengaja memperlambat perundingan mengenai perluasan otonomi, Rabin malah dapat berkilah bahwa PLO juga telah gagal memenuhi sebagian komitmennya, di antaranya kerusuhan yang masih sering terjadi di wilayah otonomi.

Selain masalah penarikan tentara Israel dari wilayah otonomi dan pemilihan umum Palestina, Deklarasi Prinsip-prinsip juga menetapkan tanggal penting lain.

Perundingan status terakhir otonomi --termasuk masalah permukiman Yahudi, pengungsi Palestina dan Jerusalem-- dijadwalkan dimulai tahun ketiga otonomi Palestina, Mei 1996.

Namun tanggal itu akan jatuh pada masa kampanye pemilihan umum di Israel, dan tampaknya sulit terlaksana.

Sementara itu Khaled Salam, pembantu Arafat urusan ekonomi, menyatakan jurang pemisah masih menganga lebar pada bagian lain perundingan dengan Israel --penyerahan kekuasaan sipil kepada Palestina di Tepi Barat, yang sebelumnya juga telah ditetapkan berlangsung 1 Juli.

Akibat penundaan demi penundaan penyerahan wewenang pabean dan bidang lain di Tepi Barat, Pemerintah Otonomi Palestina menderita kerugian satu juta dolar AS sehari, kata Salam. (03/07/95 11:15)

Tidak ada komentar: