Rabu, 28 Mei 2008

SADDAM "MAIN API" DI BAGIAN UTARA NEGERINYA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 3/9/96 (ANTARA) - Presiden Irak Saddam Hussein, yang hari Senin (2/9) dilaporkan menarik militernya, "bermain api" dengan mengirim pasukan dan melibatkan diri dalam pertikaian antar-Kurdi di bagian utara negerinya akhir pekan lalu.

Tindakan pemerintah Baghdad tersebut tentu saja memancing reaksi keras dari Washington dan Presiden AS Bill Clinton mengisyaratkan akan melakukan aksi militer untuk menjawab keterlibatan militer Baghdad di Irak utara, yang praktis tidak berada di bawah pemerintah pusat.

Amerika Serikat selama bertahun-tahun telah berusaha menjadikan Resolusi Nomor 688 Dewan Keamanan PBB, yang bulan April 1991 mengutuk tindakan keras pemerintah Irak atas kaum minoritas, sebagai landasan bagi pemberlakuan zona larangan terbang di bagian utara dan selatan Irak.

Beberapa pejabat AS sekarang dilaporkan berpendapat bahwa tindakan militer Irak di Arbil, kubu faksi Uni Patriotik Kurdistan (PUK), melanggar resolusi tersebut.

Namun Resolusi Nomor 688, meskipun mendorong pembagian bantuan kepada suku Kurdi oleh organisasi-organisasi internasional setelah Perang Teluk 1991, tidak secara khusus menetapkan zona larangan terbang bagi militer Irak dan tidak berisi ancaman penggunaan kekuatan militer.

China, misalnya, pernah mengancam akan menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan untuk menentang tindakan yang dapat mensahkan campur tangan militer asing selama perdebatan mengenai resolusi tersebut ketika bekas presiden Perancis Francois Mitterrand mendesak Dewan Keamanan agar mensahkan aksi semacam itu.

Pesawat-pesawat Inggris, AS, dan Perancis memang melakukan patroli di daerah itu sejalan dengan Operasi Penyediaan Bantuan yang telah diberlakukan sejak Juli 1991.

Banyak pengulas, sebagaimana dilaporkan kantor-kantor berita transnasional, berpendapat tindakan militer Irak terhadap Arbil di depan mata angkatan udara multinasional pimpinan AS membuktikan ketakmampuan Barat dalam menggalang persatuan di kalangan suku Kurdi.

Sejak berakhirnya Perang Teluk, AS dan aliansinya telah memberi perlindungan kepada suku Kurdi, tindakan yang dianggap sebagai dukungan setengah hati karena Washington tak pernah menyokong pemberontak Kurdi Turki, salah satu anggota NATO.

Presiden Irak disebut-sebut mengeksploitasi perpecahan di kalangan suku Kurdi, sementara banyak kalangan berpendapat kebanyakan oposisi Irak memiliki satu kesamaan, kebencian mereka terhadap Saddam Hussein.

Selama ini PUK, yang dipimpin oleh Jalal Talabani, tidak pernah akur dengan faksi lain Partai Demokratik Kurdistan (KDP), yang dipimpin oleh Massoud Barzani dan yang beraliansi dengan militer Irak.

Talabani, yang dulunya adalah juga anggota KDP, menuduh faksi yang didirikan oleh Mullah Mustafa Barzani tahun 1946 di pengasingan di bekas Uni Soviet itu sebagai organisasi terbelakang dan sempit.

Talabani keluar dari KDP dan kemudian mendirikan PUK bulan Juni 1975 sebagai partai politik modern.

PUK menguasai bagian tengah dan tenggara Irak dan menguasai ibukota provinsi Irak Utara, Arbil, setelah melancarkan serangan tahun 1994.

KDP belum lama ini menuduh PUK mendapat dukungan militer dari Iran.

Kedua faksi tersebut, yang tak lama setelah Perang Teluk 1991 membentuk aliansi rapuh, telah sering berganti aliansi antara pemerintah Baghdad dan Teheran.

KDP menyatakan minta dukungan Baghdad setelah melihat PUK mulai memperoleh dukungan dari Iran dalam pertempuran paling akhir mereka, tuduhan yang dengan cepat dibantah Teheran.

Kesediaan Baghdad memenuhi permintaan KDP dilaporkan membuat terkejut pihak Barat dan juga kedua faksi Kurdi yang bertikai tersebut.

Campur tangan Saddam Hussein di Irak Utara dipandang sebagai "pesan jelas" buat Barat dan rakyatnya bahwa ia membawahi militer dan akan menghadapi setiap tantangan terhadap negerinya.

Pengaruhi pasar minyak

Tindakan berani Saddam tersebut juga dilaporkan mempengaruhi pasar minyak dunia hari Senin dan membuat naik harga dari 21,60 dolar per barel menjadi 20,78 dolar per barel.

Banyak pedagang diberitakan khawatir serangan Irak akan menunda penerapan persetujuan penjualan minyak buat pangan antara Baghdad dan PBB, yang akan mengembalikan minyak Irak ke pasar internasional untuk pertama kali dalam waktu enam tahun.

Hari Ahad (1/9), Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali mengatakan ia "sangat prihatin" dengan serbuan militer Irak ke daerah yang dirancang PBB sebagai zona aman di Irak Utara dan "PBB akan menunda penerapan persetujuan tersebut".

Seorang pengulas masalah minyak dilaporkan berpendapat jawaban yang mungkin dilakukan terhadap Irak adalah penundaan resmi penerapan persetujuan Resolusi Nomor 986 Dewan Keamanan PBB itu.

Resolusi tersebut mengizinkan penjualan minyak mentah Irak ke pasar internasional untuk pertama kali sejak serdadu Baghdad menyerbu Kuwait Agustus 1990.

Irak, berdasarkan persetujuan itu, diperbolehkan mengekspor minyak seharga dua miliar dolar AS atau sebanyak 700.000 barel per hari.

Penundaan penerapan persetujuan tersebut dapat berdampak kuat pada pemasokan minyak mentah ke pasar internasional.

Namun seorang pengamat berpendapat dampak yang timbul akibat penundaan penerapan persetujuan itu akan tergantung pada jangka waktu perpanjangan embargo atas ekspor minyak Irak.

Penundaan selama beberapa pekan takkan memiliki dampak besar pada pasar, tapi jika penundaan sampai mencapai enam bulan atau lebih lama lagi, maka pemasokan minyak mentah dunia akan jauh lebih kecil dari yang diperkirakan.

Kejadian semacam itu akan memiliki "dampak besar" pada harga pasar, kata seorang pengamat kepada AFP.

Kemunduran Barat

Terlepas dari pengaruhnya terhadap pasar minyak dunia, serangan militer Irak tersebut tak diragukan merupakan kemunduran dari apa yang diingini Barat.

Dampak serangan itu cukup besar terhadap "mitologi mengenai solidaritas Kurdi" dalam menentang Saddam dan juga menjadi pukulan terhadap pasukan multinasional yang melindungi suku pemberontak tersebut.

Arbil adalah pusat penentangan terhadap Saddam dan menjadi tempat parlemen oposisi, kata seorang tokoh oposisi Irak kepada Reuter.

Saling pendekatan antara Barzani dan Saddam juga diberitakan telah menimbulkan keraguan baru mengenai masa depan Operasi Penyediaan Bantuan dari pangkalan pasukan multinasional di Turki.

Akibat serangan itu, AS diduga terpaksa akan menghentikan penerapan zona larangan terbang atas Irak, mengakhiri seruannya bagi penentangan bersatu kelompok oposisi dan mencari alasan baru untuk menekan Saddam.

Sekarang belum lagi Barat mencapai kesepakatan mengenai "bentuk hukuman" terhadap pemerintah Baghdad, Irak dilaporkan telah mulai menarik tentaranya dari wilayah utara.

Seorang diplomat NATO, sebagaimana dilaporkan Reuter, berkomentar, "Sekarang kami harus bertanya pada diri kami, siapa yang kami lindungi? Jika KDP telah beraliansi dengan Saddam dan menggempur saudara-saudaranya sesama suku Kurdi, lalu apa manfaat kehadiran jet-jet Barat?" (3/09/96 12:11)

Tidak ada komentar: