Rabu, 14 Mei 2008

RUSIA KEMBALI "MELIRIK" TIMUR TENGAH

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 30/10 (ANTARA) - Rusia, kendati menghadapi kemelut di dalam negerinya, bermaksud menghidupkan kembali pengaruh politik yang pernah dinikmatinya di "lahan penghasil minyak" Timur Tengah.

Niat salah satu penaja proses perdamaian Timur Tengah itu diperlihatkan dengan mengirim Menteri Luar Negeri Rusia Yevgeny Primakov ke Timur Tengah akhir Oktober ini.

Tujuannya, menurut kantor berita Perancis AFP, ialah untuk mengajukan "gagasan baru" mengenai proses perdamaian yang makin tersendat setelah Benjamin Netanyahu menjadi perdana menteri Israel bulan Juni.

Selama ini Rusia --yang menggantikan bekas Uni Sovyet-- bersama AS menjadi penaja proses perdamaian tersebut, tapi nyaris tak memainkan peran apa-apa.

Perebutan peran dan kharisma di Timur Tengah kelihatannya semakin ramai setelah sebelumnya Presiden Perancis Jacques Chirac melakukan lawatan ke wilayah yang mudah bergolak itu.

Chirac bahkan memicu kegeraman Israel ketika dalam lawatannya ia lebih memilih berpidato di hadapan rakyat Palestina dan bukan di parlemen Israel.

Selain itu, Chirac juga melontarkan gagasan bahwa hanya perdamaian yang dapat menjamin keamanan Israel, masalah yang selalu diangkat dan dijadikan dalih oleh Netanyahu untuk menghambat proses perdamaian.

Kini Rusia --sekalipun dirundung kemelut politik yang mengakibatkan dipecatnya kepala dinas keamanan Kremlin, Alexander Lebed-- masih "menyempatkan diri" untuk terjun kembali ke kancah politik Timur Tengah.

Primakov, yang memiliki pengalaman luas di dunia Arab, akan melancarkan misi serupa dengan yang dilakukan Chirac.

Harian independen berbahasa Rusia, Nezavissimaya Gazet, berkomentar bahwa Primakov mungkin akan menghadapi persoalan seperti yang dihadapi Chirac.

Rusia, sama halnya dengan Perancis, menggembar-gemborkan memiliki hubungan tradisional dengan dunia Arab dan mempunyai sikap "sangat dekat dan bahkan serupa" mengenai proses perdamaian Timur Tengah.

Selama ini Amerika Serikat memainkan peran tunggal dalam proses perdamaian Timur Tengah, tapi dianggap lebih condong pilih kasih dan membela Israel secara berlebihan.

Primakov juga diduga akan menekan Netanyahu agar kembali ke prinsip tanah bagi perdamaian, yang menjadi landasan proses perdamaian yang diawali dengan konferensi Madrid Oktober 1991.

Namun Netanyahu telah mengajukan persyaratan baru sebelum ia menyatakan bersedia menerapkan persetujuan tahun 1995 mengenai penarikan pasukan Israel dari wilayah-wilayah Palestina.

Perdana menteri garis keras sayap kanan Israel tersebut juga menolak penarikan dari Dataran Tinggi Golan, persyaratan yang diajukan Suriah bagi perdamaian dengan Israel.

Sebelumnya, Primakov menyatakan Rusia tak ingin menyaksikan proses perdamaian harus selalu dimulai dari awal lagi karena itu hanya menghasilkan kemunduran dan membuat proses tersebut berputar "dalam lingkaran setan".

Usul praktis

Mengenai lawatan Primakov itu, Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Viktor Possuvaliuk diberitakan mengatakan bahwa untuk menembus kebuntuan, Primakov akan menyampaikan "usul dan gagasan baru, bukan sesuatu yang sudah menjadi lagu lama".

Primakov, katanya, terutama akan mengajukan "usul praktis" guna menghidupkan kembali pembicaraan jalur Suriah-Israel yang macet sejak Februari.

Namun banyak diplomat Rusia diberitakan tak berharap akan muncul keajaiban.

Harapan bagi keberhasilan lawatan Primakov juga biasa-biasa saja karena Rusia menyadari betapa sulitnya mengembalikan proses perdamaian ke jalurnya.

Meskipun begitu, Rusia bermaksud menjadikan lawatan Primakov tersebut sebagai upaya untuk menghidupkan kembali pengaruh Rusia di Timur Tengah, yang saat ini didominasi diplomasi AS.

Secara resmi Rusia bersama AS menjadi penaja proses perdamaian itu, tapi sejak runtuhnya Uni Sovyet, pengaruhnya di wilayah yang mudah bergolak tersebut kian sirna.

Primakov diperkirakan akan menjadikan kebuntuan dalam proses itu sebagai alasan untuk mewujudkan tandingan perimbangan yang selama ini bias karena sikap pro-Israel yang diperlihatkan Washington.

Proses perdamaian tersebut juga sangat tergantung pada apa yang terjadi di dalam negeri Amerika.

Akibatnya, banyak pihak berpendapat perundingan perdamaian tersebut baru dapat dilanjutkan setelah pemilihan umum 5 November di Amerika Serikat.

Sementara itu perundingan Palestina-Israel mengenai pengaturan tentara Israel di Al-Khalil, Tepi Barat Sungai Jordan, sampai babak terakhir Sabtu malam (26/10) tidak menghasilkan apa-apa.

Israel, berdasarkan Persetujuan Prinsip-prinsip yang ditandatangi di Washington September 1993, mestinya telah menarik tentaranya dari kota makam para nabi itu awal tahun ini.

Tetapi penarikan itu ditangguhkan bekas pemerintah Partai Buruh setelah terjadinya serangkaian pemboman bunuh diri yang menewaskan tak kurang dari 50 orang Yahudi di Israel oleh kelompok garis keras Palestina.

Sekarang Primakov bermaksud melicinkan jalan bagi proses perdamaian tersebut.

Namun Primakov tampaknya akan menghadapi rintangan lebih besar dibandingkan dengan Chirac.

Perancis masih memiliki "kartu as" untuk disodorkan, Eropa tak ingin hanya menjadi penyandang dana bagi Timur Tengah, sedangkan Rusia tidak memiliki harta untuk ditanam di wilayah itu.

Yang dapat diandalkan Primakov dalam lawatannya hanyalah meningkatkan diplomasi. (30/10/96 10:39)

Tidak ada komentar: