Jumat, 09 Mei 2008

RUSIA BAYAR MAHAL SERBUANNYA KE CHECHNYA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 26/11 (ANTARA) - Lebih satu tahun setelah mengerahkan pasukannya ke Chechnya, Presiden Rusia Boris Yeltsin harus membayar mahal tindakannya untuk memadamkan aksi separatis Dzhokhar Dudayev di republik Kaukasus tersebut.

Setahun lalu para petempur Chechnya yang mendapat dukungan dari dinas militer Rusia berusaha menggulingkan Presiden Dzhokhar Dudayev tapi upaya kudeta itu hanya menyeret negeri tersebut ke dalam perang berkepanjangan.

Serangan terhadap ibukota Chechnya, Grozny pada 26 November 1994 sebenarnya dirancang sebagai "serangan kilat singkat" untuk menyingkirkan Dudayev dan mengakhiri tiga tahun aksi separatisnya.

Para petempur anti-Dudayev, yang dilaporkan terlalu lemah untuk menyerang pasukan yang setia kepada pemimpin separatis tersebut, menyerbu Grozny dengan dukungan helikopter bermeriam, jet, tank dan prajurit Rusia.

Namun pasukan anti-Dudayev itu, yang akhirnya ikut merasakan kegagalan milier Rusia, harus menghadapi perangkap pasukan Chechnya dan dipaksa mundur dengan membawa kerugian tak ringan setelah tujuh jam terlibat pertempuran.

Menurut harian Nezavisimaya Gazyeta, yang dikutip AFP Sabtu (25/11), dukungan bagi upaya kudeta terhadap Dudayev tersebut harus ditebus sangat mahal oleh Rusia: 32 tank hancur, 12 tank direbut pasukan Chechnya, empat helikopter dan satu jet ditembak jatuh, 500 prajurit oposisi Chechnya tewas, dan 200 prajurit -- termasuk 70 prajurit Rusia -- ditawan.

Bahkan sebelum serangan terhadap Grozny dilancarkan, pasukan oposisi, yang biasanya berjumlah sedikit dan tak memiliki persenjataan memadai serta tanpa seragam atau keahlian militer, secara misterius mampu menggunakan helikopter dan pesawat pembom Sukhoi.

Sejak awal Kementerian Pertahanan Rusia membantah keterlibatan pihaknya, tapi tertangkapnya 70 prajurit Rusia di tank Rusia pada 26 November dan pembeberan kontrak pasukan itu dengan dinas rahasia Rusia, akhirnya mengungkap perang rahasia Moskow di republik Kaukasus tersebut.

Pasukan Rusia tidak melancarkan serangan secara terbuka sampai 11 Desember, ketika tak kurang dari 40.000 prajurit dan ratusan kendaraan lapis baja Moskow menyerbu republik itu, tapi para petempur separatis pro-Dudayev -- dan banyak rakyat negeri tersebut -- tetap menganggap 26 November sebagai awal sesungguhnya pertempuran di Chechnya.

"Perang di Chechnya meletus setahun lalu dengan tindakan provokasi dinas rahasia Rusia," kata harian Izvestia dalam artikel utamanya Sabtu (25/11) sebagaimana dikutip Reuter.

Menteri Pertahanan Rusia Pavel Grachev, salah satu penyokong utama penggunaan kekuatan militer di Chechnya, dilaporkan menyampaikan rasa tak perdulinya setelah sehari pertempuran 26 November, dan mengatakan "ia tak terlalu tertarik dengan apa yang terjadi di sana".

Masih "berkoar"

Meskipun sampai sekarang belum mampu menaklukkan pasukan pro-Dudayev, Grachev -- ketika membantah bahwa pasukan Rusia telah mengalami kegagalan di Chechnya -- menyatakan pasukannya "sebenarnya dapat saja merebut kota berpenduduk 450.000 orang itu dalam waktu dua jam".

Tetapi pertempuran pada November tersebut menyulut perang besar-besaran yang sampai sekarang dilaporkan telah menewaskan antara 15.000 dan 30.000 orang, merusak dan menghancurkan puluhan ribu rumah, tapi masih saja tak berhasil menggilas gerakan separatis Dudayev.

Dudayev masih terus berkomentar dengan nada yang kian membangkang dan mengancam akan menghukum mati prajurit Rusia yang tertangkap pada 26 November.

Selain itu pemimpin separatis Chechnya tersebut juga mengancam akan menjadikan republik itu sebagai Afghanistan kedua kalau permusuhan terus berlanjut.

Beberapa pemboman, yang menurut Moskow bukan dilancarkan oleh pasukannya, dilancarkan terhadap Grozny, terutama terhadap daerah tempat tinggal Dudayev, dan bandar udara kota tersebut.

Korban di pihak sipil akibat pemboman itu bertambah banyak dan pasukan Rusia mulai ditempatkan di perbatasan dengan republik Kaukasus itu.

Pada 6 Desember 1994, Dudayev bertemu dengan Grachev di Republik Ingusethia -- tetangga Chechnya yang juga dikuasai Rusia -- dan mengatakan, "Kami telah menyepakati penyelesaian damai."

Akan tetapi harapan yang mulai muncul setelah pertemuan kedua pejabat tersebut segera sirna lagi.

Pada 9 Desember 1994 Yeltsin memerintahkan penggunaan "semua upaya yang mungkin guna menghentikan kegiatan tidak sah satuan bersenjata di Chechnya".

Dua hari kemudian tiga gelombang kendaraan lapis baja dan infantri melancarkan serangan terhadap Chechnya dan dalam waktu satu pekan serangan udara terhadap Grozny mulai dilancarkan.

Pertempuran memperebutkan ibukota Chechnya itu berlangsung selama enam pekan sampai pasukan Dudayev dipaksa mundur.

Namun berakhir kah aksi separatis Dudayev? Ternyata tidak! Pertempuran sengit berkecamuk di seluruh bagian selatan Chechnya sampai gencatan senjata bulan Juni.

Sekali lagi genderang perang bergema hanya dua pekan setelah jalan menuju perdamaian kelihatannya terhampar di wilayah Kaukasus tersebut.

Rusia sejak tahun lalu telah berulangkali memerintahkan pasukan separatis menyerahkan senjata mereka dan pada Agustus tahun ini Yeltsin mengancam akan menggunakan kekerasan jika tuntutan Moskow tak dituruti.

Namun sampai sekarang pasukan yang setia kepada Dudayev masih menguasai daerah selatan Chechnya dan bentrokan sporadis masih sering terjadi.

Sejak mula Rusia sebenarnya khawatir keterlibatan pasukannya di Chechnya akan menyeretnya ke dalam perang gerilya yang berlarut dan menguras banyak enerji serta biaya. (26/11/95 10:05)

Tidak ada komentar: