Selasa, 19 Agustus 2008

LOLOS DARI OPERASI, YELTSIN DIHADANG MASALAH POLITIK DAN EKONOMI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/12/96 (ANTARA) - Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang baru kembali ke Kremlin setelah menjalani perawatan pasca-operasi jantung pada Senin (23/12), harus segera berhadapan dengan setumpuk masalah politik dan ekonomi.

Dua belas bulan lalu Yeltsin juga berhadapan dengan banyak persoalan rumit; mulai dari masalah kesehatan setelah ia mengalami dua serangan jantung, pertempuran di republik separatis Chechnya, popularitasnya merosot sementara kemungkinannya untuk menang dalam pemilihan umum kelihatan suram.

Meskipun begitu, ia dapat mengatasi semua itu, dan setelah melewati "ujian terberatnya" dalam pemilihan umum ia muncul sebagai pemenang dalam pemungutan suara kedua pada 3 Juli.

Lalu, setelah melewati saat-saat melelahkan selama kampanye pemilihan umum, Yeltsin menghadapi penyakit jantung --yang membuatnya tak dapat merayakan kemenangan kedua bagi jabatan presiden Rusia.

Operasi tersebut mulanya dijadwalkan berlangsung dalam waktu satu atau dua bulan tapi ditunda karena kondisinya tidak memungkinkan.

Tetapi Yeltsin sekali lagi selama dalam operasi 5 November dan kembali ke Kremlin lebih cepat dari perkiraan para dokternya.

Selama menunggu pelaksanaan operasi besar itu, para pengincar kekuasaan di Rusia saling menyebar pengaruh dan berusaha membuka peluang ke kursi presiden negeri tersebut.

Para pesaing utama tersebut adalah Alexander Lebed, arsitek perdamaian Chechnya yang belakangan dipecat Yeltsin dari jabatan kepala keamanan Rusia, Antony Chubais, Perdana Menteri Victor Chernomyrdin dan Gennady Zyuganov --pemimpin komunis yang dikalahkan Yeltsin dalam "dwitarung" bagi kursi presiden.

Lebed, yang juga mencalonkan diri dalam pemilihan umum bulan Juni dan menempati urutan ketiga serta menjadi koalisi penentu bagi Yeltsin, mulanya menyatakan bahwa ia bergabung dengan Yeltsin untuk mencegah kembalinya komunis di negeri itu dan karena Yeltsin memberinya mandat untuk memerangi kejahatan serta korupsi.

Namun Lebed tak pernah menyembunyikan ambisinya untuk menjadi presiden Rusia, dan belakangan menyatakan bahwa Yeltsin lebih baik mundur.

Pada saat yang sama pensiunan jenderal tersebut mulai meniti popularitasnya sejak Juni. Lebed juga dipilih oleh Yeltsin untuk memegang wewenang atas angkatan bersenjata, yang menghadapi berbagai persoalan.

Ia juga mendapat kredit tambahan karena dapat membawa perdamaian ke Chechnya. Berkat keterampilan dan upayanya persetujuan perdamaian dapat ditandatangani 31 Agustus guna menyelesaikan konflik yang timbul akibat upaya separatis republik Kaukasus itu.

Namun karena pertikaian dengan pejabat lain Kremlin membuat Lebed dipecat 17 Oktober dari jabatan pemimpin dewan keamanan Rusia.

Dalam suatu pernyataan yang disiarkan AFP 25 Desember, Lebed menyatakan bahwa ia merencanakan untuk membentuk partai politik baru.

Lebed (46) semakin merasakan perlunya memiliki aparat politik yang dapat diandalkannya.

Selain Lebed, Yeltsin juga harus menghadapi Chubais -- yang juga menjadi pesaing utama bagi Lebed.

Chubais, yang telah menjadi pembantu dekat Yeltsin dan secara gemilang mengatur kampanye Yeltsin, belakangan menghadapi tuduhan bahwa ia mengubah Rusia menjadi lembaga yang tidak konstitusional.

Ia juga diduga sedang menimbun kekuatan sehubungan dengan sakitnya Yeltsin dan mengincar kursi presiden.

Sementara itu posisi Chernomyrdin, yang diserahi kunci senjata nuklir saat Yeltsin menjalani operasi jantung, bertambah kuat dengan tersisihnya saingan-saingan utamanya.

Chernomyrdin juga dapat mengklaim suksesi kalau jabatan presiden tersebut kosong. Jika presiden masih hidup tapi tak mampu melaksanakan tugas, Chernomyrdin hanya akan menjadi penjabat presiden, namun undang-undang dasar Rusia tidak menjelaskan istilah "tidak mampu" itu.

Pemerintah Yeltsin juga menghadapi masalah penundaan pembayaran gaji dan pensiun, yang langsung melanda jutaan pensiunan dan pegawai di negeri itu --termasuk pekerja tambang, guru, dokter dan tenaga ahli nuklir.

Rencana mendatang Yeltsin

Kini, setelah keluar dari rumah sakit dan kembali ke Kremlin, Yeltsin dilaporkan AFP berjanji akan melakukan tindakan keras guna "memulihkan keadaan" pada sistem penarikan pajak Rusia, sehingga penundaan pembayaran pensiun dan gajid akan dapat diatasi.

Yeltsin berpendapat, tindakan-tindakan yang sejauh ini dilakukan untuk mengatasi krisis pembayaran tersebut tidak memadai. Krisis itu terjadi karena pembayaran gaji dan pensiun tertunda berbulan-bulan.

Utang negara kepada rakyat, menurut Yeltsin, tetap besar dan standard hidup rakyatnya pratis rendah.

Guna mengatasi krisis pembayaran itu, Yeltsin menyatakan bahwa ia akan "menggunakan semua wewenang yang diberikan rakyat dengan memilihnya sebagai presiden".

Pemimpin Kremlin tersebut juga membantah pendapat sebagian orang bahwa "selama ia absen dari pemerintahan, kepekaannya terhadap penderitaan dan keperluan rakyat telah pudar".

Langkah pertama yang akan dilakukannya guna mengatasi krisis itu ialah melakukan pengumpulan pajak secara penuh tepat pada waktunya.

Ia juga berusaha meyakinkan rakyat bahwa masalah penundaan pembayaran gaji dan pensiun "akan menjadi masa lalu".

Akibat penundaan pembayaran gaji dan pensiun tersebut, hampir satu juta pekerja tambang melakukan pemogokan awal Desember dalam protes massal terbesar di Rusia sejak runtuhnya Uni Sovyet pada 1991.

Wilayah Primorye dan timur jauh Rusia diberitakan menghadapi kelumpuhan total ketika para pekerja angkutan dan perusahaan listrik negara melakukan pemogokan.

Pada Oktober Dana Moneter Internasional (IMF) menunda pencairan sebesar 340 juta dolar AS dari 10 miliar dolar AS pinjaman buat Rusia. Alasannya ialah pemerintah Rusia memiliki catatan rendah dalam pengumpulan pajak.

Meskipun IMF pada Desember mencairkan juga pinjaman tersebut, badan dunia itu menyatakan bahwa keputusan untuk memberikan bantuan untuk November dan Desember takkan dilakukan sampai Februari.

Untuk menyelamatkan negerinya dari rongrongan kesulitan ekonomi, Yeltsin berpendapat diperlukan tindakan terpadu antara dirinya, pemerintah pusat dan lokal, parlemen, serta badan kehakiman. ( 28/12/96 10:48 )

PENYANDERAAN GUNCANG PERU PADA PENGHUJUNG 1996

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 21/12/96 (ANTARA) - Pemerintah Presiden Alberto Fujimori, yang lebih dikenal lewat taktik keras dibandingkan dengan diplomasi, diguncang drama penyanderaan dan membuatnya menghadapi masalah berat saat ia berjuang menyelesaikan krisis tersebut pada penghujung 1996 ini.

Fujimori, yang biasanya bersikap keras terhadap pemberontak, menghadapi tekanan masyarakat internasional agar berunding dan menghindari pertumpahan darah.

Kelompok pemberontak Gerakan Revolusioner Tupac Amaru (MRTA) menyandera lebih dari 400 orang di kediaman duta besar Jepang di ibukota Peru, Lima, sejak Selasa (17/12).

Empat hari kemudian anggota kelompok Marxis-Leninis tersebut, yang masih menyandera sebanyak 360 orang setelah membebaskan sebagian sandera karena masalah kesehatan, mengeluarkan pernyataan.

Seperti yang telah diterjemahkan Reuter, pernyataan tersebut menyebutkan bahwa "MRTA menyatakan kembali, tekanan keras berupa pendudukan atas kediaman duta besar Jepang dilakukan untuk menyelamatkan teman mereka yang dipenjarankan. Sebanyak 400 anggota kelompok itu, termasuk pemimpinnya Victor Polay Campos, disekap di penjara Peru.

Kedua mereka menyatakan, bahwa perlakuan yang diberikan kepada sandera sejalan dengan ketentuan kedaulatan kemanusiaan 'yang selalu menjadi ciri organisasi kami'."

"Untuk mewujudkan penyelesaian melalui perundingan politik bagi semua masalah ini, kami akan membebaskan tanpa syarat semua wanita dan pria tua yang mengalami gangguan kesehatan, termasuk keluarga (Presiden Alberto) Fujimori," demikian pernyataan ketiga MRTA

"Namun di pihak pemerintah, masih terdapat sikap yang mempengaruhi orang-orang yang ditahan oleh MRTA. Pemerintah juga telah memutuskan saluran telepon, air dan listrik, tindakan yang lebih menekan orang-orang tersebut --yang mestinya mendapat dukungan."

Menurut MRTA satu-satunya penyelesaian yang mungkin dicapai ialah dengan mendengarkan permintaan mereka dan membebaskan semua anggota mereka yang dipenjarakan.

"Kami berpendapat, isyarat ke arah itu akan membantu terciptanya langkah pertama menuju penyelesaian menyeluruh masalah kerusuhan politik melalui jalur dialog dan persetujuan perdamaian yang langgeng."

Mereka juga mengatakan menyampaikan sikap tersebut kepada para sandera, terutama orang terhormat dari jajaran diplomatik di sini dan yang dapat kami ajak berunding guna mencapai penyelesaian menyeluruh.

"Kami berpendapat, dilanjutkannya sikap yang diambil pemerintah, sebagian pemerintah dan wartawan tertentu yang menyebut kami 'pembunuh dan teroris' tidak memperlancar penyelesaian," kata mereka dalam pernyataan tersebut.

Dalam pernyataan itu disebutkan pula bahwa, "Sikap dialog ini yang diusulkan MRTA bukan baru. Sepanjang kehadiran kami, kami selalu memperlihatkan sikap menerima dialog ... ."

"Sebaliknya, kami menyatakan, melalui Komite Palang Merah Internasional bahwa kami telah meminta dihubungkan melalui telepon dengan kawan-kawan kami di penjara sehingga kami tahu keadaan kesehatan mereka saat ini."

Lewat pernyataan tersebut, mereka ingin menjelaskan kepada masyarakat internasional bahwa penyanderaan tokoh diplomatik merupakan cara untuk memperoleh orang yang dapat menjamin terwujudnya cara bagi penyelesaian damai."

"Namun, kami mengisyaratkan bahwa, seperti halnya kami mengusulkan penyelesaian menyeluruh, kami juga bersikap tegas dalam permintaan kami. Setiap tindakan keras yang dapat mempengaruhi fisik orang-orang yang dipenjarakan akan menjadi tanggung jawab utama pemerintah ... ."

Namun Fujimori, kendati menghadapi situasi paling buruk dalam karir politiknya, dilaporkan tak mau tunduk pada tuntutan.

Sebanyak 20 anggota MRTA yang melakukan penyanderaan itu juga telah mengancam akan membunuh para sandera jika tuntutan mereka tak dipenuhi.

Fujimori, yang telah melewati masa-masa sulit sejak ia mengalahkan penulis novel terkenal Mario Vargas Llosa dalam pemilihan umum 1990, juga tidak mengacuhkan ultimatum pemerontak untuk berunding secara pribadi dengan dia.

Presiden Peru itu malah sedang mempertimbangkan tindakan keras dalam waktu dekat terhadap pemberontak tersebut.

Namun sikap keras telah terbukti hanya membuahkan masalah. Jepang Jumat malam mengisyaratkan sikap yang sangat berbeda dengan sikap Fujimori mengenai cara menangani drama penyanderaan itu, dan banyak pemerintah juga menyerukan kedua pihak tersebut agar menahan diri.

Ketika Fujimori memangku jabatan, gerakan gerilya lain yang lebih besar dari MRTA -- Jalan Bersinar, yang beraliran Mao-- hampir berhasil menggulingkan pemerintah dan ekonomi Peru yang sedang terguncang.

Namun Fujimori melancarkan pembaharuan pasar bebas, dan mengantar Peru ke stabilitas ekonomi seperti saat ini.

Ia juga bersikap keras terhadap Jalan Bersinar dan MRTA dengan memberi restu kepada militer untuk menekan pemberontak.

Hasilnya dicapai pada 1992, ketika polisi anti-teroris menangkap pemimpin MRTA Victor Polay dan pemimpin Jalan Bersinar Abimael Guzman.

Namun, meskipun angka kerusuhan merosot tajam dan Fujimori berulangkali menyatakan bahwa ia telah mengalahkan pemberontak, tindakan spektakuler Selasa malam (17/12) oleh sebanyak 20 anggota MRTA membuktikan bahwa ia keliru.

Meskipun berhasil menyentak dunia dengan aksi penyanderaannya, anggota pemberontak itu dianggap berusaha menyelamatkan kelompok yang "sedang sekarat tersebut".

MRTA saat ini dilaporkan hanya memiliki lebih dari 80 anggota aktif, turun dari sebanyak 800 anggota pada penghujung 1980-an, dan sebanyak 450 anggotanya berada di balik terali besi.

Aksi kerusuhan yang disulut MRTA dan Jalan Bersinar mencapai masa puncaknya pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, tapi berangsur padam sejak tertangkapnya pemimpin kedua kelompok gerilya tersebut.

MRTA memperoleh dukungan pada pertengahan 1980-an, saat gerakan itu melancarkan aksi ala Robin Hood; merampok orang kaya dan membagikan hasil rampokan tersebut kepada orang-orang miskin, membajak truk dan membagikan barang bawaannya kepada petani.

Namun gerakan itu, yang lahir akibat kemiskinan yang melanda rakyat Peru, akhirnya kehilangan simpati setelah berpaling dan meningkatkan aksi penculikan, pemboman serta penyelundupan dan penyaluran obat bius.

Tidak seperti Jalan Bersinar, MRTA --yang berdiri pada 1983-- diberitakan tak pernah menjadi ancaman serius terhadap keamanan nasional Peru.

Namun aksi spektakulernya saat ini memberinya "nilai" tersendiri, dan jika aksi penyanderaan semacam itu menjadi "trend" baru jelas dapat membuat repot pemerintah. (21/12/96 14:36)

PERTEMPURAN KEMBALI GETARKAN AFGHANISTAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 30/12/97 (ANTARA) - Harapan rakyat Afghanistan akan terwujudnya perdamaian di negeri mereka tampaknya sekali lagi melesat dari genggaman pada penghujung 1996 , saat pertempuran berkecamuk lagi antara pasukan Talib dan aliansi bekas pemerintah-gembong Afghanistan Utara.

Arah pertempuran di negara Mujahidin telah berubah sejak faksi santri Talib menguasai Kabul 27 September lalu -- sekitar dua tahun sejak kelahirannya di Kandahar akhir 1994.

Harapan pada terwujudnya perdamaian pun timbul tenggelam sejak saat itu, sementara Talib harus berhadapan dengan pasukan bekas presiden Burhanuddin Rabbani, yang dipimpin Ahmad Shah Masood dan Jenderal Abdul Rashid Dostum dari Afghanistan Utara.

Meskipun aliansi anti-Talib tersebut belum memperlihatkan tanda akan dapat merebut Kabul, faksi santri yang disebut-sebut mendapat dukungan dari luar negeri itupun tidak memperlihatkan gejala akan mampu mendesak musuhnya kendati telah menguasai sekitar dua pertiga wilayah Afghanistan.

Talib bahkan pernah mengalami pukulan paling pahit sejak kelahirannya dari madrasah-madrasah di Afghanistan dan Pakistan, ketika lebih dari 400 petempurnya tewas saat memburu pasukan Masood ke Lembah Panjshier -- daerah kelahiran dan kubu pertahanan "Singa Panjshier" Ahmad Shah Masood.

Akhir pekan lalu, pasukan Talib diberitakan Reuter meraih kemenangan di garis depan di sebelah utara Kabul, tindakan yang menembus enam pekan kebuntuan di medan pertempuran. Kemenangan itu bahkan dipandang telah memulihkan moril para petempur faksi yang muncul secara misterius sekitar dua tahun lalu tersebut.

Faksi Talib dilaporkan mendesak mundur pasukan aliansi Afghanistan Utara sejauh lebih dari 10 kilometer ke dekat pangkalan udara Bagram, yang masih dikuasai musuhnya dan menangkap lebih dari 200 lawannya.

Wilayah yang dikuasai Talib saat ini membuat para petempurnya berada sekitar lima kilometer dari pangkalan udara Bagram.

Menurut komandan medan Talib, serangan tersebut "hanyalah langkah awal" dari rencana untuk menghancurkan musuh mereka dan "merebut kubu Dostum", kota para syahid Mazar-i-Sharif, di bagian utara negeri itu.

Aliansi anti-Talib diberitakan menderita kerugian besar dengan jatuhnya desa Istalif, yang terletak di jalur menuju gugusan gunung Hindu Kush.

Desa tersebut membuat para petempur Talib mempunyai pangkalan untuk menggempur pasukan saingannya di daerah lembah terbuka di hadapannya.

Akan tetapi, pukulan lebih berat bagi aliansi anti-Talib tampaknya pada sisi moral: pasukan gabungan Masood-Dostum telah berulangkali melancarkan serangan terhadap posisi Talib tapi selalu mengalami kegagalan.

Banyak pengulas diberitakan berpendapat, kekalahan saat ini dapat memperlemah ikatan aliansi anti-Talib.

Alasannya ialah aliansi oposisi memiliki kepentingan berbeda dalam menghadapi kemenangan Talib di Kabul. Anggota aliansi tersebut pernah saling gempur dalam memperebutkan Kabul dan masih tersimpan rasa saling tak percaya di antara mereka.

Serangan balasan

Namun moral pasukan aliansi anti-Talib kelihatannya belum hancur. Buktinya, pesawat-pesawat tempur aliansi itu dilaporkan AFP melancarkan serangan terhadap Kabul Sabtu malam (28/12).

Serangan tersebut dilancarkan terhadap terminal bandar udara internasional di bagian utara Kabul.

Namun serangan itu dilaporkan hanya mengakibatkan kerusakan kecil dan tidak merenggut korban jiwa di pihak Talib dan juga tidak merusak armada udara faksi cantrik tersebut.

Aliansi anti-Talib juga melancarkan serangan udara kedua dengan sasaran Istana Kepresidenan di bagian tengah kota Kabul. Dua bom dilaporkan menghantam bangunan itu.

Serangan ketiga dilancarkan terhadap jalan Khair Khana Pass, sebelah timurlaut Kabul. Jalan tersebut merupakan jalur pemasokan utama ke garis depan pertempuran tempat bakutembak dilaporkan berkecamuk sengit 27 Desember.

Ketika Talib menguasai ibukota Afghanistan akhir September, banyak pihak berpendapat bahwa pasukan gabungan anti-Talib akan mampu melancarkan serangan balasan dan mengusir penguasai baru Kabul itu.

Alasan utama pendapat tersebut ialah pasukan Dostum "masih segar" karena telah lebih dari dua tahun tidak terlibat dalam pertumpahan darah antar-Mujahidin.

Selain itu, pasukan gembong Afghanistan Utara itu juga dianggap paling terorganisir karena mendapat didikan dari bekas Uni Sovyet.

Suatu serangan balik oleh aliansi anti-Talib pertengahan Oktober memperlihatkan hasil, ketika Talib dipaksa mundur ke arah selatan dari posisinya di sebelah utara Kabul.

Sejak itu sejumlah serangan juga dilancarkan pasukan anti-Talib, tapi gagal memperlihatkan keberhasilan, apalagi jika terjadi pertempuran di daerah terbuka karena Talib memiliki senjata lebih lengkap.

Kegagalan lain pasukan aliansi anti-Talib juga disebut-sebut pada lemahnya persatuan di antara mereka.

Sikap Dostum kelihatannya masih diragukan oleh Masood dan bekas presiden Burhanuddin Rabbani; Dostum adalah bekas sekutu mendiang presiden asuhan bekas Uni Sovyet, Najibullah.

Bulan April 1992 ia berpaling ke Mujahidin dan mempercepat runtuhnya rejim komunis di Kabul.

Dostum kemudian beraliansi dengan Masood dan memerangi pasukan gabungan Hezb-i-Islami, yang dipimpin bekas perdana menteri Gulbuddin Hekmatyar, dan faksi Syiah Hezb-i-Wahdat.

Namun Januari 1994, Dostum bergabung dengan Hekmatyar dan memerangi pasukan Masood, tapi belakangan ia membiarkan Hekmatyar bersama Hezb-i-Wahdat memerangi pasukan Rabbani dan kembali ke kubunya di wilayah minyak Afghanitstan Utara.

Kini, setelah lebih dari empat tahun runtuhnya rejim komunis, pertumpahan darah tak kunjung reda dan hanya penderitaan yang dialami rakyat negara tersebut, bukan perdamaian, apalagi kemakmuran.

Harapan bagi terwujudnya perdamaian sempat bersinar ketika berbagai faksi yang bertikai di Afghanistan sepakat mengadakan pembicaraan perdamaian pada akhir Oktober.

Namun harapan tersebut kandas ketika aliansi anti-Talib melancarkan gempuran sebelum pembicaraan sempat dilaksanakan.

Iran dan Pakistan, dua tetangga Afghanistan, juga berusaha menggalang pembicaraan guna menyelesaikan pertikaian di negara Mujahidin itu.

Tetapi sekali lagi kegagalan menghadang. Alasannya, masing-masing pihak tidak terlalu percaya dengan kedua negara tetangganya tersebut karena keduanya dianggap terlibat dalam pertempuran dengan cara memberi dukungan kepada faksi-faksi yang saling bertikai. (30/12/96 12:06)

HAMBATAN DI BALIK KEGAGALAN PERSETUJUAN SOAL AL-KHALIL

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 5/1/97 (ANTARA) - Kegagalan upaya utusan khusus AS, Dennis Ross untuk mewujudkan penarikan militer Israel dari Al-Khalil tampaknya bukan hanya terletak pada sikap tak kenal kompromi PM Israel Benjamin Netanyahu, yang selalu menggembar-gemborkan masalah keamanan pemukim Yahudi di kota Para Nabi tersebut.

Israel dan Palestina pada Jumat (3/1) dilaporkan gagal mencapai persetujuan mengenai kota kecil di Tepi Barat Sungai Jordan itu. Berdasarkan Persetujuan Otonomi 1995, Israel mestinya telah menarik militernya dari sebagian besar wilayah Al-Khalil awal tahun lalu.

Tetapi penundaan demi penundaan harus dialami pihak Palestina; mula-mula karena gelombang pemboman bunuh diri di Israel, lalu sikap Netanyahu --yang menuntut penyediaan pengamanan bagi 400 pemukim Yahudi di antara lebih 120.000 orang Palestina di kota tersebut.

Setelah pertemuan dengan Presiden Palestina Yasser Arafat, Ross dilaporkan AFP mengatakan, "upaya-upaya serius" masih diperlukan guna menghilangkan berbagai rintangan yang menghalangi persetujuan mengenai penarikan militer Israel.

Ross merujuk kepada perbedaan pendapat mengenai masalah keamanan bagi Makam Para Nabi di Al-Khalil, tempat suci bagi umat Yahudi dan Muslim.

Pertemuan puncak antara Arafat dan pemimpin pemerintah sayap kanan Israel, yang sebelumnya diduga akan segera berlangsung, juga gagal terlaksana.

Namun di balik sikap tak kenal kompromi Netanyahu, tampaknya terhampar sikap yang tak kalah fanatiknya dari kabinet Israel (Knesset).

Netanyahu memang telah berulangkali menyatakan bahwa masalah keamanan orang Yahudi menjadi tonggak utama terciptanya perdamaian dengan pihak Arab.

Tetapi perpecahan dalam tubuh koalisi yang berkuasa di Israel kelihatannya bertambah besar sewaktu upaya bagi terwujudnya persetujuan untuk menyerahkan otonomi atas 80 persen wilayah Al-Khalil kepada Palestina makin memperlihatkan titik terang.

Mosi tak percaya

Menteri Prasarana Israel Ariel Sharon tetap berpendapat bahwa Israel mesti menguasai semua tanah yang dijanjikan Tuhan dalam Kitab Perjanjian Lama.

Selain Sharon, terdapat lima menteri dalam koalisi yang berkuasa di Israel tak mau mendukung Netanyahu ketika oposisi berhaluan kanan jauh Partai Moledet mengajukan mosi tak percaya terhadap Netanyahu akhir bulan Desember.

Meskipun mosi itu gagal, 15 anggota koalisi yang berkuasa di Israel --yang juga menentang persetujuan mengenai Al-Khalil-- tidak memberi suara mereka.

Hanya dua anggota parlemen dari Partai Moledet dilaporkan mendukung persetujuan tersebut.

Kejadian itu ditafsirkan sebagai tindakan bahwa pihak- pihak yang sebenarnya menentang persetujuan itu tak ingin mendepak pemerintah Netanyahu, tindakan yang memerlukan 61 suara dari 120 anggota Knesset.

Masih adanya dukungan bagi pemerintah Netanyahu tampaknya berpangkal pada kekhawatiran kembali berkuasanya Partai Buruh, yang menghidupkan proses perdamaian dengan Palestina.

Itu akan berarti pula munculnya keadaan yang bertolak belakang dengan apa yang diingini para pengeritik pemerintah Netanyahu.

Pemerintah Netanyahu sendiri telah menghadapi kondisi menjadi pihak minoritas sewaktu sebagian anggota koalisinya membelot ke pihak oposisi sehubungan dengan masalah tindakan terhadap aksi keras kelompok fanatik Palestina dan upaya penswastaan yang mengakibatkan kemacetan di Israel.

Para penentang persetujuan Al-Khalil dari sayap kanan menyatakan, pihaknya tak dapat menjamin "keamanan 400 pemukim Yahudi yang hidup di tengah 120.000 orang Palestina di kota kecil di Tepi Barat tersebut".

Mereka juga tak dapat menerima persetujuan yang akan membatasi permukiman Yahudi di Al-Khalil, tempat makam Nabi Ibrahim A.S. dan putra-putranya.

Netanyahu telah bersikap keras dan menentang tuntutan Arafat bagi kehadiran polisi Palestina di makam itu, yang dijaga oleh polisi Israel.

Pada Februari 1994, 60 orang Palestina yang sedang shalat Subuh dibantai oleh ekstremis Yahudi Baruch Goldstein.

Setelah pembantaian tersebut, pemerintah saat itu yang dipimpin Partai Buruh menunda penarikan militer Israel, yang dijadwalkan berlangsung Maret 1996, sampai setelah pemilihan umum bulan Mei.

Pemenang pemilihan umum itu, Netanyahu menambah lama penundaan dengan alasan prihatin mengenai keamanan pemukim Yahudi. Lebih dari 60 orang orang Yahudi juga pernah tewas di kota kecil tersebut pada 1929.

Para penentang persetujuan itu menuduh Netanyahu telah melanggar janjinya selama kampanye dan mengingatkan pemimpin Partai Likud tersebut mengenai slogan, "Al-Khalil Yahudi selalu dan akan terus ada".

Untuk menenangkan para penentangnya Netanyahu, sebagaimana dikutip AFP, mengatakan kepada Knesset, "Saya hanya akan menandatangani persetujuan mengenai Al-Khalil jika itu menjamin pengawasan kita atas Makam Para Nabi dan keamanan pemukim Yahudi."

Dijadikan kilah

Namun pergolakan di dalam tubuh koalisinya tampaknya tidak terlalu menghambat perdana menteri Israel, selama persetujuan dengan Palestina takkan tercapai dalam waktu dekat.

Kejadian tersebut bahkan dijadikan alat oleh Netanyahu untuk mengelak dari tekanan Palestina dan masyarakat internasional dan berkilah bahwa tekanan atas kubunya menghalanginya bertindak terlalu jauh.

Sekarang ia menyatakan, tekanan itu sudah terlalu jauh dan merendahkan pemerintahnya.

Sementara itu Yasser Arafat Sabtu (4/1) menyatakan, penolakan Israel untuk menyampaikan komitmen bagi jadwal penarikan militernya dari Al-Khalil telah menghambat upaya intensif AS guna mewujudkan persetujuan mengenai kota kecil tersebut.

"Salah satu perintang utama ialah penolakan Israel untuk menetapkan tanggal bagi penarikan militernya di zona-zona B dan C," kata Arafat sebagaimana dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

Penarikan dari kedua zona itu mestinya dimulai 7 September 1996, dan diselesaikan 7 September 1997, berdasarkan Persetujuan Oslo II --yang ditandatangani pada 1995.

Kekecewaan atas sikap ulur waktu Netanyahu telah sering dikeluarkan pejabat-pejabat Palestina. Pihak Palestina juga tampaknya sadar dengan sikap Israel tersebut.

Menteri Perencanaan dan Kerjasama Internasional Palestina Nabil Shaath dilaporkan berkomentar, "Kami akan menghabiskan seluruh umur kami, seperti yang kami alami dalam masalah Al-Khalil, terus-menerus merundingkan setiap tahap penarikan (militer Israel) di Tepi Barat." (5/1/97 11:26)

SIKAP NETANYAHU MULAI BERUBAH

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 17/1/97 (ANTARA) - Bagi pemimpin Palestina Yasser Arafat awal 1997 ini menjadi titik awal terjadinya perubahan sikap PM Israel Benjamin Netanyahu dari apa yang katanya takkan pernah ia lakukan, menyerahkan tanah yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama bagi umat Yahudi kepada Palestina.

Palestina dan Israel dilaporkan mencapai persetujuan penting pada Rabu mengenai perluasan otonomi Palestina di Al-Khalil dan wilayah lain Tepi Barat.

Namun persetujuan pemimpin Partai Likud itu dengan PLO untuk menempatkan kembali tentara Israel di Al-Khalil di Tepi Barat Sungai Jordan dipandang banyak pihak sebagai sekelumit perubahan idelogi dan bukan tanggapan taktis terhadap tekanan politik.

Khalil Ash-Shikaki, direktur Pusat Studi dan Penelitian Palestina (CPRS), dilaporkan Reuter berpendapat, "Perubahan penting yang terjadi ialah Partai Likud bersedia menandatangani persetujuan untuk menarik militernya dari kota yang mereka pandang sebagai kota nenek moyang mereka."

Namun saat menanggapi reaksi yang timbul di parlemen Israel (Knesset) mengenai persetujuan tersebut, Netanyahu menyatakan, "Kami hanya akan menempatkan kembali militer di Al-Khalil dan bukan meninggalkannya."

Kota kecil tempat makam para nabi itu telah menjadi ganjalan bagi perluasan otonomi Palestina terutama mengenai kekhawatiran Netanyahu atas keamanan 400 pemukim Yahudi, yang dijaga oleh 1.000 prajurit Israel, di tengah 120.000 orang Palestina di kota tersebut.

Meskipun tindakan pemimpin pemerintah paling sayap kanan Israel dipandang hanya mencerminkan sikap pragmatis di pihak Netanyahu, tidak berarti Partai Likud akan mencabut pendiriannya yang lama.

Netanyahu mengalahkan calon dari Partai Buruh, Shimon Peres, dalam pemilihan umum Mei tahun lalu dengan mengangkat penentangan terhadap pertukaran tanah bagi perdamaian, yang menjadi landasan bagi proses perdamaian Timur Tengah.

Tidak seperti Gurun Sinai, yang dikembalikan kepada Mesir berdasarkan Persetujuan Camp David 1979, Al-Khalil dan wilayah lain Tepi Barat dipandang oleh kelompok sayap kanan Israel dan pemukim Yahudi sebagai "tanah yang dijanjikan Tuhan kepada umat Yahudi".

Banyak pengulas berpendapat, tindakan Netanyahu menyetujui masalah Al-Khalil merupakan "hasil dari tekanan AS, Arab dan masyarakat internasional" atas pemerintah Israel dan bukan karena komitmen Netanyahu terhadap persetujuan otonomi Palestina, yang dicapai pemerintah terdahulu Israel dengan Palestina di 1993 di Oslo.

Netanyahu, sejak kampanye pemilihan umum Israel tahun lalu, telah memperlihatkan sikap tak kenal kompromi --tindakan yang memicu kerusuhan dan membuat Washington meningkatkan upaya diplomatiknya guna menyelamatkan kebijakannya di wilayah yang mudah bergolak tersebut.

Tak tetapkan persentase?

Sebelumnya, dalam komentar pada Selasa (14/1), Netanyahu berkeras bahwa persetujuan otonomi Oslo "tidak mengharuskan Israel menarik tentaranya dari sebagian besar wilayah Tepi Barat".

"Tidak benar, bertolakbelakang dengan apa yang telah disampaikan kepada anda, bahwa yang disebut penempatan kembali militer dalam persetujuan otonomi akan membuat kita mundur ke perbatasan 1967 atau menyerahkan 80 atau 90 persen wilayah-wilayah itu ...," demikian pernyataan Netanyahu sebagaimana dilaporkan AFP dari Jerusalem.

Menurut Netanyahu, persetujuan otonomi tersebut tidak menetapkan persentase dan tidak menentukan suatu wilayah pun.

Berdasarkan persetujuan perdamaian Oslo yang ditandatangani pemerintah terdahulu Israel di bawah Partai Buruh, segera setelah penempatan kembali dilaksanakan, tentara Israel hanya akan berada di permukiman Yahudi dan "tempat-tempat militer tertentu".

Pihak Palestina menafsirkan bahwa itu berarti 90 persen wilayah Tepi Barat, walaupun persetujuan Oslo tidak menetapkan jumlah.

Namun betapapun juga persetujuan yang diberikan Netanyahu tersebut dilaporkan membuat kubu kaum nasionalis di parlemen Israel terpecah.

Dalam perdebatan di Knesset Rabu (15/1), Netanyahu diberitakan menghadapi reaksi keras kelompok garis keras, yang geram dengan dicapainya persetujuan itu.

Tujuh dari 18 menteri Netanyahu memberi suara menentang persetujuan tersebut.

Menteri Sains Benny Begin --putra bekas perdana menteri Menachem Begin-- mengumumkan pengunduran dirinya sebagai protes atas tercapainya persetujuan itu. Tindakan tersebut dipandang sebagai tanda masalah yang dihadapi Netanyahu.

Bekas perdana menteri Yitzhak Shamir, yang telah mengundurkan diri dari arena politik tapi masih memiliki pengaruh kuat dalam Partai Likud, malah menuduh Netanyahu berkhianat dan menyerukan penggantian Netanyahu sebagai pemimpin gerakan kaum nasionalis tersebut.

Di antara tokoh garis keras yang menentang penarikan militer Israel dari Al-Khalil terdapat bekas menteri pertahanan Ariel Sharon, Partai Agama Nasional --yang mewakili para pemukim Yahudi, dan Rafael Eitan --bekas kepala militer yang memimpin kelompok sayap kanan Partai Tsomet.

Nafas segar AS

Walaupun persetujuan itu membuat Netanyahu menghadapi reaksi keras bahkan dari dalam tubuh Partai Likud, bagi penaja perdamaian Timur Tengah, Amerika Serikat, persetujuan tersebut dipandang memberi nafas baru kepada pemerintah Presiden Bill Clinton.

Tercapainya persetujuan itu juga membuat calon menteri luar negeri AS, Madeleine Albright --yang dijadwalkan memangku jabatan pekan keempat Januari, mempunyai waktu untuk memusatkan perhatian pada masalah-masalah lain seperti perluasan NATO, dampaknya pada hubungan dengan Rusia dan penanganan hubungan dengan China.

Albright diberitakan merencanakan lawatan ke seluruh dunia pertengahan Februari dengan pemusatan masalah pada Eropa dan Asia.

Sementara itu urusan Timur Tengah untuk sementara dapat diserahkan kepada utusan khusus AS Dennis Ross, yang telah diminta Clinton untuk tetap menangani masalah tersebut.

Meskipun demikian tak ada pihak yang berpendapat bahwa proses perdamaian Timur Tengah akan berjalan mulus, dan Warren Christopher, yang akan segera menyerahkan jabatan kepada Albright, mengenai proses itu telah menyatakan, "Akan terjadi guncangan di tengah jalan."

Betapapun juga Al-Khalil hanyalah ujian pertama bagi Netanyahu. Persetujuan Oslo mengharuskan Israel mundur dari daerah-daerah pedesaan di Tepi Barat, tindakan yang akhirnya akan membentuk perbatasan baru wilayah otonomi Palestina. (17/01/97 09:50)

CLINTON INGIN PIMPIN AMERIKA SEBAGAI ORANG MODERN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 18/1/97 (ANTARA) - Bill Clinton, yang Senin ini menikmati hadiah demokrasi bagi seorang presiden AS dan dilantik untuk masa jabatan kedua, ingin membawa negeri Paman Sam itu memasuki tahun 2000 sebagai orang modern bagi jaman modern.

Clinton, yang tahun lalu genap berusia 50 tahun, terpilih untuk masa jabatan kedua dengan janji "akan membangun jembatan menuju abad ke-21".

Namun terlepas dari sasarannya untuk menyeimbangkan anggaran federal, banyak pengulas dilaporkan menggambarkan agenda mendatang Clinton --yang disampaikan selama kampanye pemilihan umum 1996-- sebagai sederhana dan "jauh dari ambisi yang telah dibawa Clinton" ke Washington empat tahun sebelumnya.

"Saat ia memangku jabatan, Clinton dipenuhi dengan gagasannya sebagai pemimpin yang memikirkan banyak masalah seperti Franklin Roosevelt," demikian komentar ahli sejarah Universitas New Orleans Douglas Brinkley kepada Reuter. Roosevelet adalah tokoh terakhir Partai Demokrat yang terpilih dua kali mulai 1937.

Roosevelt juga menjadi legenda sebagai presiden AS yang membawa Amerika keluar dari Depresi Besar tahun 1930-an dan karena kepemimpinannya dalam Perang Dunia II.

Clinton juga dipandang sebagai tokoh pragmatis yang mau bekerja dan turuntangan ikut berunding.

Sementara itu menurut AFP, teknologi era ruang angkasa, filsafat "era baru" dan sosiologi dinamis menjadi "senjata" pemerintah Clinton.

Clinton juga dianggap telah melepaskan jubah Perang Dingin yang telah membebani para pembuat keputusan di AS hampir sepanjang abad ini.

Selama kampanye tahun lalu, Clinton menawarkan serangkaian gagasan murah dan kecil seperti peningkatan asuransi masyarakat dan perluasan hukum untuk memberi istirahat kerja bagi pertemuan guru-wali murid dan konsultasi dengan dokter.

Clinton juga berharap wajah-wajah baru dalam kabinetnya akan dapat menghadapi tantangan masa depan.

Pemerintahnya antara lain akan berhadapan dengan masalah perluasan NATO ke arah timur, tindakan yang ditentang Rusia, dan masalah Kuba selain setumpuk masalah lagi.

Sabotase dengan menggunakan peralatan canggih dan perang lewat komputer akan menjadi tantangan bagi Pentagon saat badan pertahanan AS itu berusaha membela negerinya dari "teror era baru".

Spesifik

Berbeda dengan gagasan para pendahulunya, banyak pengulas dilaporkan berpendapat bahwa banyak gagasan Clinton untuk masa jabatan keduanya kelihatan sempit, spesifik dan sederhana.

Ketika akhir 1996 ia berbicara di hadapan Dewan Pimpinan Demokratik, sekelompok tokoh moderat di dalam partainya, Clinton menyampaikan sasaran luasnya, dengan penyeimbangan anggaran menempati posisi teratas.

Upaya untuk dapat mengangkat kembali keuangan pemerintah federal akan menjadi prestasi luar biasa bagi Clinton.

Namun kesulitan bagi Clinton ialah Kongres dikuasai oleh kaum Republik, dan yang dapat dilakukannya, menurut banyak pengulas, adalah menyeimbangkan anggaran melalui kerjasama dengan partai oposisi.

Kenyataannya dipandang tercermin dalam penjelasan paling gamblang atas pola agendanya yang terbatas dan bersifat sentris.

Clinton juga telah menetapkan beberapa sasaran lain termasuk peningkatan pendidikan, pembaharuan kesejahteraan, pengurangan tingkat kejahatan dan kerusuhan di kalangan generasi muda.

Menurut Brinkley, agenda masa jabatan kedua Clinton tersebut merupakan pemangkasan program-program yang ada dan tampaknya takkan membuat jabatan keduanya itu akan mengukir prestasi besar dalam sejarah.

Selama masa kampanye, Clinton tak banyak memusatkan perhatian pada kebijakan luar negeri, berbeda dengan yang telah dilakukan para presiden pendahulunya di Amerika.

Banyak pejabat AS, sebagaimana dilaporkan Reuter, menyampaikan enam sasaran strategis Clinton; pembinaan kesatuan, Eropa yang damai, pengukuhan peran Amerika di wilayah Asia-Pasifik, mewujudkan perdamaian di tempat- tempat bergolak di Timur Tengah dan Irlandia Utara, memerangi terorisme, memelihara kekuatan diplomasi dan militer serta menggolkan ekonomi global yang terbuka.

Sementara itu ketika mengomentari hubungan mendatang Amerika Serikat dengan Irak, harian resmi di Baghdad, Al Jumhuriyah, menyatakan, Irak dan AS akan melakukan langkah pertama menuju normalisasi hubungan pada 1997.

Sejak serbuan tentara Irak ke Kuwait pada 1990, Baghdad telah terlibat pertikaian sengit dengan Amerika Serikat.

Menurut Al Jumhuriyah, yang dikutip AFP, "Presiden (Bill) Clinton dan para staf ahlinya sedang mempelajari cara untuk berhubungan dengan Irak."

"Tahun 1997 akan menjadi saksi langkah pertama ke arah normalisasi hubungan dengan Amerika Serikat dan ini akan ditafsirkan menjadi berlanjutnya hubungan dagang Amerika dengan Irak," katanya.

Al Jumhuriyah menyatakan, harian itu berharap pada 1997 akan menyaksikan "Washington memberi kebebasan lebih besar kepada Dewan Keamanan PBB untuk memutuskan pencabutan embargo ekonomi" yang dijatuhkan atas Irak karena serbuan tentaranya bulan Agustus 1990 ke Kuwait. (19/01/97 11:46)

PEMILU CHECHNYA, KEKALAHAN BAGI KREMLIN?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/1/97 (ANTARA) - Pada Senin (27/1) rakyat Chechnya, yang telah melewati pertempuran sengit melawan tentara Rusia dalam upaya separatis mereka, memberi suara dalam pemilihan presiden dan parlemen --kejadian yang dipandang sebagian pihak sebagai kekalahan atas Kremlin.
Meskipun republik Kaukasus itu pada 1991 memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, sampai sekarang tak satu negara pun mengakuinya sehingga Chechnya tetap menjadi salah satu dari 21 republik berlandaskan etnik yang, bersama-sama dengan 68 wilayah Rusia, membentuk Federasi Rusia.
Enam belas calon bersaing dalam memperebutkan jabatan presiden dengan masa jabatan lima tahun, saat sebanyak 400.000 penduduk, tidak termasuk pengungsi yang akan memberi suara di tempat pemungutan suara khusus atau orang-orang yang baru kembali ke republik tersebut, memberi suara.
Para pemilih dilaporkan Reuter dan AFP memberi suara mereka di 423 tempat pemungutan suara dari pukul 07:00 sampai pukul 20:00 waktu setempat (11:00
sampai 24:00 WIB) Senin.
Hasil awal diduga mulai diterima Komisi Pemilihan Sentral hari Selasa dan hasil akhir harus sudah disahkan serta disiarkan dalam waktu lima
hari setelah berakhirnya pemungutan suara.
Komisi itu merencanakan membuka lebih dari satu lusin tempat pemungutan suara di perbatasan Chechnya dengan republik-republik tetangganya dalam Federasi Rusia, Ingushetia dan Dagestan, serta wilayah Stavropol --tempat kebanyakan pengungsi diduga berada.
Sebelum perang saudara, penduduk Chechnya
diperkirakan berjumlah satu juta orang tapi puluhan ribu orang tewas dalam konflik di 1994-96 dan ribuan penduduk lagi menyelamatkan diri dari pertempuran.
Sebanyak 50.000 sampai 60.000 pengungsi diperkirakan akan memberi suara di tempat-tempat pemungutan suara khusus.
Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang kini menghadapi penyakit radang paru-paru, mengerahkan ribuan prajuritnya Desember 1994 ke Chehcnya untuk memadamkan upaya separatis yang dipimpin mendiang presiden Dzhokhar Dudayev.
Namun tak sampai sebulan setelah mengerahkan tak kurang dari 10.000 prajuritnya, presiden Rusia tersebut malah menghadapi gejala yang tak menguntungkan.
Penyebabnya ialah sekalipun serangan dilancarkan terhadap ibukota Chechnya, Grozny
, pasukan Kremlin mulai kehilangan banyak komandan.
Yeltsin harus segera bertindak menyelesaikan konflik Chechnya
atau menghadapi risiko dikucilkan oleh militernya.
Silang pendapat mulai merebak di kalangan komando militer Rusia, terbukti dengan mundurnya wakil komandan Angkatan Darat Rusia Jenderal Edouard Vorobiev --yang diduga menjadi korban tindakan menteri pertahanan saat itu Pavel Grachev.
Kini setelah tentaranya dipermalukan para petempur Chechnya
, Kremlin tetap bermaksud mencegah aksi separatis republik Kaukasus tersebut melalui jalur diplomatik.
Deputi menteri luar negeri Rusia Viktor Posuvalyuk, menjelang pemungutan suara di Chechnya memperingatkan masyarakat internasional mengenai persoalan peka berupa kedaulatan Chechnya
.
Ia, menurut laporan, mengatakan bahwa Rusia siap memutuskan hubungan dengan setiap negara yang memberi pengakuan diplomatik kepada Chechnya
.
"Saya telah memperingatkan seluruh masyarakat internasional," katanya sebagaiman dikutip Reuter.
Meskipun tak ada negara yang mengakui Chechnya, penyelenggaraan pemilihan umum di Chechnya
dipandang sebagai kekalahan bagi Yeltsin.
Dua pilihan utama
Dalam pemungutan suara pada Senin, rakyat Chechnya
tampaknya harus memilih antara tokoh gerilya berpangkat jenderal dan seorang komandan radikal berusia muda yang di Rusia dicap teroris.
Pemilihan presiden dan parlemen Chechnya tersebut dipandang penting bagi republik Kauskasus itu untuk dapat kembali ke kedamaian. Setelah 21 bulan pertempuran, sebagian besar wilayah Chechnya
dilaporkan hancur.
Dari 15 calon, empat calon paling menonjol mendukung separatis dari Rusia --yang pertama kali diproklamasikan tahun 1991, tapi perbedaan di antara dua calon yang dipandang paling potensial untuk menang memperlihatkan perpecahan untuk mewujudkan kemerdekaan itu.
Mereka adalah Aslan Mskhadov, Shamil Basayev, jurubicara kelompok separatis Movladi Udugov, dan Presiden saat ini Zelimkhan Yandarbiyev.
Meskipun tak ada angket jajak pendapat, banyak pihak diberitakan berpendapat bahwa Aslan Maskhadov --kepala staf militer yang berhasil memukul pasukan Rusia-- akan unggul.
Maskhadov juga telah membuktikan diri sebagai orang yang handal di meja perundingan. Dia lah yang menandatangani persetujuan 31 Agustus 1996 dengan penasehat keamanan Rusia saat itu Alexander Lebed bagi pembekuan keputusan akhir upaya kemerdekaan Chechnya sampai lima tahun.
Pasukan Rusia kemudian ditarik sehingga rakyat Chechnya
memperoleh kemerdekaan de facto.
Maskhadov (45) telah mengukir nama sebagai pahlawan dan tak banyak yang meragukan bahwa ia akan terpilih sebagai presiden.
Namun selama kampanye ia dilaporkan tidak bersemangat, dan menghindari pertemuan terbuka serta wartawan, sehingga mengundang spekulasi bahwa ia mengkhawatirkan keselamatannya.
Meskipun demikian sebagian orang berpendapat Maskhadov --yang menyandang pangkat kolonel dalam militer bekas Uni Sovyet-- tidak terbiasa dengan kehidupan masyarakat sipil.
Namun ia mendapat saingan dari komandan lapangan spektakuler yang berhasil menyerbu wilayah Rusia, Shamil Basayev (32).
Basayev disebut-sebut memiliki apa yang tidak dimiliki Maskhadov; muda, dibenci di Moskow dan politikus alam.
Bagi rakyat Chechnya
, yang sudah kecewa menghadapi prospek perundingan yang mungkin akan membuat republik tersebut membuat konsesi lebih lanjut, tekad dan semangat Basayev merupakan ilham.
Apa pun yang buruk bagi Rusia adalah baik bagi Chechnya dan Basayev, bagi banyak rakyat Chechnya
, cocok untuk itu.
Basayev dicari sebagai teroris oleh Moskow karena memimpin penyerbuan yang menciptakan penyanderaan di kota Budennovsk, Rusia Selatan, pada Juni 1995 dan memaksa Kremlin memulai perundingan dengan Chechnya.
Untuk menang dalam babak pertama, para calon harus meraih lebih dari 50 persen suara.
Jika tak ada calon yang meraih mayoritas mutlak, dua calon utama akan bersaing memperebutkan kemenangan. (28/01/97 10:03)

CLINTON HADAPI BANYAK MASALAH SOAL PERLUASAN NATO

Jakarta, 27/1/97 (ANTARA) - Selain penyeimbangan anggaran, Presiden AS Bill CLinton --yang pada 20 Januari dilantik untuk masa jabatan kedua-- menghadapi penentangan dan keraguan dari banyak pihak dalam upaya memperluas payung NATO ke Eropa Tengah tahun ini.

Perluasan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ke arah timur, yang sejauh ini dipandang menjadi tindakan riskan Clinton, telah memicu kontroversi yang belum memperlihatkan tanda akan mereda. Penentangan terutama datang dari Rusia.

Para pemimpin NATO dijadwalkan pada pertemuan puncak di Madrid Juli tahun ini memilih negara-negara yang akan diterima dalam aliansi pertahanan Barat itu dari 11 negara bekas blok Uni Sovyet yang telah mengajukan permohonan menjadi anggota.

Dengan sisa waktu sekitar enam bulan, pemerintah Clinton, menurut banyak pengulas yang dikutip AFP, harus berusaha di banyak bidang untuk menggolkan rencana NATO yang lebih besar, mulai dari Moskow --pusat penentangan atas rencana tersebut.

Penentangan Rusia tetap sama kerasnya dibandingkan dengan tahun 1994, ketika Clinton mengumumkan bahwa penerimaan anggota baru bagi NATO akan menyatukan Eropa dan membantunya menghapus warisan Perang Dingin.

Bekas presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev dalam suatu tulisannya di harian ibukota (24/1) menyatakan, perluasan NATO akan mengganggu keamanan vital dan kepentingan geopolitik Rusia.

Menurut Gorbachev, perluasan itu akan mengancam berakhirnya Perang Dingin --yang disetujui oleh Rusia secara sukarela.

Ia juga menyesalkan bahwa posisi Rusia dalam perluasan NATO ke arah timur tidak diperhitungkan.

Gorbachev juga berpendapat bahwa masalah ancaman adalah alasan lemah untuk membenarkan perluasan NATO.

Dalam era Perang Dingin, ketika ancaman benar-benar nyata --saat Eropa dan dunia terpecah ke dalam dua blok, dengan Uni Sovyet dan AS sebagai dua kekuataan adidaya yang berlawanan-- tak seorang pun berfikir Austria, Swedia dan Finlandia akan masuk NATO untuk mencari perlindungan, katanya.

"Apakah orang-orang sekarang yakin bahwa hari ini, dengan Rusia sebagai mitra Barat, ancaman tersebut lebih besar dibandingkan sebelumnya?" demikian pertanyaan dilontarkan bekas presiden Rusia itu dalam tulisannya.

Namun rencana perluasan tersebut juga tidak berjalan terlalu mulus karena kurangnya antusiasme dari aliansi AS dalam NATO --Inggris dan Turki-- dan kecaman pedas dari kebanyakan ketetapan kebijakan luar negeri AS sendiri.

Tumpukan masalah yang ada ialah sikap mudah berubah Kongres AS, yang didimoniasi kaum Republik --yang telah lama mendukung perluasan NATO. Tetapi terdapat kekhawatiran bahwa Kongres AS mungkin saja mengubah sikap karena menghadapi konsesi dari Rusia.

Meskipun demikian, pemerintah Clinton bertekad akan tetap melakukan perluasan NATO meskipun banyak pihak meragukannya.

Dapat diatasi?

Sementara itu Madeleine Albright, wanita berusia 59 tahun yang menjadi wanita pertama sebagai menteri luar negeri AS, seusai pengambilan sumpahnya pada Kamis menyampaikan optimisme bahwa konflik tersebut akan dapat diselesaikan.

"NATO perlu diperluas. Kami mengerti bahwa pemerintah Rusia merasa keberatan dengan itu, tapi yang jelas kedua negara (AS dan Rusia) memiliki komitmen untuk menyelesaikan masalah ini," katanya sebagaimana dikutip AFP.

Ia juga berusaha menghapus kekhawatiran bahwa kondisi kesehatan Presiden Rusia Boris Yeltsin, dan kemungkinan pemecatannya, akan menjadi penghalang.

Albright memberi contoh bahwa Deputi Menteri Luar Negeri AS Strobe Talbott baru saja kembali dari "lawatan gemilang ke Moskow".

Menurut bekas duta besar AS di PBB tersebut, pertemuan puncak mendatang antara Wakil Presiden Al Gore dan Perdana Menteri Rusia Viktor Chernomyrdin "menjadi bukti bahwa kehadiran Yeltsin bukan penentu untuk membuahkan hasil".

Ia yakin AS akan dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah Rusia.

Pada saat yang sama asisten menteri luar negeri AS urusan Eropa dan Kanada, John Kornblum, berpendapat, keputusan mengenai perluasan NATO telah diambil oleh semua anggota aliansi tersebut dan bukan hanya oleh AS. Karena itu, rencana tersebut takkan berubah.

Kornblum yakin pemerintah Rusia takkan pernah menyatakan, "Ya, kami menyukai perluasan NATO."

Meskipun begitu, ia menyatakan bahwa Amerika Serikat dapat berbuat banyak untuk meyakinkan Moskow bahwa Barat "mengingini hubungan konstruktif dan Rusia takkan dikeluarkan dari Eropa".

Sementara itu Uni Eropa (EU), yang sedang mempersiapkan proses panjang untuk menerima tetangga- tetangganya dari Eorpa Timur, menyatakan takkan tunduk pada dikte NATO.

Komisioner Hubungan Luar Negeri EU Hans van den Broek, sebagaimana dilaporkan Reuter, mengatakan, negara-negara yang tidak tercakup dalam perluasan awal NATO takkan dapat masuk EU sebagai "hadiah hiburan".

Polandia, Republik Cheko dan Hongaria dipandang sebagai negara-negara favorit untuk mengadakan pembicaraan bagi perluasan awal NATO, sementara negara-negara Baltik --Latvia, Estonia dan Lithuania-- kelihatannya takkan masuk proyek perluasan awal NATO.

Terlepas dari rencana perluasan NATO, di dalam negerinya Clinton --pada masa jabatan keduanya-- menghadapi tugas berupa anggaran yang seimbang dan upaya pembaharuan ekonomi.

Langkah pertama yang dilakukan Clinton ialah mengulurkan tangan persahabatan kepada kaum Republik dan menyerukan diakhirinya "politik percekcokan picik dan sikap memihak yang ekstrim", yang telah mewarnai Kongres selama dua tahun terakhir ini. (T/CA/LN03/SP04/26/01/97 11:31/RU3)


PEMILU CHECHNYA, KEKALAHAN BAGI KREMLIN?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/1 (ANTARA) - Pada Senin (27/1) rakyat Chechnya, yang telah melewati pertempuran sengit melawan tentara Rusia dalam upaya separatis mereka, memberi suara dalam pemilihan presiden dan parlemen --kejadian yang dipandang sebagian pihak sebagai kekalahan atas Kremlin.

Meskipun republik Kaukasus itu pada 1991 memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, sampai sekarang tak satu negara pun mengakuinya sehingga Chechnya tetap menjadi salah satu dari 21 republik berlandaskan etnik yang, bersama-sama dengan 68 wilayah Rusia, membentuk Federasi Rusia.

Enam belas calon bersaing dalam memperebutkan jabatan presiden dengan masa jabatan lima tahun, saat sebanyak 400.000 penduduk, tidak termasuk pengungsi yang akan memberi suara di tempat pemungutan suara khusus atau orang-orang yang baru kembali ke republik tersebut, memberi suara.

Para pemilih dilaporkan Reuter dan AFP memberi suara mereka di 423 tempat pemungutan suara dari pukul 07:00 sampai pukul 20:00 waktu setempat (11:00 sampai 24:00 WIB) Senin.

Hasil awal diduga mulai diterima Komisi Pemilihan Sentral hari Selasa dan hasil akhir harus sudah disahkan serta disiarkan dalam waktu lima hari setelah berakhirnya pemungutan suara.

Komisi itu merencanakan membuka lebih dari satu lusin tempat pemungutan suara di perbatasan Chechnya dengan republik-republik tetangganya dalam Federasi Rusia, Ingushetia dan Dagestan, serta wilayah Stavropol --tempat kebanyakan pengungsi diduga berada.

Sebelum perang saudara, penduduk Chechnya diperkirakan berjumlah satu juta orang tapi puluhan ribu orang tewas dalam konflik di 1994-96 dan ribuan penduduk lagi menyelamatkan diri dari pertempuran.

Sebanyak 50.000 sampai 60.000 pengungsi diperkirakan akan memberi suara di tempat-tempat pemungutan suara khusus.

Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang kini menghadapi penyakit radang paru-paru, mengerahkan ribuan prajuritnya Desember 1994 ke Chehcnya untuk memadamkan upaya separatis yang dipimpin mendiang presiden Dzhokhar Dudayev.

Namun tak sampai sebulan setelah mengerahkan tak kurang dari 10.000 prajuritnya, presiden Rusia tersebut malah menghadapi gejala yang tak menguntungkan.

Penyebabnya ialah sekalipun serangan dilancarkan terhadap ibukota Chechnya, Grozny, pasukan Kremlin mulai kehilangan banyak komandan.

Yeltsin harus segera bertindak menyelesaikan konflik Chechnya atau menghadapi risiko dikucilkan oleh militernya.

Silang pendapat mulai merebak di kalangan komando militer Rusia, terbukti dengan mundurnya wakil komandan Angkatan Darat Rusia Jenderal Edouard Vorobiev --yang diduga menjadi korban tindakan menteri pertahanan saat itu Pavel Grachev.

Kini setelah tentaranya dipermalukan para petempur Chechnya, Kremlin tetap bermaksud mencegah aksi separatis republik Kaukasus tersebut melalui jalur diplomatik.

Deputi menteri luar negeri Rusia Viktor Posuvalyuk, menjelang pemungutan suara di Chechnya memperingatkan masyarakat internasional mengenai persoalan peka berupa kedaulatan Chechnya.

Ia, menurut laporan, mengatakan bahwa Rusia siap memutuskan hubungan dengan setiap negara yang memberi pengakuan diplomatik kepada Chechnya.

"Saya telah memperingatkan seluruh masyarakat internasional," katanya sebagaiman dikutip Reuter.

Meskipun tak ada negara yang mengakui Chechnya, penyelenggaraan pemilihan umum di Chechnya dipandang sebagai kekalahan bagi Yeltsin.

Dua pilihan utama

Dalam pemungutan suara pada Senin, rakyat Chechnya tampaknya harus memilih antara tokoh gerilya berpangkat jenderal dan seorang komandan radikal berusia muda yang di Rusia dicap teroris.

Pemilihan presiden dan parlemen Chechnya tersebut dipandang penting bagi republik Kauskasus itu untuk dapat kembali ke kedamaian. Setelah 21 bulan pertempuran, sebagian besar wilayah Chechnya dilaporkan hancur.

Dari 15 calon, empat calon paling menonjol mendukung separatis dari Rusia --yang pertama kali diproklamasikan tahun 1991, tapi perbedaan di antara dua calon yang dipandang paling potensial untuk menang memperlihatkan perpecahan untuk mewujudkan kemerdekaan itu.

Mereka adalah Aslan Mskhadov, Shamil Basayev, jurubicara kelompok separatis Movladi Udugov, dan Presiden saat ini Zelimkhan Yandarbiyev.

Meskipun tak ada angket jajak pendapat, banyak pihak diberitakan berpendapat bahwa Aslan Maskhadov --kepala staf militer yang berhasil memukul pasukan Rusia-- akan unggul.

Maskhadov juga telah membuktikan diri sebagai orang yang handal di meja perundingan. Dia lah yang menandatangani persetujuan 31 Agustus 1996 dengan penasehat keamanan Rusia saat itu Alexander Lebed bagi pembekuan keputusan akhir upaya kemerdekaan Chechnya sampai lima tahun.

Pasukan Rusia kemudian ditarik sehingga rakyat Chechnya memperoleh kemerdekaan de facto.

Maskhadov (45) telah mengukir nama sebagai pahlawan dan tak banyak yang meragukan bahwa ia akan terpilih sebagai presiden.

Namun selama kampanye ia dilaporkan tidak bersemangat, dan menghindari pertemuan terbuka serta wartawan, sehingga mengundang spekulasi bahwa ia mengkhawatirkan keselamatannya.

Meskipun demikian sebagian orang berpendapat Maskhadov --yang menyandang pangkat kolonel dalam militer bekas Uni Sovyet-- tidak terbiasa dengan kehidupan masyarakat sipil.

Namun ia mendapat saingan dari komandan lapangan spektakuler yang berhasil menyerbu wilayah Rusia, Shamil Basayev (32).

Basayev disebut-sebut memiliki apa yang tidak dimiliki Maskhadov; muda, dibenci di Moskow dan politikus alam.

Bagi rakyat Chechnya, yang sudah kecewa menghadapi prospek perundingan yang mungkin akan membuat republik tersebut membuat konsesi lebih lanjut, tekad dan semangat Basayev merupakan ilham.

Apa pun yang buruk bagi Rusia adalah baik bagi Chechnya dan Basayev, bagi banyak rakyat Chechnya, cocok untuk itu.

Basayev dicari sebagai teroris oleh Moskow karena memimpin penyerbuan yang menciptakan penyanderaan di kota Budennovsk, Rusia Selatan, pada Juni 1995 dan memaksa Kremlin memulai perundingan dengan Chechnya.

Untuk menang dalam babak pertama, para calon harus meraih lebih dari 50 persen suara.

Jika tak ada calon yang meraih mayoritas mutlak, dua calon utama akan bersaing memperebutkan kemenangan. (T/LN03/SP04/28/01/97 10:03)

PEMILU PAKISTAN DIBAYANGI KRISIS EKONOMI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 2/2/97 (ANTARA) - Rakyat Pakistan dijadwalkan memberi suara pada 3 Februari 1997 dalam pemilihan umum yang dibayangi krisis ekonomi, sementara demokrasi di negeri itu dipandang tetap rapuh kendati empat pemilihan umum telah diselenggarakan dalam waktu 12 tahun.

Utang yang bertumpuk, defisit anggaran yang membengkak dan inflasi yang terus merongrong menjadi masalah utama yang menanti pemerintah mendatang Pakistan, yang akan dibentuk setelah pemungutan suara pada Senin (3/2).

Presiden Farooq Ahmed Leghari, yang memecat perdana menteri Benazir Bhutto tiga bulan lalu dengan tujuan menghindari apa yang disebutnya keruntuhan ekonomi yang mengincar, diberitakan AFP telah berikrar akan menerapkan persetujuan yang ditandatangani dengan Dana Moneter Internasional (IMF) oleh pemerintah sementara.

Pakistan harus mengurangi defisit anggaran dari 6,3 persen produk demostik kotornya (GDP) menjadi empat persen, dan mempertahankan pertumbuhan sekitar lima persen, mempercepat penswastaan, meningkatkan pemasukan dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

Pemerintah sementara yang dipimpin Perdana Menteri Malik Meraj Khalid menyatakan, pihaknya mengembalikan "ekonomi Pakistan yang tergelincir" kembali ke jalur pemulihan dengan memberlakukan disiplin fiskal dan pembaharuan sektor perbankan serta melancarkan upaya penghematan.

Pemerintah sementara tersebut telah memprakarsai rencana untuk menswastakan semua perusahaan dan bank yang dikelola negara termasuk perusahaan penerbangan nasional, Pakistan Internasional Airlines, jaringan telekom dan pembangkit listrik serta sistem penjatahan.

Leghari menyatakan, pemecatan Benazir 5 November 1996 tak terelakkan karena "tindakan korupsi pemerintahnya membawa ekonomi dan tatanan sosial negeri itu ke ambang kehancuran".

Nilai tukar rupee mengalami depresiasi terhadap dolar sekitar 40 persen selama tiga tahun masa pemerintahan Benazir, dan inflasi terus terjadi dengan cepat, kata Leghari.

Sementara itu, penasehat Khalid urusan Fiansial dan Ekonomi Shahid Javer Burki, seorang eksekutif Bank Dunia, mengatakan bahwa pemerintah sementara telah menarik bermacam pemimpin politik ke dalam kebijakan ekonominya.

Demokrasi terguncang

Pada saat yang sama demokrasi di Pakistan, yang selama 24 dari 50 tahun usianya diperintah oleh militer, menurut banyak pengulas yang dikutip Reuter, masih rapuh sementara kesuraman membayangi rencana peringatan ulang tahun emas negeri itu pada 1997 ini.

Pemerintah sementara yang berorientasi penghematan, yang diangkat Leghari setelah ia memecat Benazir, mengurangi rencana perayaan mewah, dan Perdana Menteri sementara Meraj Khalid telah menjadi salah satu pelopor bagi penghematan di negeri tersebut.

Sistem demokrasi di negeri itu juga telah sering menjadi sorotan karena kegagalannya menghadirkan pemerintah yang baik.

"Dunia politik Pakistan bulat. Ini sebabnya mengapa perjalanan 50 tahun tidak membawa politik negeri ini ke mana-mana," demikian tulisan kolumnis Syed Talat Hussain sebagaimana dikutip Reuter.

Dunia itu, katanya, masih kotor, berlumpur dan membingungkan.

Ia juga menyoroti "kurangnya antusiasme masyarakat dan tindakan saling fitnah antar-tokoh politik" yang menjadi ciri kampanye.

Pemilihan umum ini, seperti juga pemilihan umum terdahulu, dianggap telah dirusak oleh kegagalan pemerintah demi pemerintah untuk mewujudkan konsensus nasional sejak 1981.

Setiap pemerintah, selain pemerintahan sementara yang memerintah Pakistan, telah dipecat oleh presiden yang mempunyai kekuasaan kontroversial untuk membubarkan Majelis Umum Naisonal (majelis rendah) dengan menggunakan Amandemen Kedelapan undang-undang dasar negeri tersebut.

Leghari, yang pernah berjanji setia kepada Benazir dan bersumpah takkan pernah membubarkan majelis hasil pemilihan umum, melanggar apa yang pernah diucapkannya pada 5 November.

Yang menjadi alasan tindakannya ialah "korupsi, nepotisme" dan pelanggaran lain yang katanya telah membawa Pakistan ke ambang kehancuran ekonomi dan kehancuran sistem yang ada.

Ia berkeras bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan 90 hari setelah ia melaksanakan undang-undang dasar, tapi berjanji bahwa upaya anti-korupsi akan mencegah politisi yang ternoda mengikuti pemilihan umum.

Namun tak ada politikus kelas atas yang dilarang mencalonkan diri.

Menurut laporan media, beberapa kasus telah dibekukan untuk menjadi bahwa kedua partai utama --Partai Rakyat Pakistan (PPP), yang dipimpin Benazir, dan partai Nawaz Sharif, Liga Awami-- tidak punya alasan untuk memboikot pemungutan suara.

Partai agama Jamaat-i-Islami dilaporkan menjadi satu- satunya kekuatan besar yang mungkin mengumandangkan boikot dengan alasan bahwa politisi korupsi harus "dipeti-eskan" sebelum pemilihan umum yang dapat dipercaya dapat diselenggarakan.

Kini siapa pun yang terpilih akan menghadapi tugas berat untuk membuat hidup rakyat biasa tidak terlalu berat, karena perasaan yang tersebar luas di negeri itu ialah "para politikus tak pernah membawa perubahan dalam kehidupan rakyat".
( 1/02/97 12:16)

KRISIS DI SERBIA MASUKI TAHAP GENTING

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 4/2/97 (ANTARA) - Krisis di Republik Serbia, yang disulut oleh tindakan Beograd membatalkan kemenangan oposisi dalam Pemilu lokal tahun lalu, memasuki tahap genting pada Senin, saat polisi bentrok dengan pemrotes sehingga lebih dari 100 orang cedera.

Tindakan Presiden Slobodan Milosevic untuk menurunkan pasukan keamanannya yang ditakuti memicu kekhawatiran mengenai kerusuhan yang bertambah sengit, apalagi tindakan Milosevic sulit diduga.

"Milosevic menggunakan senjata andalannya --kerusuhan untuk mengintimidasi saingan-saingannya untuk mengakhiri krisis", dengan cara apa pun, demikian komentar seorang diplomat Barat kepada Reuter.

Namun tindakan "main kayu" Milosevic dikhawatirkan akan memaksa kelompok oposisi menjadi tambah nekad, meskipun tak tertutup kemugkinan para pemrotes akan mundur.

Dalam kerusuhan Senin (3/2), seorang pemimpin oposisi Vesna Pesic (56) diberitakan AFP mengalami cedera.

Tindakan polisi anti-huruhara tersebut dipandang dapat menjadi "awal pendekatan guna memulihkan stabilitas melalui penggunaan kekerasan fisik atau malah menjadi awal aksi penindasan sama sekali".

Betapa pun juga keadaan di lapangan dianggap menjadi petunjuk bahwa "waktu semakin mepet" bagi tercapainya penyelesaian krisis di republik yang mempertahankan federasi Yugosiavia itu.

Berbagai aksi protes selama ini dipandang sebagai meluasnya keinginan bagi pembaharuan demokrasi, seperti dihentikannya kekangan pemerintah atas media.

Akibat sikap keras Milosevic, "troika" oposisi berbeda pendapat dalam menentukan reaksi.

Vuk Draskovic, pemimpin bersama koalisi Zajedno (Bersatu), dilaporkan mendesak pengikutnya agar mempersenjatai diri mereka agar "dapat membela diri" dari tindakan keras pasukan keamanan Serbia.

Seruan tersebut ditafsirkan sebagai perubahan tak menyenangkan bagi hampir tiga bulan protes damai kelompok pro-demokrasi.

"Takkan ada lagi perlawanan ala-Gandhi terhadap kegilaan ini," kata Draskovic merujuk kepada perjuangan tanpa kekerasan mendiang Mahatma Gandhi di India.

Namun, ia dikenal sebagai tokoh yang selalu mengeluarkan komentar bernada keras dan seruan "bela dirinya" diduga hanya akan diterima secara serius oleh kelompok garis keras Gerakan Pembaharuan Serbia-nya.

Berbeda dengan Draskovic, pemimpin lain oposisi Zoran Djindjic memperingatkan para pemrotes agar tidak membuat kerusuhan dan memberi Milosevic dalih untuk mengumumkan keadaan darurat.

Sementara itu Pesic, yang menjadi pemimpin ketiga oposisi, mengkhawatirkan bahwa penindasan mendadak polisi anti-huruhara berarti bahwa pemberlakuan keadaan darurat sudah mulai membayang.

Menurut Pesic, pemerintah Sosialis Serbia memerlukan alat resmi untuk mendahului keputusan pengadilan --yang masih tertunda-- mengenai konfirmasi kemenangan oposisi dalam pemilihan lokal November lalu.

Pertanda buruk?

Sementara Milosevic mendapat tekanan makin keras dari Barat kendati tak terlihat kemungkinan bagi pemberlakuan sanksi baru atas Serbia, kejadian pada Senin dapat menjadi pertanda buruk bagi kaum oposisi.

Seorang penulis di Beograd dilaporkan berpendapat bahwa Milosevic "mulai melangkah ke arah terbukanya kediktatoran", dan bukan tak mungkin rejim di Beograd benar-benar ingin memberlakukan keadaan darurat.

Kejadian tersebut, menurut dia, "adalah langkah awal menuju arah yang sangat buruk".

Milosevic tampaknya telah berkesimpulan bahwa karena semua demonstrasi itu memicu seruan bagi pemogokan --yang akan sangat merugikan negara, maka para pemrotes tersebut harus dihentikan, dengan cara apa pun juga.

Para guru yang hanya memperoleh gaji 150 dolar AS per bulan, misalnya, diberitakan telah mengancam akan melakukan pemogokan guna menuntut gaji lebih besar.

Seorang diplomat mengatakan kepada AFP, "Mereka (Pemerintah Serbia) tampaknya mulai merasa bahwa mereka tidak lagi dapat membiarkan semua demonstrasi ini berlangsung dari hari ke hari."

Namun, dilema bagi Milosevic ialah masyrakat internasional sangat mencela aksi kekerasan, terutama kenyataan bahwa Pesic --yang dipandang banyak negara Barat sebagai pemimpin oposisi paling cocok-- dipukuli pasukan keamanan. Pesic juga dianggap sebagai lambang protes secara damai.

Perancis dan Jerman mulai memperlihatkan reaksi keras terhadap aksi kekerasan pemerintah Beograd tersebut dengan mengutuk tindakan polisi dan mendesak pemerintah Serbia agar menghindari terulangnya kejadian seperti itu.

Amerika Serikat dan aliansinya di Eropa juga terus mendesak Milosevic agar mengakui kemenangan oposisi dalam pemilihan umum tahun lalu.

Milosevic juga diperingatkan bahwa kemakmuran Serbia pada masa mendatang menjadi taruhan kejadian saat ini, kendati pihak Barat tidak menyebut-nyebut kemunginan penjatuhan sanksi --yang dianggap hanya akan menyengsarakan rakyat.

Sementara itu negara Eropa khawatir kerusuhan di Beograd akan meluas dan tak terkendali atau kerusuhan baru di wilayah Kosovo dapat merembes ke luar perbatasan Serbia.

Namun kendati tersimpan risiko bahwa kerusuhan dapat meluas setelah hampir tiga bulan terjadinya protes, banyak diplomat dilaporkan berpendapat bahwa pihak luar tak dapat berbuat banyak untuk memberi sumbangan guna menyelesaikan krisis di Serbia.

Sebelum kejadian awal Februari tersebut, aksi kekerasan terburuk pernah terjadi pada 24 Desember, ketika para demonstran bentrok dengan para pendukung pemerintah, yang dibawa ke ibukota Serbia oleh rejim Beograd dengan menggunakan bus dan kereta. Satu orang diberitakan tewas dan 91 lagi cedera dalam kejadian itu.

Akibat perkembangan yang mengarah kepada aksi kekerasan tersebut, Zoran Djindjic berpendapat bahwa pengakuan atas kemenangan oposisi dalam pemilihan umum saja sekarang tidak memadai.

Rakyat Serbia menghendaki perubahan yang hakiki, katanya. (3/02/97 23:27)

SURAM, HARAPAN BAGI PENYELESAIAN CEPAT KRISIS SANDERA PERU

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta 10/2/97 (ANTARA) - Agaknya harapan untuk segera mendapatkan terobosan bagi penyelesaian krisis penyenderaan di Peru yang telah berlangsung selama 53 hari harus segera dipupuskan, sementara Presiden Peru Alberto Fujimori menghadiri pertemuan forum ekonomi di London.

Tak ada pertemuan baru yang direncanakan antara para penengah, pemerintah dan pemberontak Marxis yang menyandera 72 orang di kediaman duta besar Jepang di ibukota Peru, Lima.

Sebelumnya kantor berita Reuter melaporkan bahwa pemerintah Peru dan pemberontak makin mendekati dimulainya kembali pembicaraan langsung guna mengakhiri krisis penyanderaan tersebut.

Uskup Katolik Roma Juan Luis, sebagaimana dikutip kantor berita transnasional, mengatakan bahwa berbagai upaya untuk menghidupkan kembali pembicaraan antara pemberontak dan pemerintah "telah maju secara positif" setelah ia dan dua penengah lain bertemu hari Kamis (7/2) dengan pemimpin pemberontak Nestor Cerpa Cartolini.

Panel "para pemberi jaminan" dilaporkan juga bertemu dengan penengah pemerintah Domingo Palermo pada hari yang sama guna berusaha menempa agenda bagi perundingan langsung yang baru.

Namun, rencana Fujimori untuk meninggalkan negerinya setelah ia membuat terobosan besar dalam krisis itu --ia pergi sampai Selasa (11/2)-- tampaknya takkan terwujud dalam waktu dekat.

Pembicaraan antara pemerintah Peru dan pemberontak macet pada 28 Desember.

Sampai kini tak ada isyarat yang muncul sejak saat itu bahwa kedua pihak tersebut akan segera memulai kembali perundingan.

Sabtu pagi (8/2) Fujimori diberitakan bertolak menuju London dalam upaya baru untuk menghimpun dukungan luar negeri dalam menangani krisis itu dan meningkatkan citra negerinya.

Ia diduga akan singgah satu hari di New York sebelum terbang menuju London, tempat ia direncanakan berbicara dalam forum Amerika Latin dan bertemu dengan Perdana Menteri Inggris John Major.

Sementara itu, para sandera tetap harus melewati malam di kediaman Duta Besar Jepang, dan setelah fajar pada Sabtu polisi mulai mengumandangkan musik rakyat yang romantis melalui pengeras suara besar di luar gedung tersebut.

Lebih dari 15 anggota MRTA menyerbu kediaman duta besar Jepang di Lima selama suatu pesta tanggal 17 Desember dan menyandera lebih 400 orang. Namun sejak itu mereka telah membebaskan sebagian besar sandera.

Mereka menuntut pembebasan lebih dari 400 teman mereka yang dipenjarakan di Peru sebagai imbalan bagi pembebasan para sandera.

Fujimori, yang saudara laki-lakinya, Pedro, termasuk di antara sandera, bahkan telah menolak untuk membahas tuntutan tersebut tapi telah berjanji akan mengupayakan penyelesaian damai krisis itu.

Jepang hati-hati

Sementara itu, di Tokyo pemerintah Jepang dilaporkan memberi reaksi yang hati-hati mengenai prospek terwujudnya pembicaraan baru antara kedua pihak di Peru tersebut.

"Kami mesti menahan diri dari spekulasi mengenai kemajuan apa yang akan dicapai dari sekarang, tapi kami berharap pembicaraan langsung akan dimulai sesegera mungkin," kata Menteri Luar Negeri Jepang Yukihito Ikeda kepada parlemen sebagaimana dikutip Reuter.

Namun menurut AFP, Perdana Menteri Jepang Ryutaro Hashimoto mengatakan bahwa pembicaraan awal antara pemerintah Peru dan pemberontak "dapat dimulai pekan depan".

Hashimoto, meskipun berpendapat bahwa kedua pihak di Peru tersebut belum mencapai kesepakatan mengenai tempat bagi pembicaraan baru, "suasana mungkin membaik pekan depan".

Seorang pemimpin pemberontak bernama Rojas dan orang nomor dalam anggota MRTA yang melakukan penyanderaan, disebut-sebut akan keluar dari kediaman duta besar Jepang di Lima untuk mengadakan pembicaraan babak pertama.

Menurut Hashimoto, pemimpin tinggi pemberontak Nestor Cerpa juga akan menghadiri babak kedua pembicaraan awal tersebut.

Perdana menteri Jepang itu optimistis bahwa pertemuan tersebut bukan hanya "sekali jalan tapi akan berlangsung terus".

Para penengah dilaporkan bertemu dengan Cerpa, yang memimpin pemberontak di kediaman duta besar Jepang, Kamis (6/2) dan belakangan "menyebut-nyebut adanya kemajuan tapi tak ada terobosan".

Meskipun demikian, Juan Luis Cipriani berpendapat pembicaraan tersebut setidaknya memberi secercah harapan dan menjadi awal bagi terwujudnya "cara untuk mengkoordinasikan dimulainya pembicaraan awal".

Cipriani diberitakan bertemu dengan utusan Komite Palang Merah Internasioanl Michel Minnig dan Duta Besar Kanada di Peru Anthony Vincent bertemu dengan Cerpa selama 2,5 jam di tempat penyanderaan.

Betapapun juga banyak pengamat mengatakan kepada AFP bahwa setiap titik harapan bagi terwujudnya pembicaraan antara pemberontak dan pemerintah Peru akan memiliki dampak psikologis besar terhadap para sandera, yang telah 72 hari hidup di bawah todongan senjata.

Apalagi para sandera, kata Cipriani, kendati berada kondisi baik, tapi "sangat kelelahan" akibat penyanderaan yang berkepanjangan. (9/02/97 09:51)