Rabu, 14 Mei 2008

TALIB MULAI LAKSANAKAN TEKAD TERAPKAN HUKUM ISLAM

Oleh :Chaidar Abdullah

Jakarta, 4/10 (ANTARA) - Mullah Talib, faksi tangguh yang lahir dari tempat-tempat mengaji Al-Qur'an di Afghanistan dan Pakistan, setelah merebut Kabul akhir September 1996 kini mulai membuktikan janjinya untuk menerapkan hukum Islam. Namun, benarkah tindakannya adalah hukum murni syari'ah?

Sekitar dua tahun sejak kemunculannya di provinsi Kandahar, Afghanistan Selatan, faksi santri itu selalu menerapkan hukum Islam secara ketat di setiap wilayah yang dikuasainya. Saat ini Talib menguasai sekitar tiga perempat wilayah Afghanistan.

Saat memasuki Kabul tanggal 27 September, kejadian yang dilaporkan kantor-kantor berita transnasional nyaris tak mengeluarkan satu peluru pun, faksi ini mencoreng mukanya sendiri dengan menghukum mati bekas penguasa dukungan bekas Uni Sovyet, Mohammad Najibullah.

Najibullah dilaporkan dihukum mati di hadapan regu tembak dan kemudian mayatnya, bersama mayat adiknya, digantung di jalan umum di ibukota Afghanistan.

Faksi yang saat pertama kali muncul mengibarkan nama Mullah Talib tersebut kemudian mulai memberlakukan hukum keras.

Semua pemeluk Islam di Kabul diharuskan shalat berjamaah di masjid dan jika ada yang tidak melaksanakan shalat harus diserahkan kepada faksi itu.

Kaum wanita harus tinggal di rumah dan dilarang bersekolah, serta bekerja sampai ada instruksi lebih lanjut dan diwajibkan mengenakan jilbab bila mereka ke luar rumah.

Namun, belakangan ini penjabat Deputi Menteri Luar Negerinya Mohammed Stanakzai mengeluarkan "pernyataan yang lebih lunak".

"Menurut hukum Islam, pendidikan adalah wajib bagi wanita dan tidak dibatasi baik bagi pria atau wanita," katanya kepada AFP.

Faksi Talib, katanya, "tidak menentang pendidikan bagi kaum wanita. Semua wanita dapat memperoleh pendidikan dan takkan ada orang yang menghalangi mereka."

Semua pemberitaan mengenai larangan permanen bagi wanita untuk memperoleh pendidikan dan bekerja adalah bagian "dari desas-desus besar".

Akan tetapi, tersiarnya larangan bagi kaum wanita untuk bekerja dilaporkan telah menyulut pengungsian besar, terutama oleh kalangan moderat.

Orang-orang yang berselingkuh dan mabuk akan dijatuhi hukuman mati, dan pencuri akan menjalani hukuman potong tangan.

Faksi misterius tersebut yang dipimpin tokoh yang tak kalah misteriusnya, Mullah Muhammad Omar, juga memerintahkan para pengemudi bus dan taksi agar menghentikan kendaraan mereka di masjid terdekat untuk melakukan shalat berjamaah.

Faksi tersebut juga memerintahkan kaum pria di wilayah yang dikuasainya untuk memelihara jenggot dengan batas waktu paling lama selama enam pekan.

Amir Khan Muttaqi, yang diangkat sebagai Menteri Penerangan dan Kebudayaan sementara, kepada AFP mengatakan bahwa jika dunia luar keberatan dengan semua rencana penerapan hukum syari'ah, maka berarti "itu adalah serangan terhadap Islam" dan mencampuri urusan intern Afghanistan.

Sisi baik

Kini, sekitar satu pekan sejak Talib menguasai Kabul dan sementara dunia menyaksikan perkembangan tindakan faksi garis keras itu, banyak pengemudi truk dan pedagang kecil dilaporkan merasa senang dengan terdongkelnya pemerintah lama.

Seorang pedagang valuta asing di ibukota Afghanistan mengatakan kepada Reuter bahwa sebelumnya orang harus menyembunyikan uang karena mereka tak tahu kapan anggota pemerintah terdahulu akan datang dan menjarah mereka. Kegiatan usaha pun, katanya, sangat menyedihkan.

"Namun, Talib sangat disiplin dan tak ada pencurian, keadaan aman serta kegiatan usaha berjalan lancar", katanya.

Sejak dikuasai Talib, para pedagang kecil dilaporkan menyatakan kondisi kehidupan meningkat drastis karena kegiatan usaha merangkak naik menuju tingkat normal dan harga turun tajam.

Sebelumnya, nilai satu dolar AS dilaporkan bernilai 21.000 Afghanis, tapi kini berharga 15.000 Afghanis.

Nilai tukar Rupee Pakistan juga naik dari 500 menjadi 300 Afghanistan per satu Rupee.

Pembukaan kembali jalan Khyber Pass, kendati kondisinya buruk dan sangat panjang, diberitakan telah membuka kembali jalur pemasokan reguler.

Kepergian pemerintah lama juga telah menambah pemasokan untuk rakyat, karena pemerintah itu biasa membeli pangan untuk tentaranya di pasar.

Akibat tindakan tersebut, rakyat biasa dilaporkan tak kebagian apa-apa di pasar, sedangkan Talib memasok diri sendiri sehingga banyak barang di pasar buat rakyat biasa.

Dikecam

Tindakan Talib yang menerapkan hukum secara tak kenal kompromi belum lama ini dikecam Iran, yang oleh Barat justru dianggap sebagai negara berhaluan keras.

Ayatullah Ahmad Janati, tokoh berpengaruh Syiah dalam pemerintah Iran dan berhaluan ultra-konservatif, diberitakan menggambarkan tindakan Talib sebagai "pelanggaran, picik dan reaksioner".

Dengan kedok agama dan spiritualisme, Talib telah menduduki Kabul dan menimbulkan kekhawatiran, katanya.

"Dengan slogan-slogan reaksioner dan mengatasnamakan Islam, mereka melarang anak gadis bersekolah, mencegah wanita bekerja dan melakukan pelanggaran aneh," kata tokoh fanatik Syiah itu sebagaimana dikutip AFP.

"Bagaimana kelompok ini akan memperkenalkan Islam kepada dunia luar? Apakah faksi ini akan menghasilkan sesuatu selain merusak reputasi Islam? Benar-benar pelanggaran picik dengan mengatasnamakan Islam," katanya.

Menurut Janati, jatuhnya Kabul ke tangan Talib mengakibatkan kekhawatiran di kalangan rakyat Afghanistan, yang biasa hidup dalam suasana sekuler, dan tetangga-tetangga negeri tersebut.

Kekhawatiran semacam itu selama ini sudah merebak. Rusia menyerukan penyelenggaraan konferensi tingkat tinggi Persemakmuran Negara Merdeka (CIS) guna membahas situasi di Afghanistan.

Kepala Dinas Keamanan Nasional Rusia Alexander Lebed melontarkan tuduhan bahwa Talib mungkin akan merebut pos-pos perbatasan Rusia di Tajikistan, yang bertetangga dengan Afghanistan, sehingga jalur ke dataran rendah akan terbuka.

Arsitek perdamaian Chechnya tersebut juga menuduh Talib ingin mencaplok Uzbekistan dan Tajikistan.

Menurut Lebed, Moskow harus segera melakukan tindakan diplomatik guna "memulihkan ketenangan di Afghanistan".

Jika tidak, maka perang 21 bulan di Chechnya akan tampak "seperti luka kecil dibandingkan dengan keadaan yang akan muncul".

Kini belum lagi mendapat dukungan masyarakat internasional, faksi cantrik itu mulai mengarahkan moncong peralatan perangnya ke arah Afghanistan Utara --kubu gembong perang Jenderal Abdul Rashid Dostum.

Sejak Talib hadir di kancah pertempuran Afghanistan, wilayah kekuasaan faksi Dostum, Jumbish-i-Mili, tak tersentuh amunisi.

Jika sampai tersentuh amunisi, maka Talib agaknya sukar untuk mengakhiri pertempurannya dengan pasukan Dostum, dan bukan tak mungkin keduanya akan mengalami kerusakan parah karena kekuatan mereka cukup berimbang. (04/10/96 22:54)

Tidak ada komentar: