Rabu, 30 April 2008

MAJU-UNDUR PEMBICARAAN PERDAMAIAN BOSNIA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 10/8 (ANTARA) - Pembicaraan perdamaian Bosnia-Herzegovina yang sebelumnya mengundang harapan Presiden AS Bill Clinton, ternyata menghadapi ancaman baru karena awal Minggu ini (9/8) Presiden Republik Bosnia Alija Izetbegovic meninggalkan ruangan perundingan.

Ia tak bersedia mengadakan perundingan dengan pemimpin etnik Kroasia dan Serbia Bosnia.

Alasan Presiden Izetbegovic dan kelompok Muslim Bosnia itu ialah kendati etnik Serbia Bosnia telah mencabut bendera dari Gunung Bjelasnica tetapi belum memindahkan mesin perangnya dari dataran tinggi di dekat ibukota negerinya, Sarajevo.

Dalam suatu pernyataannya, Izetbegovic diberitakan mengutip berbagai laporan bahwa pasukan Serbia belum meninggalkan satu posisi pun di gunung Bjelasnica dan Igman. Etnik penentang pemisahan diri Bosnia dari Yugoslavia itu telah berulang kali berjanji akan meninggalkan kedua dataran tinggi stragegis tersebut.

Izetbegovic juga telah berkali-kali mengancam bahwa takkan ada pembicaraan jika etnik Serbia Bosnia tidak menarik pasukan dari kedua wilayah tersebut.

Tindakan etnik Serbia Bosnia itu, menurut dia, membuat kelanjutan pembicaraan perdamaian Bosnia di Jenewa berada dalam kabut keraguan.

Ia juga menghendaki masyarakat internasional terus menekan etnik Serbia Bosnia agar segera menarik pasukannya sehingga pembicaraan dapat dilanjutkan, kalau perlu dengan aksi militer sebagaimana ancaman NATO, atau pencabutan embargo senjata sehingga kaum Muslim Bosnia dapat mempertahankan diri.

Seruan bagi pencabutan embargo telah sering disampaikan baik oleh Izetbegovic maupun pihak lain, tapi selalu ditentang sebab dikhawatirkan kiriman senjata juga akan jatuh ke pihak Serbia Bosnia atau etnik Kroasia Bosnia.

Serangan udara guna menghentikan pengepungan terhadap Sarajevo, kata Izetbegovic, akan membantu melicinkan jalan bagi kelanjutan pembicaraan perdamaian yang pekan lalu diboikotnya.

Pekan lalu Izetbegovic menjadikan penarikan pasukan Serbia Bosnia sebagai syarat bagi kelanjutkan pembicaraan perdamaian.

NATO, kendati masih meminta izin PBB untuk melancarkan serangan atas Serbia Bosnia, pada hari yang sama mendesak etnik tersebut agar segera menghentikan pengepungannya atas ibukota republik Balkan itu.

"Tangkisan" Serbia

Pemimpin etnik Serbia Bosnia, Radovan Karadzic, berpendapat lain, yakni nasib perundingan di Jenewa guna mengakhiri 16 bulan pertumpahan darah di Bosnia malah berada dalam genggaman Pemerintah Bosnia yang didominasi kaum Muslim.

Setelah satu pekan mengalami kebuntuan, pembicaraan yang dijadualkan berlangsung hari Senin itu tidak terpengaruh oleh ancaman serangan udara NATO, katanya.

Dalam wawancara dengan televisi Reuter sebelum meninggalkan Beograd menuju Jenewa, Karadzic menyatakan masa depan pembicaraan Jenewa tergantung pada kesungguhan delegasi Bosnia.

Namun menurut Izetbegovic, Dewan Kepresidenan Bosnia menganggap penarikan pasukan Serbia dari Bjelasnica dan Igman adalah ujian bagi etnik Serbia Bosnia, yakni sejauh mana keinginan orang Serbia untuk berunding. Tanpa penarikan itu, pembicaraan takkan ada artinya sama sekali.

Karadzic malah berkilah, ancaman serangan udara NATO hanya mendorong kaum Muslim Bosnia untuk tidak menghadiri pembicaraan dan terus mengobarkan pertempuran.

Ia sebelumnya telah menyampaikan kesediaannya menyerahkan kedua gunung yang dikuasai etniknya kepada pasukan PBB. Tetapi pasukan PBB di Bosnia dilaporkan tidak melihat tanda-tanda pasukan Serbia Bosnia meninggalkan wilayah tersebut.

Jurubicara Pasukan PBB Barry Frewer, dilaporkan membenarkan bahwa pasukan Serbia Bosnia mulai menarik diri dari gunung Bjelasnica dan Igman, tapi menambahkan artileri dan tank Serbia masih berada di tempatnya di dekat gunung Igman.

Masalah pembagian

Kaum Muslim Bosnia juga telah memperlihatkan keberatannya untuk merundingkan rencana pembagian Bosnia-Herzegovina menjadi tiga republik etnik.

Sejauh ini pembicaraan perdamaian Bosnia dipusatkan pada peta pembagian republik tersebut, yang dilaporkan telah disetujui Izetbegovic dan etnik Serbia serta Kroasia Bosnia.

Meskipun demikian, Izetbegovic mengemukakan persyaratannya bagi penyelesaian yang dapat diterima baik, yakni dilestarikannya Bosnia-Herzegovina sebagai satu negara anggota PBB dan pembagian yang adil bagi republik yang sebagian besar penduduknya kaum Muslim Bosnia.

Penetapan peta bagi masa depan Sarajevo sebagaimana dilaporkan para penengah perdamaian, Lord Owen dan Thorvald Stoltenberg kepada Dewan Keamanan PBB, juga menjadi kendala utama proses perdamaian tersebut.

Meskipun mengakui rencana pembagian Bosnia "dirancang secara semrawut", tapi Owen mengatakan, barangkali itu adalah pilihan terbaik yang kini ada untuk menghentikan pertumpahan darah di Bosnia. Pembagian Bosnia menjadi tiga republik etnik tak berbeda dengan tindakan pemenggalan republik tersebut.

Ia sebenarnya tidak menyukai perbuatan tersebut dan menilainya tidak menarik, tapi tak dapat menghindari kenyataan bahwa itu lebih realistis dibandingkan harapan untuk menyaksikan ketiga etnik yang terlibat pertempuran tersebut hidup berdampingan.

Sementara itu di Bosnia-Herzegovina, pertempuran dilaporkan terus berkecamuk dan tidak memperlihatkan tanda bahwa aksi saling bunuh akan segera berakhir, meskipun Sarajevo dikatakan agak tenang.

Prospek perdamaian di republik Balkan tersebut tampaknya masih jauh dari jangkauan walaupun lebih dari selusin persetujuan gencatan senjata pernah ditandatangani.

Sampai kini gagasan pembagian Bosnia menjadi tiga republik etnik dalam konfederasi longgar juga belum membawa angin segar bagi diakhirinya pertumpahan darah.

Sebelumnya, rencana perdamaian yang diprakarsai Owen dan bekas utusan PBB Cyrus Vance untuk membagi Bosnia-Herzegovina menjadi 10 provinsi gagal mengakhiri konflik di bekas republik Yugoslavia itu. Rencana tersebut "mati" karena mendapat tantangan terutama etnik pembangkang Serbia Bosnia. (10/08/93 10:42)

KESEDIAAN MUNDUR SERBIA NIAT TULUS ATAU AKAL BULUS?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 14/8 (ANTARA) - Pada saat menggencarnya berita mengenai kesepakatan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menyerang posisi Serbia Bosnia jika etnik itu tidak menghentikan serangan di Sarajevo, pemimpin etnik Serbia Bosnia mengumumkan kesediaan menarik pasukannya.

Pemimpin Serbia Bosnia Radovan Karadzic belum lama ini (13/8) menyatakan, terdapat "salah pengertian" mengenai ancaman NATO tersebut.

Washington telah memperingatkan, jika pasukan Serbia Bosnia tak mau mundur, pintu akan terbuka bagi serangan udara NATO, sementara para perunding perdamaian di Jenewa menetapkan batas waktu penarikan pasukan Serbia Bosnia, pada hari Kamis (12/8).

Para diplomat NATO dilaporkan bertemu di Brussel Jumat pagi guna menilai situasi di Bosnia sehubungan dengan ancaman aliansi Barat itu untuk menggempur posisi pasukan Serbia Bosnia.

"Jaring semakin ketat di sekitar orang Serbia," kata seorang diplomat NATO sebagaimana dikutip AFP.

Tetapi, benarkah ucapan diplomat NATO itu? Sebenarnya jaring belum menjadi ketat apalagi sampai menjerat leher orang Serbia Bosnia.

Kondisi itu terjadi karena NATO masih membutuhkan izin PBB guna melancarkan serangan udaranya, sedangkan PBB telah menyatakan memiliki veto untuk menggagalkan serangan tersebut.

PBB juga khawatir serangan NATO akan mengakibatkan serangan balasan terhadap pasukannya, seperti juga kekhawatiran Eropa mengenai nasib tentaranya di wilayah Balkan itu, dari etnik Serbia Bosnia. Rusia dan Ukraina juga telah melontarkan keberatannya atas rencana NATO itu.

Kekhawatiran PBB berkaitan dengan sikap Karadzic dalam menanggapi ancaman NATO. Pemimpin Serbia Bosnia itu telah menyatakan, bila terjadi campur tangan militer, "kami siap menghadapi segala kemungkinan."

Karadzic bahkan menyebut-nyebut bahwa tak ada masalah untuk "membeli senjata nuklir di pasar dunia."

Ia juga mengisyaratkan kemungkinan serangan bukan hanya terhadap pasukan internasional di Bosnia tetapi mungkin juga Austria dan Jerman -- yang sepanjang sejarah adalah musuh bebuyutan Serbia -- menjadi sasaran serangan.

Mengendur?

Tetapi, setelah desakan makin kuat agar NATO menyerang posisi pasukan Serbia Bosnia jika etnik itu tidak mundur dari dua gunung strategis, Igman dan Bjelasnica, Karadzic mengumumkan kesediaan penarikan pasukannya.

Pengumuman tersebut langsung mendapat perhatian dari ketua bersama pembicaraan perdamaian Jenewa, Lord Owen dan Thorvald Stoltenberg, yang segera menangguhkan pembicaraan sampai Senin guna menilai situasi.

Pasukan Serbia di Bosnia hari Jumat melaporkan penarikan diri sampai ke belakang garis yang disepakati dengan pasukan PBB di Gunung Igman.

Juru bicara delegasi Serbia ke pembicaraan Jenewa, menurut kantor berita Barat, menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang baru diterimanya dari sumber militer Serbia, Jenderal Vere Hayes dari Unprofor melaporkan pasukan Serbia telah mundur ke garis yang disepakati.

Amerika Serikat, yang telah beberapa kali berubah sikap dalam menghadapi krisis Balkan tersebut, segera bereaksi atas pernyataan Serbia Bosnia itu.

Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher dan rekannya dari Perancis, Alain Juppe, dalam pembicaraan telefon, menyatakan penarikan Serbia Bosnia mesti diselesaikan dan "konsekuensi yang akan dihadapi Serbia Bosnia belum sirna bila etnik tersebut tidak patuh."

Tetapi Christopher juga menyatakan pemerintah Presiden Bill Clinton akan puas atas penarikan pasukan Serbia Bosnia dari sebagian kedua gunung strategis tersebut.

Perubahan sikap ini, yang muncul dua hari setelah tuntutan Christopher bagi penarikan total pasukan Serbia Bosnia dari Gunung Igman dan Gunung Bjelasnica, diduga akan mencegah serangan udara NATO.

Sebelumnya, AS mengusulkan pencabutan embargo atas kaum muslim Bosnia, yang kalah dalam persenjataan melawan pasukan Serbia, tetapi belakangan menarik usul itu karena mendapat tantangan, terutama dari Eropa.

"Kemajuan"

"Kemajuan" yang dilakukan pasukan Serbia Bosnia dipandang oleh banyak kalangan dalam perundingan di Jenewa sebagai bukti nyata bahwa perundingan dapat segera dilanjutkan.

Sebelumnya, kehadiran pasukan Serbia Bosnia di kedua dataran tinggi itu telah menghambat perundingan bagi penyelesaian politik dalam konflik di republik bekas Yugoslavia tersebut.

Presiden Bosnia Alija Izetbegovic telah menolak berunding langsung dengan etnik Serbia serta Kroasia Bosnia mengenai bentuk tiga republik etnik sampai pasukan Serbia menyelesaikan penarikan dari kedua gunung yang dapat menjadi tempat pengawasan jalur baratdaya dari dan ke Sarajevo.

Daerah itu dilaporkan sebagai jalur penting pemasokan bagi pasukan muslim Bosnia.

Situasi yang pasti di lapangan mengenai penarikan pasukan Serbia tersebut belum jelas benar, dan, kalaupun benar, sungguh-sungguhkah tindakan etnik Serbia Bosnia, yang menentang pemisahan diri Bosnia dari Yugoslavia, itu ditujukan bagi terwujudnya perdamaian?

Tindakan "mengalah" etnik Serbia Bosnia ini bukan lah yang pertama kali. Beberapa waktu lalu, selama perundingan yang diprakarsai Owen dan bekas utusan PBB Cyrus Vance, etnik Serbia Bosnia pun pernah menyatakan puas dengan luas wilayah yang telah diperolehnya.

Tetapi, begitu ancaman mengendur, etnik tersebut, yang belum melepaskan keinginan untuk menyatukan wilayah Bosnia yang didudukinya dengan wilayah republik Kroasia, Krajina, yang juga diduduki etnik Serbia, kembali mengobarkan perang.

Selanjutnya, mereka ingin bergabung dengan republik Serbia guna membentuk Republik Serbia Raya.

Etnik ini juga pernah mengulur waktu penarikannya dengan alasan pasukan PBB belum siap mengambil alih wilayah yang akan ditinggalkan pasukannya, dan sekarang, pada saat ancaman NATO semakin keras, etnik Serbia Bosnia sekali lagi menunjukkan "sikap luwesnya". (14/08/93 13:23)

KRISIS NIGERIA TAK KUNJUNG REDA

Oleh: Chaidar Abdullah

Jakarta, 19/8 (ANTARA) - Tawaran Presiden Nigeria Jenderal Ibrahim Babangida untuk meletakkan jabatan bukan jaminan bahwa negeri itu akan segera terlepas dari krisis politik yang belakangan ini telah mencengkeram negeri tersebut dan masalah baru pun mulai merebak mengenai pengganti pemimpin militer Nigeria itu.

Presiden Ibrahim Babangida hari Selasa (17/8) menawarkan pengundaran diri tanpa mengumumkan calon penggantinya, sementara krisis di negeri tersebut belum memperlihatkan tanda akan berakhir.

Menteri Luar Negeri Matthew Mbu hari berikutnya mempertegas tawaran pengunduran diri Babangida tersebut.

Sementara itu saingan Babangida -- Moshood Abiola, yang dianggap menang dalam pemilihan presiden tanggal 12 Juni -- menganggap pengumuman Babangida tak berarti sama sekali.

Tindakan Babangida membatalkan hasil pemungutan suara Juni lalu untuk memilih penggantinya dari sipil membuat Nigeria terjerumus ke dalam krisis politik terburuk sejak berakhirnya perang Biafra 23 tahun lalu.

Menurut laporan kantor-kantor berita Barat, bekas pemimpin militer Nigeria Jenderal (Purn.) Olusegun Obasanjo berpendapat apa yang dibutuhkan untuk mengakhiri kebuntuan politik di negerinya bukan tawaran pengunduran diri tapi keputusan Babangida untuk benar-benar meletakkan jabatan.

Pidato Babangida di hadapan Majelis Nasional hari Selasa dilaporkan malah membuat anggota Parlemen negeri itu bingung mengenai nasib negeri yang dilanda krisis sejak pembatalan pemungutan suara tanggal 12 Juni lalu tersebut.

Sulit diterka orang yang akan menjadi pemimpin sementara negeri itu bila Babangida benar-benar meletakkan jabatan.

Bahkan belum ada laporan apakah pemimpin militer negeri tersebut mengabulkan tawaran Babangida.

Memang tersiar laporan bahwa sebagian jenderal senior Nigeria menyokong pengunduran diri Babangida, tapi sekelompok teman dekatnya yang ikut melancarkan kudeta tanggal 27 Agustus 1985 sehingga mengantarnya ke jabatan presiden merasa keberatan untuk meluluskan tawaran pengunduran diri itu.

Pemerintah sementara

Kendati pemerintah sementara dibentuk setelah pembatalan pemungutan suara, kelompok pro-demokrasi di negeri tersebut beranggapan tindakan itu hanyalah muslihat untuk melestarikan kekuasaan militer.

Pemerintah sementara itu direncanakan dipimpin oleh kelompok sipil, mengadakan pemilihan presiden baru bulan September 1994 dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang dalam pemungutan suara tanggal 31 Desember tahun depan.

Para pengritik Babangida dilaporkan menuduhnya ingin mempertahankan kekuasaan dan "Babangida ingin menggantikan Babangida".

Pendapat itu semakin kuat terutama setelah ia menyampaikan kesediaan untuk membagi pengalamannya pada akhir masa kekuasaan pemerintah sementara.

Pernyataan tersebut dianggap mengandung arti bahwa ia akan menukar pakaian seragamnya dengan pakaian sipil sehingga dapat memimpin pemerintah mendatang, dan ia ingin mempertahankan posisi sebagai pelaku utama dalam kancah politik negeri itu.

Menurut laporan, sebagian calon yang mungkin memimpin pemerintah sementara Nigeria terdapat ahli ekonomi negeri tersebut seperti Pius Okigbo dan Ketua Senat Iyorchia Ayu.

Krisis 10 pekan di Nigeria telah mengakibatkan protes, sebagian berubah menjadi kerusuhan dan merenggut korban.

Peran militer

Meskipun Babangida tak mau disebut sebagai perintang demokrasi, ia mengisyaratkan bahwa militer tetap akan mengawasi kegiatan politik di Nigeria.

Dalam pidatonya, sebagaimana dilaporkan, ia berkata: "Angkatan bersenjata akan membela pemerintah sementara dengan seluruh kekuatannya guna menjamin kelanjutan hidup pemerintahan itu."

Ia juga mengumumkan bahwa Nigeria akan memiliki pemerintah sementara, meskipun tanpa melalui pemilihan tapi memiliki landasan undang-undang dasar.

Pemerintah baru negeri tersebut direncanakan hanya akan berisi satu personil militer, Menteri Pertahanan, tapi selain dewan eksekutif akan terdapat badan pembuat keputusan yang terdiri atas sipil, angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara dan kepala polisi.

Kesediaan Babangida sendiri untuk meletakkan jabatan masih tetap diragukan. Tahun lalu Babangida juga menangguhkan penyerahan kekuasaan kepada pemerintah sipil.

Sementara itu Abiola, yang sedang berusaha menghimpun dukungan dari luar negeri dan menyatakan menang dalam pemilihan presiden Juni lalu, menyampaikan keinginannya untuk kembali ke negerinya tanggal 24 Agustus, tiga hari sebelum jadwal penyerahan kekuasaan dari Babangida kepada pemerintah sementara. Ia saat ini berada di Inggris dan mengatakan ingin diambil sumpah pada saat penyerahan jabatan tersebut.

Namun rencana itu diragukan oleh banyak pejabat Nigeria terutama setelah Babangida mengumumkan takkan mengubah keputusannya mengenai pembatalan hasil pemungutan suara bulan Juni. (19/08/93 20:19)

BEDA PENAFSIRAN BAYANGI BABAK-11 PERUNDINGAN TIMTENG

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 29/8 (ANTARA) - Harapan bagi tercapainya terobosan pada babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah masih diliputi perbedaan penafsiran mengenai rencana otonomi sementara di Jalur Gaza dan kota kecil Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Perundingan babak ke-11 itu direncanakan berlangsung Selasa (31/8), saat PLO menghadapi krisis kepemimpinan tatkala dua anggota Komite Eksekutifnya menyatakan pengunduran diri sementara satu lagi mengancam mundur dari komite tersebut sebelum pembicaraan perdamaian berlangsung.

Kemelut dalam tubuh komite tersebut muncul setelah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) itu menghadapi krisis keuangan di samping frustasi mengenai proses perdamaian Timur Tengah.

PLO menghadapi krisis keuangan setelah banyak negara Arab menghentikan bantuannya, sehubungan dengan dukungan PLO kepada Irak selama krisis Teluk, ditambah penutupan Israel bagi rakyat Palestina setelah orang Yahudi terbunuh di Israel.

Krisis dalam tubuh PLO tersebut dikhawatirkan akan mengganggu proses perdamaian Arab-Israel tersebut.

Akan tetapi beberapa hari sebelum perundingan dilanjutkan, pemimpin PLO Yasser Arafat tampaknya berhasil meredam suasana yang tak menguntungkan organisasinya.

Sebelum pertemuan Komite Eksekutif PLO, pemimpin garis keras pejuang Palestina, Taysir Khaled, dilaporkan menyerukan pengunduran diri pemimpin PLO tersebut, menyusul pengunduran diri dua anggota komite itu pekan sebelumnya. Komite Eksekutif PLO mengadakan sidang dua hari Jumat dan Sabtu (27 dan 28 Agustus).

Berbagai komentar bernada optimistis mengenai terobosan yang mungkin dicapai dalam babak ke-11 perundingan Arab-Israel juga telah dilontarkan sebelum timbulnya krisis di tubuh Dewan Komite PLO.

Baik pihak Palestina maupun Israel telah menyatakan bahwa terobosan akan dapat dicapai di Washington.

Persetujuan?

Bahkan dua hari sebelum pembicaraan dimulai, Israel dilaporkan telah mencapai persetujuan mengenai garis besar bagi otonomi terbatas Palestina yang direncakana dimulai di Jalur Gaza dan kota kecil Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Meskipun demikian persetujuan itu tak lebih dari masalah-masalah mendasar dan rinciannya masih disusun.

Kepala staf penerangan PLO, Yasser Abed-Rabbo berkomentar di Amman, terdapat kemungkinan bagi kemajuan dalam babak berikut perundingan Arab-Israel.

Babak-babak terdahulu perundingan yang telah berlangsung tak kurang dari 22 bulan tersebut hanya membuat frustrasi rakyat Palestina karena nyaris tak ada kemajuan yang dihasilkan.

Kekecewaan karena lambannya kemajuan dalam proses perdamaian itu juga menjadi salah satu krisis dalam tubuh PLO selain krisis keuangan.

Masih terpaut

Abed-Rabbo dan bahkan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres boleh saja menyampaikan komentar bernada optimistis mengenai terobosan dalam babak pembicaraan kali ini.

Arafat sendiri telah "berteriak-teriak" agar para pemimpin Israel mewujudkan "perdamaian yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang berani".

Arafat menganggap tindakan Israel belakangan ini untuk bersedia berunding dengan orang-orang yang ditunjuk PLO sebagai mencairnya keangkuhan Yahudi.

Akan tetapi pendirian resmi PLO dan Israel mengenai terobosan yang mungkin dicapai pada babak ke-11, persetujuan mengenai otonomi bangsa Palestina di Jalur Gaza dan Jericho, tampak masih terpaut cukup jauh.

Palestina menghendaki penarikan serdadu Israel dari Jalur Gaza dan kota kecil di Tepi Barat itu.

PLO juga berharap akan memegang kekuasaan penuh, termasuk kekuasaan atas semua perbatasan di Jalur Gaza dengan Mesir dan tempat penyeberangan dari Jericho ke Jordania.

Pemberian kekuasaan tersebut, menurut penasihat politik Arafat, Nabil Sahaath, akan menjadi langkah awal menuju sebuah negara Palestina merdeka.

Sementara itu pemerintah Israel di bawah pimpinan Perdana Menteri Yitzhak Rabin memiliki konsep bertolak-belakang dengan apa yang menjadi pandangan Palestina mengenai persetujuan "Jalur Gaza-Jericho".

Israel juga hanya bersedia memberikan otonomi terbatas bagi bangsa Palestina atas sebagian wilayah Tepi Barat.

Menurut Israel persetujuan mengenai prinsip-prinsip bagi otonomi terbatas bangsa Palestina harus ditandatangani dulu, bila mungkin pada babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah.

Setelah itu baru otonomi terbatas sebagaimana ditetapkan dalam persetujuan tersebut diterapkan di Jalur Gaza dan Jericho sebagai langkah awal.

Serdadu Israel, menurut penguasa Yahudi, bisa ditarik dari daerah- daerah konsentrasi Palestina seperti dalam ketentuan persetujuan Camp David 1978, yang menghasilkan persetujuan perdamaian antara Israel dan Mesir.

Bukan negara

Meskipun demikian, rakyat Palestina takkan diberi kekuasaan atas jembatan yang melintasi sungai Jordan dan juga tidak berkuasa di perbatasan dengan Mesir.

Serdadu Israel juga akan tetap memantau keadaan di permukiman Yahudi di kedua daerah tersebut.

"Kami sedang membicarakan pemerintahan sendiri, dan bukan proklamasi satu negara lagi," demikian pendapat yang dilontarkan Shimon Peres sekitar satu pekan sebelum perundingan Arab-Israel dilanjutkan.

Rabin, sebagai pemimpin tertinggi Israel, juga belum secara terbuka menyampaikan dukungannya mengenai masalah Jericho, tetapi dilaporkan menyokong masalah Jalur Gaza.

Sementara itu PLO juga menyatakan bahwa Israel menampik usul Palestina bagi penarikan semua pasukan Yahudi dari Jalur Gaza dan Jericho.

Bila Israel tidak mengubah pendirian ini, pihak Palestina dapat saja menarik diri dari babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah, kata beberapa pejabat PLO.

Menteri Luar Negeri Palestina, Farouk Kaddoumi, berkata: "Kami dengan sungguh-sungguh mengkaji pengunduran diri dari pembicaraan karena Israel tak bermaksud mundur sekalipun hanya satu inci dari wilayah pendudukan." (29/08/93 20:45)

RENCANA OTONOMI PALESTINA SULUT KEBINGUNGAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 1/9 (ANTARA) - Banyak pihak -- AS, Eropa dan Australia -- memuji rencana persetujuan Palestina-Israel mengenai otonomi terbatas di Jalur Gaza dan Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan, tapi tindakan yang dirintis lewat pertemuan rahasia Israel-PLO itu juga menimbulkan kebingungan.

Jordania adalah negara yang paling terhenyak dengan laporan mengenai persetujuan tersebut karena Jericho adalah wilayahnya sebelum perang Arab-Israel tahun 1967.

Sebelum rencana itu disetujui dalam babak ke-11, pembicaraan perdamaian Timur Tengah yang diselengarakan di Washington hari Selasa (31/8), pers Barat sudah ramai menggembar-gemborkan rencana tersebut yang dilaporkan juga ditentang rakyat Yahudi.

Kabinet Israel dilaporkan telah mengesahkan persetujuan yang diperantarai Norwegia akhir bulan Agustus 1993 antara Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres dan pejabat PLO untuk memberi bangsa Palestina kekuasaan administratif atas Jalur Gaza dan Jericho.

Rencana itu baru bisa disahkan beberapa pekan setelah disetujui oleh pihak Palestina dan Israel dalam perundingan perdamaian Timur Tengah.

Rencana tersebut menggaris-bawahi prinsip-prinsip yang akan menetapkan pengalihan kekuasaan terbatas kepada sebanyak dua juta orang Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Semua rincian penting mengenai cara bangsa Palestina menangani kehidupan sehari-hari mereka masih harus dirundingkan.

Setelah tersiarnya laporan mengenai rencana persetujuan itu pemimpin PLO Yasser Arafat menghadapi ancaman pembunuhan dari kelompok garis keras Palestina karena perundingan rahasia organisasinya dengan Israel.

Jerusalem tenggelam

Gencarnya pemberitaan pers Barat mengenai "prestasi" yang dicapai dalam proses perdamaian Timur Tengah saat ini, telah menenggelamkan masalah yang membuat buntu babak terdahulu proses perdamaian tersebut, yaitu masalah Jerusalem.

Dalam babak ke-10 pembicaraan perdamaian, pihak Palestina mengangkat lagi masalah kota kuno itu, yang direbut Israel dari bangsa Palestina tahun 1967.

Israel juga sudah berulang-kali menyatakan Jerusalem adalah ibukota utuh negara Yahudi dan tak dapat dikutak-katik, sementara Palestina ingin Jerusalem dibahas dalam setiap perundingan.

Dalam suatu wawancara dengan harian Perancis, Liberation, pemimpin tim perunding Palestina, Faisal Al Husseini, mengatakan Israel harus menghilangkan sifat keras kepala dan merundingkan status Jerusalem jika Tel Aviv menghendaki persetujuan perdamaian.

Wawancara tersebut mengungkit lagi silang pendapat mengenai nasib Jerusalem Timur yang tidak disebut-sebut dalam laporan pers mengenai persetujuan Jalur Gaza-Jericho tersebut.

Persetujuan mengenai Jalur Gaza dan Jericho dapat diterima sebagai langkah awal, tetapi rakyat Palestina, katanya, mendesak penarikan Israel dari seluruh wilayah pendudukan.

Ia menyebut Jerusalem dan semua milik rakyat Palestina sebagai inti permasalahan, dan penduduk Jalur Gaza takkan pernah mau menerima persetujuan yang menyisihkan nasib Jerusalem.

Sementara itu terdapat usul untuk menjadikan kota suci tersebut sebagai kota terbuka bagi semua pemeluk agama, karena selama ini Jerusalem telah diperebutkan oleh banyak pihak.

Belum jelas

Di Washington dalam perundingan hari pertama Palestina dan Israel, kedua pihak itu gagal menyepakati kapan dan oleh siapa persetujuan tersebut akan ditandatangani.

Pada saat yang sama, pihak Israel terus menghembus-hembuskan rasa optimistis dan Palestina melontarkan harapan bagi pengakuan PLO oleh Israel.

Persetujuan tersebut dilaporkan dapat ditandatangani pada babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah, tetapi laporan pers yang sudah tersiar luas membuat persetujuan otonomi terbatas itu seakan-akan sudah menjadi kenyataan.

Pihak Palestina berpendapat akan terjadi penundaan penandatanganan selama satu bulan, dan menyarankan agar persetujuan tersebut ditandatangani oleh pejabat yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari mereka yang kini berunding di Washington.

Israel mengingini persetujuan itu ditandatangani satu pekan setelah disetujui dalam perundingan perdamaian Timur Tengah di Washington.

Namun, Koordinator PLO Nabil Shaath beranggapan "tak mungkin" persetujuan tersebut ditandatangai dalam waktu terlalu cepat, sedangkan para pejabat PLO membutuhkan waktu minimal satu bulan untuk mensahkannya.

Sementara itu Departemen Luar Negeri AS, kendati menyambut baik kelanjutan pembicaraan perdamaian Timur Tengah, tak bersedia menetapkan tanggal bagi penandatanganan persetujuan PLO-Israel tersebut.

Di Jakarta, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Ribhi Y. Awad menyatakan, menghendaki terobosan sesungguhnya ke arah perdamaian Palestina-Israel dengan diberikannya otonomi atas seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel dan rincian langkah nyata bagi perlindungan hak asasi rakyat Palestina.

Ia berpendapat apa yang dipandang dunia sebagai terobosan belum tentu merupakan "terobosan yang sesungguhnya" bagi rakyat Palestina.

Terobosan sesungguhnya, katanya, yang terutama ialah pembebasan kota suci Jerusalem dari pendudukan Israel.

Silang pendapat antara Israel dan PLO itu memantulkan kebingungan yang timbul akibat cepatnya perkembangan pemberitaan pers Barat mengenai persetujuan mereka dalam beberapa hari terakhir ini.

Keinginan Awad itu belum terwujud karena persetujuan otonomi terbatas bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza dan Jericho, menurut Israel, hanyalah kekuasaan administratif dan bukan pembentukan sebuah negara merdeka yang baru. ( 1/09/93 16:44)

PENGUNDURAN BABANGIDA BUKAN BERARTI KRISIS NIGERIA USAI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/8 (ANTARA) - Pemimpin junta militer Nigeria Ibrahim Babangida sekali ini membuktikan janjinya untuk mengundurkan diri, tapi penyerahan kekuasaannya kepada tokoh sipil bukan berarti krisis di negeri itu telah berakhir secara otomatis.

Ernest Shonekan, yang diangkat sebagai pemimpin pemerintah sementara yang lebih bersifat sebagai "penutup jurang sengketa" hari Kamis (27/8), harus menghadapi ketidak-tentuan masalah politik. Ia juga harus mempersatukan rakyat negeri itu.

Persatuan nasional Nigeria morat-marit ketika Jenderal Babangida membatalkan hasil pemilihan presiden tanggal 12 Juni, sedangkan pemungutan suara tersebut dipandang banyak pengamat berjalan jujur.

Tindakan Babangida menggagalkan pengusaha Moshood Abiola ke kursi presiden, membuat negeri itu terbenam ke dalam kancah krisis politik, dan beberapa saat setelah Babangida menyerahkan kekuasaan kepada Shonekan, Abiola berikrar akan kembali ke negerinya. Ini pun menjadi tantangan yang harus dihadapi Shonekan.

Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa, termasuk bekas penguasa koloni Nigeria -- Inggris, dilaporkan telah menjatuhkan sanksi atas Nigeria karena pembatalan hasil pemungutan suara bulan Juni.

Babangida merebut kekuasaan di negeri tersebut dalam kudeta tahun 1985 dan pernah tiga kali mengingkari janjinya untuk mengundurkan diri, akhirnya Kamis menyerahkan kursi kepemimpinan Nigeria demi terwujudnya demokrasi di negeri itu.

Akan tetapi banyak pengritiknya, termasuk Abiola -- yang kini berada di London, sebagaimana dilaporkan kantor-kantor berita Barat, menuding Babangida akan terus "menancapkan kuku kekuasaannya di belakang layar".

Itikad Babangida untuk meninggalkan dunia politik juga diragukan kendati banyak pejabat berkeras bahwa pemimpin junta militer tersebut takkan memainkan peran dalam pemerintah sementara.

Kabinet 32 anggota pimpinan Shonekan memiliki satu anggota militer, Jenderal Sani Abacha, seorang pentolan militer tangguh yang mempertahankan pos Menteri Pertahanan.

Ingin perbaiki hubungan

Beberapa pejabat Nigeria, menurut laporan, mengatakan Shonekan -- bekas pemimpinan konglomerat UAC Anglo-Nigeria -- ingin memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat.

Dalam pidatonya setelah pengambilan sumpah, Shonekan menyatakan Nigeria perlu meyakinkan mitra asingnya lagi bahwa komitmen Nigeria terhadap tata dunia baru, terutama, demokratisasi, tak perlu diragukan.

Pemerintah pimpinan Shonekan menyeru serikat buruh utama di negeri tersebut, NLC, agar tidak melanjutkan ancamannya untuk melancarkan pemogokan umum bila Babangida tidak menyerahkan kekuasaan sampai hari Jumat (28/8).

Namun pemogokan oleh serikat pekerja tambang minyak, NUPENG, diduga akan berjalan terus, dan bisa itu terjadi sektor perminyakan -- tulang punggung pemasukan Nigeria -- akan lumpuh.

Shonekan juga menghadapi tugas untuk melaksanakan pemilihan presiden baru.

Ancaman Abiola

Selain itu, ikrar Abiola -- yang tak mau mengakui pemerintah sementara yang ditunjuk Babangida -- untuk kembali ke negerinya juga menjadi ancaman lain yang harus dihadapi Shonekan.

Abiola, unggulan dari kelompok yang condong ke kiri Partai Sosial Demokrat, menyatakan akan memulai konsultasi mengenai penerapan program pemilihannya melalui berbagai "prasarana demokrasi yang ada".

Abiola diperkirakan telah meraih 58 persen suara dalam pemungutan suara bulan Juni, setelah ia menjanjikan program pembaharuan ekonomi dan penangan secara jujur dalam dunia politik.

Ia juga ingin memulihkan "hak asasi manusia, integritas, keterbukaan, kejujuran dan penanganan ekonomi yang terbuka".

Abiola diduga akan memanfaatkan situasi untuk meyakinkan Barat bahwa militer belum sepenuhnya meninggalkan kancah politik di Nigeria.

Tetapi ambisi Abiola tampaknya akan menghadapi tantangan kuat, terutama setelah Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman baru Nigeria, Clemen Akpamgbo, mengatakan kepada kantor berita Barat bahwa setiap upaya oleh Abiola untuk membentuk pemerintahan tandingan akan dianggap pemberontakan.

Alasan Akpamgbo ialah pemerintah yang sah telah membatalkan pemilihan presiden bulan Juni dan oleh karenanya kemenangan Abiola juga "tidak berlaku lagi".

Menurut Akpamgbo, jika Abiola tidak menghentikan ancamannya, ia akan berhadapan dengan jawaban yang sesuai.

Tindakan menghasut rakyat dengan menjadikan pemilihan bulan Juni sebagai alasan, sementara pemerintah sementara Nigeria pimpinan Shonekan justru sedang berusaha menyatukan rakyat negeri tersebut, takkan dijawab sikap sopan, demikian menurut Akpamgbo.
(28/08/93 11:58)

PEMBICARAAN RAHASIA LEBIH EFEKTIF DARI PROSES RESMI ?

Oleh: Chaidar Abdullah

Jakarta, 5/9 (ANTARA) - Angin perubahan dan santernya pemberitaan mengenai perkembangan optimistis dalam jalur perdamaian Palestina- Israel tampaknya merampas perhatian dunia dari pembicaraan perdamaian Timur Tengah di Washington.

Pembicaraan perdamaian Arab-Israel yang telah berlangsung selama 22 bulan itu seperti tenggelam dalam gencarnya berita mengenai hasil pembicaraan rahasia antara PLO dan Israel di Norwegia.

Delegasi-delegasi Israel, Suriah, Libanon, Jordania dan Palestina telah terlibat dalam 11 babak pembicaraan, tapi hasil yang dicapai dari semua pembicaraan yang dimulai di Madrid 22 bulan lalu kelihatannya tak berarti bila dibandingkan dengan hasil pertemuan rahasia PLO-Israel di Norwegia.

Perkembangan paling akhir dalam proses pembicaraan rahasia yang dilaporkan telah berlangsung selama 14 kali antara PLO, yang tadinya dicap sebagai organisasi "teroris" oleh Tel Aviv, dan pemerintah Israel, bisa dikatakan telah membeberkan kegagalan proses perdamaian yang dimulai di Madrid tahun 1991.

Amerika Serikat sendiri, bersama dengan bekas Uni Sovyet, yang memprakarsai pembicaraan perdamaian Timur Tengah bahkan dengan mencairkan pinjaman sebesar 10 miliar dolar AS ketika Israel menyatakan kesediaannya berunding dengan pihak Arab, ikut tersisih.

Banyak pejabat AS mengakui mereka selama ini hanya memainkan peran kecil dalam pembicaraan langsung PLO-Israel yang kini diduga akan menghasilkan saling pengakuan dan barangkali juga persetujuan perdamaian lebih luas sehingga mencakup seluruh wilayah pendudukan Israel.

Berdasarkan hasil yang dicapai saat ini, bangsa Palestina akan diberikan kekuasaan otonomi terbatas di Jalur Gaza dan kota Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Meskipun diberi penjelasan mengenai pertemuan rahasia tersebut, beberapa pejabat AS dilaporkan tidak dimintai pendapat.

Kendati demikian, Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher berusaha menyelamatkan muka pemerintah AS dengan menawarkan dukungan penuh bagi semua upaya perdamaian di wilayah yang mudah bergolak tersebut.

AS bersedia mengatur upacara penandatanganan persetujuan otonomi terbatas PLO-Israel.

Yang penting isi

Betapapun lamanya proses perdamaian yang telah berlangsung mulai dari Madrid, isi yang dicapai lebih penting dibandingkan proses itu sendiri.

Akan tetapi jurubicara Departemen Luar Negeri AS Michael McCurry berkilah pembicaraan perdamaian resmi selama 22 bulan terakhir ini membantu semua pihak memperoleh saling pengertian lebih jelas mengenai perbedaan pendapat di antara mereka dan penyelesaian yang mungkin dicapai.

Walaupun sadar bahwa pertemuan rahasia diadakan antara Palestina dan Israel dan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres melancarkan upaya di belakang layar, para pejabat AS tak mengungkitnya dalam proses perdamaian.

Para pejabat AS kelihatannya baru menyadari dampak pembicaraan rahasia itu ketika Peres berkunjung ke Kalifornia dan bertemu dengan Christopher serta menjelaskan rancangan deklarasi mengenai prinsip-prinsip yang disusun di Oslo.

Washington sekali ini gagal memperhitungkan perubahan sikap Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin.

Rabin diduga mempunyai gagasan bahwa saatnya sudah tiba untuk bertindak bagi perdamaian ketika ia menyaksikan kebungkaman Suriah saat militer Israel menggempur kubu Hizbullah (Partai Allah) di Libanon Selatan belum lama ini.

Dirampas

Saeb Erakat, wakil pemimpin delegasi Palestina yang bertemu dengan Israel dalam babak ke-11 pembicaraan perdamaian Timur Tengah mengakui bahwa kerangka kerja yang digelar di Madrid telah dirampas oleh pembicaraan rahasia tersebut, dan mereka "sedang menunggu instruksi".

Berdasarkan pembicaraan perdamaian Madrid, delegasi Palestina ikut dalam pembicaraan itu sebagai bagian dari delegasi Jordania, dan kini masalah otonomi terbatas Palestina malah mendominasi pemberitaan mengenai proses perdamaian Timur Tengah.

Hasil pembicaraan rahasia tersebut juga menyisihkan landasan utama pihak Arab; pihak Arab tak dapat mencapai persetujuan terpisah dengan Israel guna mewujudkan penyelesaian menyeluruh konflik Arab-Israel.

Meskipun begitu Erakat berusaha membela persetujuan yang disebut "dahulukan Gaza-Jericho", yang harus disahkan oleh Israel dan Palestina, dan menyatakan perdamaian mutlak hanya dapat dicapai jika bersifat global dan Palestina sampai saat ini belum menandatangani persetujuan itu.

Apapun reaksi yang timbul dari persetujuan tersebut, yang jelas kini delegasi Palestina dapat disamakan dengan delegasi Arab lain ke pembicaraan perdamaian.

Pembicaraan rahasia itu dimotori oleh sivitas akademika Norwegia, Terje Rod Larsen, yang pertama kali mendekati kedua pihak tersebut sekitar satu tahun lalu guna meminta koordinasi dalam studi mengenai kondisi kehidupan rakyat Palestina di wilayah pendudukan.

Larsen, Direktur Institut Sains Terapan Norwegia, dilaporkan mendekati Deputi Menteri Luar Negeri Israel Yossi Beilin melalui rekannya, Yair Hirchfeld, dosen studi Timur Tengah di Haifa University. Hirchfeld belakangan menjadi bagian dari tim rahasia itu.

Pemain penting lain dari Norwegia ialah Menteri Luar Negeri Johan Jorgen Holst dan Jan Egeland, Menteri Negara Urusan Luar Negeri Norwegia.

Setelah beberapa bulan dilakukan riset dan pihak Israel serta Palestina semakin saling mengenal, potensi untuk mencapai sasaran lebih luas kian membayang.

Sementara itu pemimpin PLO Yasser Arafat dan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres memberi lampu hijau bagi dilanjutkannya pembicaraan guna meraih kemungkinan paling jauh, saling pengakuan.

Bulan Mei, Peres memimpin berbagai kontak rahasia dengan organisasi yang tak mau diajak berunding oleh bekas Perdana Menteri Yizhak Shamir, dan mengirim Direktur Jenderalnya, Uri Savir, ke Norwegia untuk memimpin tim enam anggota guna menilai kemajuan yang dicapai.

Di pihak Palestina, Arafat mengirim Ahmed Krai, pejabat senior PLO yang dikenal dengan nama Abu Allah, untuk memimpin kelompok perundingnya.

Salah satu sebab yang membuat kerahasiaan semua pertemuan tersebut terjamin adalah Peres sebagai pelaku. Selama ini Peres dikenal terlibat persaingan dengan Rabin, tapi akhir bulan Agustus, Rabin mengatakan "musuh bebuyutannya" itu selalu memberitahu dia setiap tindakan yang dilakukannya. ( 5/09/93 21:45)

PROSES PERDAMAIAN TIMTENG MASUKI BABAK BARU

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 12/9 (ANTARA) - Titik terang ke arah perdamaian Timur Tengah tampaknya mulai berpijar dengan ditandatanganinya persetujuan saling pengakuan antara dua musuh bebuyutan, PLO dan Israel, dan persetujuan mengenai otonomi terbatas direncanakan ditandatangani hari Senin di Amerika Serikat.

Berdasarkan persetujuan itu, Israel akan melakukan penarikan, pertama-tama, dari Jalur Gaza dan kota Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Setelah Israel mengakui PLO, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin berarti mulai membuka pintu bagi pertemuan dengan pemimpin organisasi yang telah bertahun-tahun dicap pemerintah Israel sebagai "gerombolan teroris" itu.

Akan tetapi, Rabin tetap pada pendirian mendasar pemerintah Yahudi, yaitu menampik gagasan bagi berdirinya sebuah negara Palestina di Tepi Barat.

Menurut Rabin, persetujuan otonomi terbatas takkan menciptakan sebuah negara Palestina di Tepi Barat, sementara tokoh-tokoh PLO berpendapat persetujuan itu akhirnya akan mewujudkan negara Palestina.

Ia dilaporkan mengatakan kepada televisi Israel bahwa persetujuan bagi otonomi terbatas Palestina di Jalur Gaza dan Jericho takkan mengarah pada berdirinya sebuah negara Palestina.

Namun ia juga tidak menutup kemungkinan mengenai pilihan lain asalkan rencana mengenai otonomi terbatas bisa berhasil dan bangsa Palestina serta Yahudi dapat hidup berdampingan.

Meskipun demikian Perdana Menteri Israel tersebut menyatakan persetujuan itu merupakan langkah awal menuju terwujudnya perdamaian menyeluruh di Timur Tengah.

Kemenangan PLO ?

Pemimpin PLO Yasser Arafat dan para pendukungnya berpendapat kepergian Arafat ke AS untuk menandatangani persetujuan otonomi terbatas dengan Israel merupakan kemenangan diplomatis.

Arafat terakhir kali berkunjung ke Amerika Serikat pada tahun 1974 guna berpidato pada Sidang Umum PBB. Ketika ia akan menghadiri pertemuan PBB lagi tahun 1988, pemerintah AS saat itu pimpinan Presiden Ronald Reagan tak bersedia memberinya visa karena PLO tak bersedia mencela serangan yang gagal terhadap Israel oleh suatu kelompok yang bernaung dalam PLO.

Tetapi angin perubahan telah berhembus dalam beberapa hari belakangan ini; Israel hari Jumat mengakui organisasi pimpinan Arafat sebagai "wakil rakyat Palestina", dan mencabut larangan yang telah lama berlaku di negara Yahudi, yaitu larangan berunding dengan PLO.

Setelah langkah Israel tersebut, Amerika Serikat mengumumkan akan melanjutkan kontak yang terputus selama kurang lebih tiga tahun dengan Organisasi Pembebasan Palestina.

PLO menyambut baik pengumuman AS itu dan menyebutnya memberi perubahan baru dalam proses perdamaian Timur Tengah.

Walaupun begitu, sebagai imbalan atas semua "kemurahan hati" tersebut, Arafat harus mencela perjuangan bersenjata melawan negara Yahudi dan berjanji untuk mengubah sebagian Piagam PLO yang menolak keberadaan negara Yahudi.

Piagam PLO, yang berisi 33 Bab, menuntut pembebasan total seluruh wilayah Plaestina yang tertera dalam mandat bekas koloni Inggris; sebagian wilayah itu dinyatakan sebagai bagian Negara Israel tahun 1948. Bagian lain diserobot penguasa Yahudi dalam Perang Timur Tengah tahun 1967.

Piagam tersebut disahkan bulan Juli tahun 1968 oleh Dewan Nasional Palestina, Parlemen di pengasingan yang menjadi badan pembuat keputusan tertinggi PLO, dan salah satu Bab-nya menetapkan perjuangan bersenjata sebagai satu-satunya cara untuk membebaskan Palestina.

Keuntungan buat Israel

Keuntungan yang tidak kecil juga membayangi negara Yahudi. Dengan menandatangani persetujuan dengan negara -negara Arab, Israel akan dapat menembus kepungan boikot tetangga-tetangga Arab-nya.

Bahkan tokoh gerakan Jihad Islam di Palestina, Fatehi Shukaki, dilaporkan mengatakan tindakan saling mengakui hanya akan menghasilkan dominasi Israel di seluruh wilayah Timur Tengah.

Pernyataannya itu didasarkan pada pendapat bahwa persetujuan perdamaian akan menempatkan bangsa Arab pada posisi ketergantungan ekonomi total pada Israel, sementara bangsa Palestina akan menjadi jembatan bagi Israel untuk menerobos dunia Arab.

Sementara itu Duta Besar Palestina di Jakarta, Ribhi Awad, berharap masyarakat internasional tidak tergesa-gesa untuk mengakui negara Israel karena masalah tersebut masih terlalu dini.

Belum waktunya bagi Israel, menurut utusan Palestina itu, untuk memperoleh pengakuan dari segala penjuru dunia. Ia juga berharap tekanan politik dan diplomatik akan dilanjutkan, bahkan kalau perlu ditingkatkan, sehingga negara Yahudi tersebut benar-benar mau memenuhi keinginan rakyat Palestina.

Pada saat yang sama sambutan baik telah berdatangan dari berbagai negara Arab dan Islam atas tercapainya persetujuan mengenai otonomi terbatas bangsa Palestina di Jalur Gaza dan Jericho, tapi belum ada pengakuan diberikan kepada negara Yahudi.

Meskipun persetujuan PLO-Israel hanya merupakan langkah awal dan tak lebih dari seberkas sinar dalam kegelapan kemelut di wilayah yang mudah bergolak, Timur Tengah, terobosan berani ini patut mendapat dukungan.

Tetapi demi terwujudnya perdamaian di seluruh kawasan Timur Tengah, Israel masih harus membuktikan itikadnya dengan menghentikan penindasan atas rakyat bangsa Arab di seluruh wilayah pendudukan.

Perjalanan menuju perdamaian Timur Tengah juga masih panjang, dan masalah-masalah lain seperti Libanon Selatan, Dataran Tinggi Golan dan terutama Jerusalem masih perlu penyelesaian. (12/09/93 20:38)

DI OMAN, ADA SURGA DI TENGAH GURUN PASIR

Oleh Chaidar Abdullah

Muskat, 24/10 (ANTARA) - Siapa pun yang belum pernah berkunjung ke Oman takkan pernah menduga akan menyaksikan bermacam jenis tanaman seperti yang terdapat di daerah tropis.

Tetapi, pemandangan yang terhampar di luar terminal Bandara Salalah, ibukota Provinsi Dhofar di bagian selatan negara yang terletak di pintu masuk ke perairan Teluk itu, benar-benar bisa membuat pendatang dari wilayah tropis tercengang-cengang.

Hamparan pohon kelapa diikuti oleh berbagai perkebunan nan hijau yang lain, termasuk pohon pisang dan tebu, sungguh merupakan pemandangan yang menakjubkan. Pemandangan di daerah itu memang berbeda dengan keadaan di Muskat, ibukota Oman.

Meski juga berlokasi di tepi laut, Muskat tidak memiliki tanaman sekaya Salalah.

"Wow, seperti di Indonesia," begitu komentar wartawan harian Republika, Ikhwanul Kiram Masyhuri, yang berada dalam satu mobil dengan penulis yang sama-sama diundang oleh Kementerian Penerangan Oman untuk lawatan 10 hari di negara kesultanan tersebut.

Salalah memang dikenal sebagai lumbung pangan Oman dan Oman sendiri pernah dikenal sebagai negara hijau dan hidup dari pertanian, selain perdagangan dan perikanan selama masa sebelum Masehi.

Pendatang dari Indonesia bisa terheran-heran menyaksikan pedagang buah-buahan seperti kelapa dan pisang di tepi jalan di daerah perkebunan di Salalah.

Meski tidak sebanyak pedagang buah di sepanjang jalan antara Bogor dan Puncak, Jawa Barat, pemandangan di Salalah tidak terdapat di Muskat.

Lembah hijau

Selain Salalah, wilayah Dhofar memiliki beberapa lembah hijau yang dapat bertahan hidup selama musim kemarau seperti Ain Razat, Ain Hamran, dan lereng menuju makam Nabi Ayub A.S. Lereng-lereng hijau tersebut dikelilingi hamparan pasir yang membuat mata silau saat terik matahari menyengat.

Gunung-gunung yang mengelilingi lembah hijau tersebut gersang dan tandus selama musim kemarau. Semua lembah itu menjadi tempat wisata pada hari libur resmi (Kamis, Jumat, dan Minggu).

Ain Razat terletak sekitar 20 km sebelah timur laut Salalah, sedangkan Ain Hamran -- yang lebih luas dan lebih hijau -- 10 km lebih dari Ain Razat. Sementara itu, makam Nabi Ayub A.S., yang panjangnya mencapai enam meter terletak di sekitar 145 km barat Salalah.

Tetapi, kata Ghanim bin Said As-Syanfari, pejabat penerangan Salalah, yang menjadi pemandu selama kunjungan penulis dan wartawan harian Republika tersebut di Salalah, semua daerah di kawasan tersebut akan hijau selama musim hujan.

"Musim hujan?" tanya penulis makin terheran-heran. "Ya!" kata Ghanim. "Selama itu, setiap hari Salalah diguyur hujan dan pepohonan pun tumbuh sehingga gunung-gunung menjadi hijau," tambahnya.

Musim hujan di Oman berlangsung antara 27 Juni hingga 27 September.

Ain Razat dan Ain Hamran sungguh kaya dengan beragam tumbuhan. Tak jauh dari Ain Razat terdapat perkebunan dengan aneka jenis pohon seperti Jeruk dan Jambu.

Di Ain Razat, terdapat taman berukuran kecil yang berisi pepohonan seperti cemara, palem serta beraneka jenis bunga, dan tak jauh dari taman tersebut terdapat sungai kecil yang airnya berasal dari mata air di gunung di sekitar daerah tersebut.

Ain Hamran juga memiliki taman seperti Ain Razat dan mempunyai kolam berair jernih di dalam tamannya, sementara di luar taman tumbuh aneka jenis pohon.

Sementara itu, lembah-lembah di sekitar makam Nabi Ayub A.S. juga menjadi "obat" bagi mata para pelancong setelah pedih terkena sengatan sinar matahari yang menerpa hamparan padang pasir.

Namun demikian, tidak ada fasilitas angkutan umum tersedia untuk ke tempat-tempat tersebut, sama juga dengan ke tempat lain yang potensial sebagai objek wisata.

Kesadaran

Guna menumbuhkan kesadaran masyarakat akan sangat pentingnya pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup, Pemerintah Oman tak henti-hentinya melancarkan upaya dan kampanye lingkungan kepada para penduduknya yang mencapai tiga juta orang.

"Pemerintah berusaha menyadarkan rakyat mengenai peraturan dan sistem yang berkaitan dengan lingkungan hidup," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kotapraja Regional Oman, Syeikh Amer bin Shuwain Al-Hosni.

"Kami berusaha menjelaskan kepada rakyat, melalui kunjungan tim-tim ke para penduduk, mengenai permasalahan lingkungan hidup dan bagaimana menanganinya," tambahnya.

Tim-tim tersebut juga mengunjungi sekolah, perkumpulan wanita, dan organisasi lain.

Pemerintah Oman, meski menetapkan denda 500 rial Oman (sekitar Rp3,6 juta) bagi mereka yang terbukti membunuh hewan dan 200 rial (sekitar Rp1,5 juta) bagi yang didapati membunuh burung, tidak mempunyai ketentuan hukuman kurungan bagi para pelanggar tersebut.

"Kami berusaha membuat rakyat sadar mengenai sistem kami dan bukan menghukum mereka," katanya.

Al-Hosni mengakui, tidak lah mudah menumbuhkan kesadaran yang diharapkan tersebut, namun dengan menggunakan berbagai sarana, dari tayangan televisi sampai keterangan dari para orang tua kepada anak mereka, ia yakin rasa sayang pada lingkungan, dan bukan takut terhadap peraturan, akan tumbuh serta tertanam kuat dalam jiwa generasi penerus Oman.

Untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup, Pemerintah Oman tak segan-segan menyerap teknologi negara lain, kata menteri yang pernah mengecap pendidikan di Inggris tersebut.

Sistem pengairan juga ditingkatkan dan ada peraturan ketat bagi mereka yang ingin mendirikan pabrik, tambah Al- Hosni.

Namun, katanya, Pemerintah Oman tidak mewajibkan setiap rumah menanam pohon. "Kami harus mempertimbangkan mana yang lebih penting. Jika air yang digunakan untuk menyiram pohon sangat dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, kami terpaksa lebih menitikberatkan kehidupan rakyat."

Oman juga berusaha meragamkan tanamannya dengan mengimpor pepohonan yang bisa tumbuh di negara tersebut, seperti pohon Asoka atau Glodogan Tiang dari Thailand yang terlihat di halaman hotel megah di Muskat. (24/10/93 18:31)

KESEMPATAN BUKAN LAGI MONOPOLI KAUM PRIA DI OMAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 16/11 (ANTARA) - Rakyat Kesultanan Oman -- yang belum memperlihatkan apa-apa sebelum sultannya yang sekarang Qaboos bin Said naik tahta -- kini mulai mengecap kenikmatan di berbagai bidang kehidupan.

Sultan Qaboos, yang menggantikan ayahnya Sultan Said bin Taimur bulan Juli 1970, telah mengumumkan tekadnya untuk melanjutkan proses pembangunan di negerinya dan mengupayakan penyediaan kesehatan secara gratis buat rakyatnya.

Di antara tindakan pertamanya ialah penghapusan pembatasan anarki dalam kehidupan dan segala kegiatan, serta peningkatan pendidikan dan kehidupan sosial lain yang sangat dibutuhkan rakyat Oman.

Selain itu, Sultan Qaboos memberi perhatian tinggi pada pengembangan hubungan internasional negerinya, keadaan yang nyaris tak ada sebelum tahun 1970.

Segala upaya yang dirintis Sultan Qaboos 23 tahun lalu, melalui kombinasi pemerintah tradisional dengan bentuk pemerintah modern, mulai memperlihatkan hasil. Pada 18 November 1993, Oman merayakan 23 tahun naik tahtanya Sultan Qaboos.

Keunikan cara pemerintahan Sultan Qaboos ialah sistem gaya lama kesultanan -- rakyat Oman diberi hak bertemu dengan sultan -- yang dianggap sebagai ayah oleh rakyatnya -- tetap dihidupkan berdampingan dengan kabinet menteri berserta staf dan tanggung jawabnya.

Generasi kedelapan Bani Al-Busaid itu -- yang dikirim ayahnya untuk menimba ilmu di Inggris tatkala berusia 16 tahun -- juga menyeru rakyatnya agar ikut dalam kegiatan yang akan mereka laksanakan bersama. Bani Al-Busaid berdiri dengan cikal-bakal Imam Ahmad bin Said tahun 1744.

Ucapannya mengenai tindakan "meng-Oman-kan" negerinya, dalam seruan kepada seluruh warganegara Oman agar pulang kampung, mendapat tanggapan yang membesarkan hatinya. Tak lama setelah ia mengeluarkan seruan itu, orang-orang Oman mulai pulang ke negeri mereka dari segala penjuru dunia.

Tugas yang dihadapi Sultan kelahiran Salalah, Dhofar, di bagian selatan Oman pada 18 November 1940 itu tidak lah ringan.

Tiga tahun sejak minyak -- yang kini menjadi tulang punggung ekonomi negeri tersebut -- ditemukan, belum banyak kemajuan yang dicapai. Minyak ditemukan pada 1964 yang mulai berproduksi tahun yang sama. Pada 1992 produksinya mencapai tingkat tertinggi sebanyak 750.000 barel per hari.

Sultan Qaboos boleh dibilang mewarisi kemandegan yang telah terjadi selama lebih dari satu abad -- ditambah dengan kurangnya pembangunan, buta huruf, angka kematian yang tinggi dan keterpencilan.

Selain minyak, Oman juga memiliki gas alam, yang ditemukan secara kebetulan dan dalam waktu singkat memberi hasil memuaskan. Tahun 1990, produksi gas alam kesultanan yang terletak di pintu masuk Teluk tersebut mencapai 9,8 miliar kubik dan melonjak menjadi 17 miliar kubik tahun lalu.

Oman juga telah lama dikenal sebagai ladang mineral. Tiga ribu tahun lalu, tembaga sudah digali dan diekspor ke manca negara.

Tembaga ditemukan di Wadi Jizzi, dekat Sohar, dan Rakah, serta Hayl Al Safil yang terletak 215 kilometer dari Sohar.

Pendidikan dan kesehatan

Sebelum Sultan Qaboos naik tahta, Oman hanya memiliki tiga sekolah untuk pria, di Matrah, Muskat dan Salalah, dan tak satu sekolah pun untuk wanita. Kini, pria dan wanita telah memiliki kesempatan pendidikan yang sama.

Pada tahun ajaran 1992/1993, terdapat 878 sekolah pendidikan umum dengan jumlah pelajar 424.962 orang, wanita sebanyak 47,35 persen dari jumlah itu, sedangkan pada tahun ajaran 1969/1970 hanya terdapat 909 siswa.

Menteri Pendidikan Oman, Yahya bin Mahfudh Al Mantheri, yang juga adalah Wakil Penasihat di Universitas Sultan Qaboos, telah mengumumkan bahwa selama Rencana Pembangunan Lima Tahun Keempat saat ini akan dibangun 65 gedung sekolah lagi. Selain itu, 79 bangunan baru akan menggantikan gedung sekolah yang kini sudah tidak memadai lagi.

Oman menuangkan tahap pembangunannya dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun.

Pemerintah, menurut staf Kementerian Penerangan Oman Darwish bin Essa Al-Balushi, membebaskan rakyatnya dari biaya pendidikan dan kesehatan.

Ny. Houda Al Ghazali, Penasihat Kementerian Tenaga Kerja dan Urusan Sosial, mengatakan kepada ANTARA di Muskat belum lama ini bahwa kaum wanita Oman kini memiliki kesempatan yang sama dengan kaum pria bukan hanya di bidang pendidikan, tetapi juga dalam lapangan pekerjaan.

Al Ghazali menambahkan: "Saya bangga dengan kondisi kesehatan saat ini, karena sebelum tahun 1970 banyak anak meninggal akibat kurangnya imunisasi."

Lalu Sultan Qaboos, katanya, memutuskan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, di samping Sultan sendiri, harus melakukan peninjauan dalam pemberian imunisasi.

"Kami harus melibatkan pejabat," katanya. "Dengan demikian rakyat akan merasa yakin bahwa apa yang sedang dilakukan adalah sesuatu yang sangat penting."

Hasilnya ialah pada tahun 1986-1987 imunisasi telah menjangkau 70 persen rakyat Oman, dan tahun 1993 telah mencapai 90 persen rakyat negeri tersebut.

Kesejahteraan sosial

Sebagai negara dengan penduduk 100 persen beragama Islam, Oman sejak lama sudah memiliki sistem kesejahteraan sosial melalui pembayaran zakat dari rakyatnya.

Uang dari zakat dilaporkan, ternyata tidak memadai bagi masyarakat negeri itu yang terus berkembang, sehingga kesejahteraan sosial pun ditingkatkan guna membantu rakyatnya yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi.

Darwish mengatakan, pemerintah menyediakan rumah buat rakyat yang tidak mampu. Namun, pendatang yang hanya beberapa hari berada di kesultanan tersebut sulit membedakan mana rakyat yang berharta dan mana yang tidak, karena corak pakaian mereka serupa dan sopir Kementerian Penerangan Oman saja memiliki mobil pribadi.

"Setiap orang Oman punya mobil," kata Darwish.

Guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, Sultan Qaboos menugasi Kementerian Tenaga Kerja dan Urusan Sosial untuk menangani masalah kesejahteraan perorangan dan keluarga.

Melalui berbagai saluran, pendekatan modern pun dilakukan. "Petugas kami mendatangi perorangan, keluarga, perkumpulan dan organisasi kemasyarakatan guna memberi penjelasan tentang kesejahteraan," kata Al Ghazali.

Oman juga tidak mengabaikan nasib mereka yang cacat mental atau fisik. Kementerian Sosial mendirikan Departemen Kesejahteraan Khusus tahun 1980 guna mewujudkan kesempatan untuk menikmati standar hidup yang baik dan memperoleh penghasilan bagi rakyat negeri itu yang menderita cacat.

Kini, hasil yang dicapai Sultan Qaboos ialah, seperti yang dikatakan seorang staf Kementerian Penerangan Oman, Yahya, "Tidak ada orang Oman yang cemberut, semuanya tersenyum." (16/11/93 09:04)

LEWAT TANGAN SULTAN QABOOS, OMAN MENGGAPAI KEMAJUAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 31/10 (ANTARA) - Meskipun belum pupus anggapan bahwa tugas kaum wanita adalah merawat anak di rumah, kesempatan bagi kaum wanita di Oman sekarang terbuka tak kalah lebar dibandingkan dengan yang dimiliki kaum prianya.

Kaum wanita Oman kini mulai memainkan peran penting di berbagai profesi seperti pemerintahan selain tugas mereka dalam rumah tangga.

"Pemerintah Oman juga tidak mengekang kaum wanita untuk bekerja dan berkarya sama seperti kaum pria," kata Nyonya Houda Al Ghazali, penasihat Kementerian Tenaga Kerja dan Urusan Sosial Oman.

Kementerian itu merupakan salah satu yang didirikan awal dasawarsa 1970-an, setelah Sultan Qaboos bin Said naik tahta. Tugas utama kementerian itu ialah mengurus kesejahteraan masyarakat dan pembangunan individu serta keluarga.

"Sultan Oman, Qaboos bin Said, memberikan kesempatan yang sama bagi kaum wanita di berbagai bidang, baik kesempatan untuk memperoleh pendidikan maupun bekerja, dengan mendapat gaji dan tunjangan yang sama. Pokoknya persamaan di segala bidang," katanya.

Di negara kesultanan tersebut, kata ibu muda yang pernah menimba ilmu di Inggris itu, kemampuan dan keterampilan kaum wanita dalam melaksanakan pekerjaan pun tidak dianggap lebih rendah dibandingkan dengan kaum pria.

Meskipun begitu, ibu tiga anak tersebut mengakui, terdapat perbedaan antara kaum wanita dan pria, tetapi perbedaan tersebut terletak pada kemampuan fisik dan bukan dalam kemampuan intelijensia.

Sekarang, kaum wanita Oman dapat mengembangkan kemampuan mereka, tidak seperti sebelum tahun 1970. Saat itu, tak ada sekolah bagi wanita dan hanya ada dua sekolah bagi pria.

"Sekarang, terdapat sekolah yang sama banyak antara sekolah buat pria dan wanita di negeri ini," kata penasihat kementerian yang menamatkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah di Kuwait tersebut.

Tetapi dalam bidang pekerjaan, Nyonya Al Ghazali mengakui bahwa kaum pria Oman masih memiliki kesempatan yang lebih luas dibandingkan dengan kaum wanita.

"Sebenarnya itu terjadi bukan karena kaum wanita dihalangi mengembangkan diri, tetapi karena sebagian kaum wanita tak ingin bekerja dan sebagian lagi lebih suka menjadi ibu rumah tangga," tambahnya.

Akibatnya, kata Nyonya Al Ghazali, tentu saja lebih banyak pria yang bekerja dibandingkan dengan wanita.

Masalah lain yang masih mengganjal kaum wanita Oman ialah tak sedikit pria di negeri yang merayakan ulang tahunnya tanggal 18 November tersebut menganggap tugas wanita adalah merawat dan mendidik anak di rumah.

Tak mengecewakan

Namun, prestasi yang telah dicapai oleh wanita Oman dalam pekerjaan mereka juga tidak mengecewakan, kata Nyonya Al Ghazali lagi. "Kaum wanita sekarang sudah ada yang menjadi sekretaris jenderal, manajer, dan juga ada yang menduduki jabatan wakil menteri."

Di negara yang baru 23 tahun membangun itu, prestasi kaum wanita saat ini sungguh menggembirakan, kata wanita yang pernah belajar di Oxford University itu.

Kesultanan Oman baru mulai melancarkan pembangunan setelah Sultan Qaboos bin Said menggantikan ayahnya, Said bin Taimur tahun 1970.

Sultan Said bin Taimur wafat tahun 1972. Sultan Qaboos bin Said adalah generasi kedelapan dalam Dinasti Al-Busaid -- yang mulai berkuasa di Oman tahun 1744 dengan Imam Ahmad bin Said sebagai cikal-bakalnya.

"Saya sangat senang bahwa kini kaum wanita memperoleh perlakuan yang sama dengan kaum pria," katanya.

Kini masyarakat, katanya, tidak dapat menolak keadaan bahwa wanita harus bekerja, selain menunaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak.

"Pembangunan membutuhkan wanita dan wanita membutuhkan pekerjaan," tambahnya.

Dia menyatakan, di kementeriannya saja, terdapat 30 pegawai wanita.

Pemerintah Oman, katanya, juga memberikan perhatian besar pada wanita yang bekerja; mereka yang memiliki bayi diberi waktu istirahat satu jam untuk menyusui anak mereka.

"Apa arti waktu satu jam?" katanya mempertanyakan. "Waktu satu jam bisa terbuang percuma sekalipun orang tetap berada di kantor. Waktu tersebut dapat terbuang karena dipakai ngobrol atau telefon."

Kaum wanita juga diberi kesempatan cuti dua tahun di luar tanggungan; mereka yang suaminya mendapat tugas di luar negeri diberi waktu cuti empat tahun di luar tanggungan; dan mereka akan diterima bekerja kembali setelah masa cuti usai.

"Mereka dapat diterima kembali ke posisi sebelumnya atau diberi posisi baru, tergantung pada keadaan dan kebutuhan," katanya.

Belum waktunya

Pemerintah Oman memang tidak menyepelekan peran penting kaum wanita dalam proses pembangunan negeri tersebut, tetapi sampai di mana peran yang diberikannya dalam Majlis Asy-Syura?

"Memang belum ada wanita yang duduk dalam Majlis Asy-Syura, tetapi itu bukan berarti wanita tidak diizinkan duduk di dewan tersebut," kata Nyonya Al Ghazali.

Majlis Asy-Syura adalah pengganti Dewan Konsultasi Negara yang terdiri atas 35 anggota dan didirikan setelah pidato hari ulang tahun Oman tahun 1990 Sultan Qaboos. Majlis Asy-Syura memiliki 55 anggota, yang merupakan wakil dari berbagai wilayah negeri itu.

Di antara tugas utama Majlis Asy-Syura ialah mengaji rancangan peraturan ekonomi dan sosial, yang dipersiapkan oleh semua kementerian, sebelum diberlakukan.

Majlis tersebut juga terlibat dalam penetapan dan pelaksanaan rencana pembangunan. Tetapi, sampai sekarang belum ada wanita yang menjadi anggota dewan itu.

Nyonya Al Ghazali berpendapat tak adanya wanita dalam Majlis Asy-Syura bukan berarti terdapat pelarangan, tetapi karena majlis itu baru didirikan.

"Tentu saja sekarang belum ada wanita di Majlis Asy-Syura, karena usia badan tersebut belum genap tiga tahun. Tetapi, siapa yang tahu apa yang akan terjadi 20 tahun lagi?" katanya.

Ia yakin, pada suatu saat nanti, akan tampil wanita sebagai anggota majlis tersebut.

"Dulu, dua puluh tahun lalu, belum ada sekolah buat wanita Oman, apalagi wanita yang bekerja, tetapi sekarang sudah banyak wanita tampil di berbagai bidang pekerjaan di negeri ini," katanya.

"Jadi, pada suatu saat nanti, tidak tertutup kemungkinan akan ada wanita yang duduk di Majlis Asy-Syura," katanya dengan nada suara keras dan tegas. (31/10/93 16:07/)

KONFLIK TETAP MEMBAYANGI NIGERIA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 18/11 (ANTARA) - Krisis politik dan sosial masih mencengkeram ketika Presiden sementara Nigeria Ernest Shonekan secara tak terduga meletakkan jabatan hari Rabu (17/11), dan mengantar militer kembali ke tampuk kekuasaan.

Shonekan menerima kekuasaan sementara dari pemimpin junta Jenderal Ibrahim Babangida bulan Agustus dalam upaya untuk mengalihkan kekuasaan militer kepada pemerintah sipil.

Sebelumnya, tanggal 12 Juni junta militer Nigeria membatalkan hasil pemilihan umum dan membuat negeri dengan sebanyak 88 juta penduduk tersebut terperangkap dalam krisis politik dan kerusuhan berdarah.

Pengusaha kenamaan negeri itu, Moshood Abiola -- menurut laporan kantor-kantor berita Barat -- dipastikan menang dalam pemilihan tersebut, yang menurut pengamat internasional berjalan jujur.

Abiola tidak tinggal diam, dan sejak itu berusaha memperoleh "kursi" yang mestinya sudah didudukinya. Tetapi Shonekan malah menjadwalkan pemilihan presiden baru tanggal 19 Februari tahun depan, sementara para aktivis pro-demokrasi dilaporkan menyerukan boikot terhadap pemilihan itu.

Pemerintah pimpinan Shonekan telah berusaha menggolkan pemilihan umum baru.

Pemerintah sementara menyiarkan persyaratan bagi orang yang ingin mencalonkan diri bagi pemilihan dewan lokal serta presiden baru yang rencananya diselenggarakan tanggal 19 Februari tahun depan.

Sementara itu, pemogokan melanda sejak hari Senin (15/11) dengan tutupnya bank dan toko di banyak wilayah Nigeria.

Kelompok Usaha Menuju Demokrasi (CD), grup yang terus menekan pemerintah Shonekan dan berikrar akan menjatuhkannya, juga menambah tekanan dengan rencana demonstrasi hari Kamis (19/11).

Upaya Abiola kelihatannya mendapat dukungan Pengadilan Tinggi di negeri tersebut, dengan keluarnya keputusan bahwa pemerintah pimpinan Shonekan tidak sah.

Masalah lain yang menghantam pemerintahan Shonekan ialah reaksi akibat pengumuman kenaikan harga bensin sebesar tujuh sampai sembilan kali lipat dari harga sekarang.

Keprihatinan

Dalam surat pengunduran dirinya, yang disampaikan kepada pemerintahnya dan dibacakan melalui televisi, Shonekan menyatakan keputusannya diambil setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan Sanni Abacha dan perwira senior lain angkatan bersenjata negeri itu.

"Mereka menyampaikan keprihatinan karena merosotnya stabilitas selama beberapa bulan belakangan ini," kata Shonekan sebagaimana dilaporkan kantor-kantor berita Barat.

Selain masalah stabilitas, tersiar juga laporan mengenai kegelisahan di kalangan angkatan darat.

Meskipun tak ada laporan mengenai protes di jalan setelah Shonekan mengundurkan diri, suasana di negeri tersebut diberitakan tegang karena adanya rencana protes hari Kamis.

Pemogokan itu diserukan oleh berbagai serikat buruh guna memprotes kenaikan harga bahan bakar, yang juga telah mencetuskan bentrokan antara polisi bersenjata dan demonstran hari Senin.

Shonekan, tanpa menyebutkan lebih lanjut sebab-sebab pengunduran dirinya, berharap pemerintah penggantinya akan "berani" melanjutkan upaya pembaharuan yang dirintis selama 82 hari kekuasaannya.

Menurut Shonekan, langkah pertama menuju kehidupan politik normal di Nigeria ialah dengan pembebasan semua aktivis hak asasi manusia dan diizinkan-pulangnya semua tokoh politik yang hidup di pengasingan serta pencabutan dekrit anti-media.

Kembalinya militer

Pengunduran diri Shonekan membuat militer kembali ke tampuk pimpinan negeri itu, yang sebenarnya ingin menuju pemerintah sipil, dengan naiknya Jenderal Abacha.

Abacha, satu-satunya militer dalam pemerintah sementara pimpinan Shonekan, adalah Kepala Staf Angkatan Bersenjata dalam pemerintah Babangida -- yang memerintah Nigeria selama delapan tahun.

Abacha mewarisi pergolakan mengenai kenaikan harga serta demonstrasi pro-demokrasi yang sebenarnya ditujukan untuk menggulingkan Shonekan dan mendudukkan Abiola.

Sementara itu, menurut laporan, banyak diplomat berpendapat terlalu dini untuk berspekulasi bagaimana bentuk program mendatang Abacha.

Meskipun demikian, yang jelas tugas Abacha saat ini ialah menyelesaikan krisis dan kebuntuan politik yang timbul akibat Babangida membatalkan pemilihan umum di negara yang memiliki tak kurang dari 250 etnik itu, selain tindakan untuk mendinginkan ambisi Abiola.

Nigeria, yang kaya akan minyak, telah dikuasai oleh militer selama 23 dari 33 tahun masa kemerdekaannya. Nigeria memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1960.

Banyak rakyat Nigeria memiliki perasaan campur-aduk antara senang dan benci terhadap militer, karena adanya pendapat bahwa ketegasan diperlukan untuk memerintah negeri itu, sementara tak tertutup keinginan bagi kehidupan demokrasi.

Penggulingan dan kudeta

Gelombang pergolakan melanda negeri tersebut dan militer bangkit antara tahun 1967-70, ketika suku Ibo di bagian tenggara Nigeria berusaha memisahkan diri dan ingin mendirikan negara sendiri.

Tak kurang dari satu juta orang dilaporkan tewas dalam konflik tersebut, yang menimbulkan kenangan pahit dan sampai kini masih membekas dalam ingatan rakyat negeri itu.

Pemerintah sipil pertama di negeri tersebut digulingkan bulan Januari 1966, setelah para perwira junior militer menewaskan Perdana Menteri Sir Abubakar Tafawa Balewa dan beberapa pejabat senior lain.

Jenderal Johnson Aguiyi-Ironsi, dari suku Ibo, menggantikan Balewa, dan tewas enam bulan kemudian dalam kudeta yang dilancarkan oleh Letnan Kolonel Yakubu Gowon. Gowon digulingkan oleh militer bulan Juli 1975, ketika ia meninggalkan negeri tersebut untuk menghadiri konferensi Organisasi Persatuan Afrika di Uganda.

Ia digantikan oleh Jenderal Murtala Mohammed, yang terbunuh bulan Februari 1976 oleh perwira militer lain yang tidak puas, Bukar Dimka. Dimka menghendaki Gowon kembali ke Nigeria.

Tetapi Mohammed digantikan oleh Jenderal Olusegun Obasanjo, yang kemudian mendirikan kembali pemerintah sipil bulan Oktober 1979 dengan Shehu Shagari sebagai presiden.

Shagari digulingkan oleh Jenderal Muhammadu Buhari, setelah pemerintah sipil negeri itu malah terjerumus ke dalam korupsi, pengelolaan secara buruk dan kecurangan dalam pemungutan suara.

Buhari didepak bulan Agustus 1985 dan digantikan oleh Jenderal Ibrahim Babangida. Babangida meletakkan jabatan bulan Agustus 1993, setelah memancing krisis baru dengan membatalkan hasil pemilihan umum.

Banyak pihak berpendapat pengusaha Moshood Abiola sebenarnya menang dalam pemungutan suara itu.

Babangida malah menyerahkan kekuasaan kepada Ernest Shonekan. (18/11/93 18:47)

50 TAHUN MERDEKA, LIBANON TETAP DIBAYANGI KEKUATAN ASING

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 23/11 (ANTARA) - Bangsa di belahan mana pun di dunia ini tak ingin hidup di bawah penjajahan, tapi bagi rakyat Libanon -- kendati negeri itu sudah 50 tahun merdeka -- bencana itu tetap mengincar mereka.

Hari Senin (22/11) Libanon merayakan 50 tahun kemerdekaannya yang diperolehnya dari Perancis, di tengah perasaan optimistis yang berbaur dengan rasa frustrasi rakyatnya karena berlanjutnya kehadiran kekuatan asing di negeri tersebut.

Di saat perayaan sedang berlangsung, bom Israel menghantam desa-desa yang menjadi basis kelompok perlawanan Syiah. Ledakannya, menurut laporan beberapa kantor berita Barat, menggetarkan seluruh wilayah selatan Libanon, tempat Israel mempertahankan jalur yang dinyatakannya sebagai "zona keamanan".

Zona sepanjang 15 kilometer tersebut, menurut Israel, ditujukan untuk menghadang gerak maju para pejuang Palestina yang ingin memasuki Israel.

Selain pasukan Israel, Libanon juga masih "menampung" ribuan tentara Suriah dan pejuang Palestina.

Sementara itu di ibukota Libanon, Beirut, ribuan anggota polisi dan tentara dengan melibatkan tank dan kendaraan lapis baja pengangkut personil, dilaporkan berparade di jalan raya dengan disaksikan oleh Presiden Libanon Elias Hrawi, Perdana Menteri Rafik Hariri, Ketua Parlemen Nabih Berri serta pejabat lain Libanon dan pejabat asing.

Hrawi sendiri sebenarnya sudah bertekad tak ingin negaranya "dijadikan ajang pertempuran karena konflik pihak lain dan tak mau Libanon menjadi perlintasan bagi keamanan pihak lain".

"Direpotkan" berbagai pihak

Keinginan Hrawi tampaknya sulit terwujud karena negerinya masih mengandalkan kehadiran 35.000 prajurit Suriah, yang membantu mendepak jenderal pembangkang Michel Aoun.

Sementara itu Israel -- yang pada 1982 menyerbu negara yang telah lebih dari 16 tahun terlibat perang saudara itu -- berkeras tak mau mundur.

Koordinator Israel di Libanon Selatan, Uri Lubrani, sebagaimana dikutip hari Ahad berikrar, Israel "takkan pernah memikirkan penarikan diri dari zona keamanan bila pejuang anti-Israel tidak dilucuti".

Pernyataan seperti itu sudah berkali-kali disampaikan oleh pihak Yahudi.

Selama pembicaraan perdamaian Timur Tengah, Israel telah sering mengaitkan penarikan pasukan pendudukannya dengan perlucutan anggota Hizbullah dan kelompok lain Palestina.

Hizbullah, seperti juga kelompok garis keras HAMAS, tak mau menerima persetujuan otonomi terbatas PLO-Israel yang ditandantangani tanggal 13 September di Washington. Namun Libanon, bersama Suriah, Jordania dan Palestina, ikut dalam pembicaraan perdamaian yang dimulai di Madrid Oktober 1991 itu.

Kelompok pejuang Palestina tersebut sering membuat Israel berang karena serangannya ke dalam "zona keamanan".

Akibat serangan kelompok perlawanan itu, Israel juga telah berkali-kali menggempur Libanon tanpa memperdulikan kedaulatan negeri tersebut dan korban jiwa di pihak sipil Libanon.

Selain perlucutan kelompok pejuang Palestina, Israel dalam persyaratannya bagi perdamaian dengan Libanon juga menghendaki milisi asuhannya, Tentara Libanon Selatan (SLA), bergabung dengan militer Libanon.

Sementara itu Libanon, sejak awal proses perdamaian Timur Tengah, menghendaki Israel keluar dari "zona keamanan", tuntutan yang mendapat dukungan Resolusi Nomor 425 Dewan Keamanan PBB -- yang menetapkan penarikan total dan tanpa syarat Israel dari seluruh wilayah Libanon.

Namun Israel tak pernah menggubris resolusi tersebut, dan PBB pun sampai sekarang tak mampu berbuat apa-apa untuk memaksa negara Yahudi itu.

Bertikai sejak dulu

Sejak dulu konflik dan pertikaian selalu mengikuti perjalanan sejarah negara tersebut.

Di Libanon, peradaban pertama kali muncul pada masa kekuasaan bangsa Funicia, pengembang sistem tulisan alfabet.

Pada masa jayanya bangsa itu, sekitar abad 12 sampai sembilan SM, berkembanglah negara kota seperti Tirus, Sidon, Arwad dan Byblos, asal nama Bible.

Setelah jaman keemasan bangsa Funicia, kekuatan luar ikut menoreh sejarah negara tersebut, di antaranya adalah bangsa Asy-Syiria -- Suriah sekarang, Parsia (Iran) serta Yunani di bawah pemerintah Iskandar Zulkarnain, atau yang disebut orang Barat sebagai Alexander Agung.

Tahun 64 SM bangsa Romawi menaklukkan negara tersebut dan pertama kali memasukkan unsur Barat, serta menguasainya selama beberapa abad.

Lalu unsur agama pun ikut meramaikan keadaan, agama Kristen pernah memiliki penganut terbesar, lalu agama Islam mulai datang.

Selama 400 tahun Libanon berada di bawah kekuasaan Bani Usman (Ottoman, Turki), sekitar tahun 1516.

Perang saudara mulai meletus sekitar tahun 1860 di Libanon akibat pergeseran dan benturan antara orang Kristen dan kelompok keagamaan Druze. Dalam konflik ini Eropa ikut campur guna mengkahiri perang saudara di negeri itu, yang masih berada di bawah kekuasaan Bani Usman, tetapi kekuasaan diberikan kepada seorang Gubernur Jenderal beragama Kristen.

Pada akhir Perang Dunia I, kekuasaan Bani Usman di Libanon berakhir, tapi akibat konflik yang berkembang sebelumnya, banyak rakyat negeri tersebut mengungsi sampai ke Brazil dan AS.

Tahun 1925 Libanon menjadi republik, tapi Perancis -- yang mendapat mandat dari Liga Bangsa-bangsa -- memegang kendali kekuasaan terbatas, dan berakhir lewat amandemen undang-undang dasar Libanon 1943.

Libanon pun menjadi negara berdaulat penuh pada 22 November 1943.

Berdasarkan hukum tak tertulis, yang sudah menjadi konsensus sejak tahun itu, presiden Libanon harus beragama Kristen dan ketua parlemennya dari agama Islam. Pada masa awal penerapannya, pengaturan tersebut cukup memuaskan, tapi masalah terus mengikuti negeri itu.

Tatkala gejala pecahnnya revolusi mulai tampak pada 1958, presiden Libanon saat itu Camille Chamoun meminta bantuan AS -- suatu tindakan yang tidak diingini masyarakat berbahasa Arab dan beragama Islam.

Selama perang Arab-Israel 1967-1973, Libanon berusaha bersikap moderat, sikap yang ditentang kelompok garis keras. Selama perang tersebut, pengungsi Palestina mulai membanjiri negeri itu, dan mereka kemudian menjadi gerilyawan.

Gerilyawan Palestina, dengan bantuan kelompok garis keras, mulai menyerang Israel, tapi ketika Israel membalas, tentara Libanon tidak bertindak apa-apa.

Akibatnya, timbulah ketegangan antara pejuang Palestina dan pemerintah Libanon, ditambah dengan ketegangan lain antar-agama.

Ketegangan tersebut mencapai puncaknya dengan meletusnya pertikaian antar-agama lalu diikuti dengan bentrokan antar-suku. Sejak itu kemelut membuat Libanon terjerumus ke dalam perang saudara berkepanjangan.

Sampai kini kemelut belum juga sirna dan bencana perang terus mengincar bukan hanya keselamatan pejuang Palestina tapi juga jiwa penduduk sipil Libanon.
(23/11/93 08:17)

PEMBICARAAN PERDAMAIAN YUGOSLAVIA BELUM PERLIHATKAN HASIL

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 29/11 (ANTARA) - Di tengah pertempuran yang belum memperlihatkan tanda akan mereda, pembicaraan guna menyelamatkan republik bekas Yugoslavia mengalami kebuntuan.

Kebuntuan semacam itu sebenarnya bukan yang pertama kali, dan kini para menteri Masyarakat Eropa, yang sudah dibuat sibuk dengan kegagalan berbagai upaya terdahulu, mencoba cara baru.

Sebagaimana diberitakan kantor berita transnasional, kebuntuan tersebut muncul akibat tuntutan tambahan wilayah oleh pemimpin Bosnia-Herzegovina sementara pemimpin etnik Serbia Bosnia menolak tuntutan seperti itu.

Federasi Yugoslavia, yang merdeka 29 November 1945, pecah ketika beberapa republiknya memisahkan diri beberapa tahun lalu, dan praktis sudah tak ada lagi. Republik Serbia dan Montenegro berusaha mempertahankan keberadaan Federasi Yugoslavia, tetapi tidak diakui sebagai pengganti sah republik itu di berbagai organisasi internasional.

Republik Serbia sendiri sebenarnya memiliki ambisi untuk mendirikan Republik Serbia Raya, yang akan meliputi Repoublik Serbia sekarang ditambah wilayah di republik-republik lain yang dikuasai oleh etnik Serbia.

Sebagian besar wilayah bekas Yugoslavia, yang antara lain memiliki sumber daya alam berupa antimoni, bauksit, timah, batubara dan besi kini tidak lagi dapat menggali sumber daya alam tersebut akibat perang yang berkepanjangan.

Negara dengan enam republik dan dua provinsi yang merdeka di bawah pimpinan partisan komunis Broz Tito tersebut terus dilanda kemelut dan dua republiknya -- Serbia dan Montenegro -- dikenakan embargo internaional yang juga berlaku bagi republik lain.

Berbagai upaya perdamaian telah dilakukan baik oleh PBB maupun oleh Masyarakat Eropa dan lebih dari selusin gencatan senjata pernah ditandatangani tapi semua itu dilanggar tak lama setelah penandatanganan.

Kini Masyarakat Eropa, dalam pertemuan satu hari di Jenewa, berusaha menembus kebuntuan tersebut dengan menawarkan imbalan kepada etnik Serbia di republik Bosnia- Herzegovina agar etnik pemberontak itu mau melakukan konsesi wilayah.

Tetapi, keberhasilan upaya tersebut diragukan oleh utusan PBB Thorvald Stoltenberg, yang dilaporkan berkata akan sangat kagum bila semua pihak yang bertikai di Bosnia mencapai persetujuan dalam perundingan hari Senin (29/11).

Pertemuan itu direncanakan dihadiri oleh Presiden Bosnia Alija Izetbegovic, pemimpin etnik Serbia Radovan Karadzic dan pemimpin etnik Kroasia Bosnia Mate Boban, selain Presiden Serbia Slobodan Milosevic, Presiden Kroasia Franjo Tudjman serta pemimpin Republik Montenegro Momir Bulatovic.

Landasan perundingan bagi penyelesaian krisis Balkan itu ialah rencana perdamaian yang disusun untuk membagi Bosnia-Herzegovina menjadi tiga negara mini Muslim, etnik Serbia dan etnik Kroasia Bosnia.

Berdasarkan rencana EC -- yang direncanakan disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Belgia Willy Claes -- semua sanksi akan dicabut secara bertahap asal etnik Serbia Bosnia mau menyerahkan beberapa persen wilayah yang kini didudukinya kepada kaum Muslim Bosnia.

Etnik Serbia Bosnia menduduki 70 persen wilayah Bosnia dan menyatakan akan menempati 50 persen sementara kaum Muslim akan diberikan 30 persen wilayah dan sisanya diperuntukkan bagi etnik Kroasia Bosnia.

Izetbegovic menuntut tambahan tiga sampai empat persen wilayah.

Inflasi

Tiga tahun lalu, republik bekas Yugoslavia tersebut berada di ambang perubahan menuju ekonomi pasar yang menjanjikan kekayaan ala-Barat.

Sebelum terpecah dan perang, Federasi Yugoslavia GNP Rp58,6 triliun dan income per kapitanya mencapai Rp2.620.000.

Tetapi kini, akibat perang yang berkepanjangan, ekonomi salah satu negara pendiri Gerakan Non-Blok itu sudah hancur. Sementara nilai dinar diberitakan mengalami inflasi yang dapat mencapai 1,6 miliar persen pada penghujung tahun ini. Bank, perusahaan asuransi dan sebagian besar perdagangan telah ambruk.

Penderitaan rakyat Yugoslavia, menurut kebanyak ahli ekonomi, bukan hanya akibat sanksi PBB yang dijatuhkan atas sisa Yugoslavia tapi akibat perpecahan negeri tersebut, yang dulunya menjadi sumber barang mentah dan pasar, menjadi republik-republik yang interdependen.

Tahun 1990, misalnya, 300.000 mobil FIAT (Itali) diberitakan dibuat setiap tahun dengan lisensi di Serbia, sedangkan sukucadang diperoleh di Slovenia dan Kroasia.

Kini, saat suku cadang diberitakan sudah habis dan hasil produksi pun sirna, produksi mobil itu anjlok menjadi kurang dari 1.000 unit.

Dengan macetnya produksi, segelintir tentara asing dan biaya perang yang terus naik, republik-republik bekas Yugoslavia terpaksa mencetak uang lagi untuk membayar kebutuhan mereka.

Sementara pertempuran semakin sengit, jurang pemisah antara kebutuhan pemerintah dan kemampuannya untuk membayar kian besar. Semakin banyak angka nol harus ditambahkan pada lembaran uang yang melewati mesin cetak.

Agar dapat bertahan hidup pada saat tingkat kekurangan sudah kronis dan inflasi yang mengganas, kegiatan antri, barter, pencurian dan pengemis, kegiatan berleha-leha, penimbunan dan penyelundupan, menurut laporan, telah menjadi cara hidup banyak rakyat jelata.

Hanya sedikit orang Yugoslavia dapat terbiasa dengan dampak membabi-buta tingkat inflasi yang melesat begitu cepat sehingga banyak buruh dilaporkan menerima upah bulanan mereka setiap beberapa hari sekali dengan jumlah terbatas.

Selalu kandas

Kerjasama etnik Serbia Bosnia dapat dikurangi kalau saja etnik pembangkang itu mau bekerjasama, dan Masyarakat Eropa telah menyatakan akan menyerukan pencabutan sanksi secara bertahap, tindakan yang hingga kini tak banyak mendapat dukungan Amerika Serikat. AS dan Rusia dilaporkan mengirim wakil menteri luar negeri mereka ke pembicaraan Jenewa.

Stoltenberg telah memperingatkan ketiga pihak yang bertika di Bosnia bahwa masyarakat internasional sudah lelah untuk meneruskan upaya diplomatik dan finansialnya setelah perang berkecamuk terus selama 20 bulan di republik Balkan tersebut.

Sementara itu, Lord Owen -- utusan Masyarakat Eropa -- malah mengancam bahwa semua sanksi akan diperketat, dihentikannya campurtangan militer Eropa, bahkan penghentian operasi kemanusiaan jika semua pihak yang bertikai di Bosnia tetap tak mau menerima usul bagi perdamaian.

Dua bulan lalu Parlemen Bosnia menampik usul perdamaian paling akhir dengan alasan rencana pembagian Bosnia menjadi tiga negara mini tidak memungkinkan pendirian negara bagi kaum Muslim Bosnia.

Selain tambahan tiga sampai empat persen wilayah, Sarajevo juga minta diberi jalan ke laut.

Sementara itu Karadzic telah menyatakan tak mau memberi konsesi baru, dan mengatakan ia sekarang menuntut 64 persen wilayah yang sekarang dikuasai etnik Serbia Bosnia buat Republik Serbia yang diproklamasikan secara sepihak di Bosnia Herzegovina. (29/11/93 11:39)

KRISIS MEMBAYANG DI PANTAI GADING SETELAH HOUPHOUET-BOIGNY MANGKAT

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 8/12 (ANTARA) - Belum 24 jam Presiden Pantai Gading, Felix Houphouet-Boigny meninggal dunia, negeri tersebut sudah dibayangi krisis mengenai siapa yang berhak menggantikan pemimpin ternama Afrika itu.

Houphouet-Boigny (88) meninggal Selasa (7/12), setelah lama menderita kanker prostat dan tak terlihat di depan umum sejak ia kembali dari Eropa 19 November lalu.

Berdasarkan undang-undang di negeri berpenduduk 12,6 juta orang itu, Ketua Parlemen, Henri Konan Bedie (59), seharusnya melanjutkan pemerintahan sebagai presiden sementara sampai masa jabatan Houphouet-Boigny berakhir September 1995.

Namun keabsahan suksesi tersebut, yang tertera dalam pembaharuan Undang-undang Dasar Pantai Gading 1990, dilaporkan beberapa kantor berita Barat mendapat tantangan dari kelompok oposisi yang dipimpin Laurent Gbagbo, pemimpin Front Rakyat Pantai Gading (FPI), dan oleh sebagian pemimpin Partai Demokrasi (PDCI), yang berkuasa.

Sementara semasa hidupnya Houphouet-Boigny tak pernah mau menunjuk calon penggantinya, dan sering berkata: "Seorang pemimpin Afrika tak pernah menunjuk penggantinya."

Krisis sebenarnya berkisar pada penafsiran Pasal 11 Undang-undang Dasar negeri itu, yang menetapkan ketua parlemen mengambilalih jabatan apabila presiden meninggal atau tak mampu melanjutkan tugas, dan memangku jabatan sampai pemilihan umum berikutnya.

Namun banyak pejabat di Pantai Gading menyatakan bahwa Pasal 11 tersebut tidak dapat diberlakukan karena anggota Mahkamah Agung negeri itu tidak memenuhi kuorum.

Mereka berusaha menggolkan gagasan untuk mengadakan pembicaraan guna menyetujui pemerintah sementara sampai pemilihan umum mendatang di negeri seluas 322.463 kilometer persegi tersebut.

Gbagbo berpendapat kepala negara yang baru harus "dipilih melalui pemungutan suara".

Sebagian anggota PDCI, yang dipimpin oleh Ketua Dewan Sosial dan Ekonomi, Philippe Yace, juga menentang pengangkatan Konan Bedie. Yace hingga 1985 dianggap sebagai calon kuat pengganti Houphouet-Boigny, yang memperjuangkan dan mengumumkan secara sepihak kemerdekaan Pantai Gading dari Perancis di 1960, dan meninggal pada hari ulang tahun kemerdekaan.

Sementara itu Perdana Menteri Alassane Ouattara, yang mengumumkan meninggalnya Houphouet-Boigny, tidak mengeluarkan pernyataan resmi, tapi mengisyaratkan proses Undang-undang Dasar tersebut tidak sesuai lagi setelah Pandai Gading meninggalkan politik satu partai tahun 1990.

Para pendukung Ouattara menyatakan Undang-undang Dasar mengharuskan Mahkamah Agung mengeluarkan surat resmi mengenai kematian presiden, tapi itu tak mungkin terjadi pada saat sekarang sehingga Konan Bedie tak dapat otomatis menjadi presiden.

Meskipun menghadapi penentangan, Konan Bedie, yang mendapat dukungan bekas kolonial Pantai Gading, Perancis, belakangan mengumumkan dirinya sebagai presiden sementara negeri tersebut.



"Negarawan Besar"

Kematian Houphouet-Boigny segera mengundang reaksi luar negeri, Presiden Perancis Francois Mitterrand, dalam ucapan belasungkawanya, mengenang dan menyebutnya sebagai "negarawan besar".

"Setelah memperjuangkan kemerdekaan negerinya, ia mengambil contoh, menarik pelajaran dan membangun negara Pantai Gading. Kebijaksanaan dan perhatiannya pada perdamaian memberinya pengakuan mutlak," kata Mitterrand.

Sementara Presiden Benin, Nicephore Soglo mengatakan, kematiannya merupakan "berita yang sangat menyedihkan bagi seluruh Afrika".

Seluruh rakyat Afrika, kata Soglo, tanpa memperdulikan agama, kebangsaan dan pandangan mereka "telah kehilangan seorang pemimpin besar".

Presiden Gabon, Omar Bongo, menyatakan: "Seluruh pemimpin Afrika telah kehilangan seorang ayah."

Kendati pujian untuk mendiang presiden pertama Pantai Gading sejak kemerdekaannya dari Perancis 33 tahun lalu, mengalir dari luar negeri, stabilitas, terutama ekonomi yang telah dirintis dan dibina Houphouet-Boigny, memprihatinkan.

Semasa hidupnya ia sempat mengangkat ekonomi negerinya dan membuat iri tetangga-tetangganya, terutama Ghana dan Guinea, yang menghadapi keruntuhan ekonomi di masa kepemimpinan beraliran sosialis pasca-kolonial, tapi ia meninggal justru di tengah krisis ekonomi yang melanda negerinya.

Selama tiga tahun Pantai Gading menghadapi krisis ekonomi akibat anjloknya harga coklat dan kopi, yang menjadi komoditas andalan negeri itu, di pasar dunia.

Sebelumnya Houphouet-Boigny membawa Pantai Gading menjadi penghasil coklat terbesar di dunia dan penghasil kopi terbesar di Afrika. Namun Pantai Gading juga termasuk negara yang memiliki hutang luar negeri paling besar di Afrika yakni sebesar 18 miliar dolar AS.

Hasil coklat negeri yang memiliki 7.100 personil militer dengan cadangan 12.000 personil itu, mencapai 697.000 ton, dan hasil pada 1993-1994 diramalkan mencapai 640.000 ton.

Tindak kejahatan, korupsi dan pengangguran dilaporkan ikut memperburuk kondisi ekonomi negeri tersebut, sehingga sebagian rakyat negeri itu dilaporkan tak keberatan jika militer mengambil-alih keadaan guna menjamin kedamaian Pantai Gading. ( 8/12/93 11:30)

KEPULANGAN ORANG PALESTINA BUANGAN, KETAKBERDAYAAN DUNIA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 16/12 (ANTARA) - Sekitar setahun setelah "membuang" 415 orang Palestina, Israel pada Selasa minggu ini diberitakan memberitahu sisa 215 orang Palestina di tanah beku tak bertuan di Libanon Selatan bahwa mereka dapat pulang sehari kemudian.

Pemimpin mereka, Abul Aziz Al Rantisi, setelah menerima surat pemberitahuan itu dilaporkan kantor-kantor berita Barat mengumumkan agar orang Palestina buangan tersebut berkumpul di tempat penyeberangan Zemraya, dua kilometer dari kamp orang Palestina buangan, pukul 08:00 waktu setempat (13:00 WIB) hari Rabu.

Tetapi, 16 orang diantara mereka takkan kembali ke wilayah pendudukan karena mereka tak ingin menjalani hukuman penjara lagi sekembali mereka dari pembuangan, dan mereka telah menyelinap dari kamp tersebut.

Keenam belas orang itu telah menyelinap dari kamp tersebut dan bermaksud tinggal di Libanon, atau pergi ke Jordania atau Eropa.

Israel tanggal 17 Desember 1992 membuang selama dua tahun 415 orang Palestina ke tanah tak bertuan di Libanon Selatan, karena mereka dituduh memiliki hubungan dengan kelompok pejuang garis keras Palestina.

Tindakan Israel tersebut melambungkan nama gerakan perjuangan garis keras Palestina, HAMAS, yang menentang pembicaraan perdamaian Timur Tengah, dan PLO terpaksa mengikuti kemauan gerakan itu serta menangguhkan pembicaraan perdamaian dengan Israel.

Belakangan ini, karena kuatnya tekanan internasional, penguasa Yahudi mengubah keputusannya mengenai masa pembuangan itu menjadi satu tahun dan berjanji memulangkan mereka tanggal 17 Desember 1993. Bulan September lalu, Israel memulangkan lebih dari 180 orang Palestina buangan.

Wartawan Reuter Bassem Hajj melaporkan dari Libanon bahwa semua orang Palestina buangan tersebut sangat bersemangat menyambut pengumuman tersebut, kendati sebagian dari mereka menghadapi kenyataan akan dijebloskan lagi ke dalam penjara dan bukan pulang ke rumah mereka.

Sementara itu AFP dengan mengutip pernyataan beberapa sumber militer di Jerusalem mewartakan orang Palestina buangan tersebut akan ditahan selama 96 jam di tangsi militer Yahudi di Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza untuk diinterogasi.

Orang-orang yang dicurigai telah melakukan kejahatan merusak keamanan akan dijebloskan ke dalam penjara.

Orang-orang Palestina buangan tersebut juga dilaporkan menyampaikan bermacam ungkapan rasa senang, karena tak lama lagi sebagian dari mereka dapat berkumpul lagi dengan sanak-keluarga mereka.

Resolusi 799

Betapapun besarnya kegembiraan orang Palestina karena akan segera pulang, sebenarnya kemenangan -- baik diakui atau tidak -- berada di pihak Yahudi.

Tak lama setelah Israel membuang 415 orang Palestina ke Libanon Selatan, masyarakat dunia -- terutama negara-negara Islam -- bereaksi keras dan mengecam tindakan penguasa Yahudi itu.

PBB pun jadi sibuk menghadapi desakan negara-negara yang menentang tindakan Israel tersebut, dan sehari setelah pembuangan orang Palestina itu badan dunia tersebut mengeluarkan resolusi.

Resolusi Nomor 799 Dewan Keamanan PBB meminta Israel memulangkan "segera" semua orang Palestina buangan tersebut.

Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali, dalam suratnya, juga mengancam akan merekomendasikan Dewan Keamanan agar melakukan tindakan lebih lanjut guna menindak Israel.

Akan tetapi bukannya tunduk pada tuntutan resolusi itu, penguasa Yahudi malah mengancam PBB dan menyatakan bersedia memulangkan mereka dalam waktu satu tahun.

Duta Besar Israel di PBB, Gad Yaacobi, menyatakan di badan dunia tersebut bahwa jika Dewan Keamanan terus menekan Israel agar memulangkan semua orang Palestina buangan, tindakan itu bisa merusak proses perdamaian Timur Tengah.

Sejak saat itu, Israel juga berusaha mengulur waktu dan "memperlihatkan sikap lunak" dengan memulangkan sebanyak 19 orang Palestina. Sebagian dari mereka dipulangkan karena, menurut Israel, "telah terjadi kekeliruan" dalam pembuangan mereka.

Yaacobi juga menyatakan bahwa Tel Aviv "bersedia menyambut baik" setiap pembicaraan mengenai pemulangan orang Palestina buangan tersebut dengan utusan PBB Chinmaya Gharekhan.

Kecewa

Tindakan ulur waktu Israel dan tak-adanya kelanjutan upaya PBB untuk menekan negara Yahudi -- tidak seperti tindakan Dewan Keamanan tatkala serdadu Irak menyerbu Kuwait bulan Agustus 1990 -- membuat frustrasi pihak Palestina.

Tak lama setelah pasukan Irak menduduki keemiran yang kaya akan minyak itu, Dewan Keamanan serta-merta menjatuhkan embargo atas Irak. Bahkan, Amerika Serikat, yang menjadi pelopor dalam menentang Baghdad, begitu kuat membela Israel.

Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher membahas dengan Israel cara menembus kebuntuan dalam proses perdamaian Timur Tengah akibat pembuangan orang Palestina tersebut.

Kekecewaan atas ketidak-mampuan PBB menindak Israel dan dukungan AS atas negara Yahudi dicetuskan jurubicara tim perunding perdamaian Palestina Hanan Ashrawi. Ia bahkan menyalahkan Perdana Menteri Yitzhak Rabin dan Presiden AS Bill Clinton -- yang tidak menyinggung-nyinggung masalah orang Palestina buangan dalam pertemuan mereka pertengahan Maret 1993.

Sebenarnya, delegasi perunding Palestina berharap masalah itu paling tidak akan dibicarakan. Ashrawi saat itu menuduh Clinton dan Rabin tak perduli dengan masalah pembuangan orang Palestina.

Selain dukungan AS, Israel juga mendapat keuntungan dari kejadian-kejadian lain di dunia yang menenggelamkan masalah orang Palestina buangan tersebut.

Pertempuran yang tak kunjung reda di Bosnia-Herzegovina berulangkali menarik perhatian masyarakat dunia dan pers Barat.

Kemelut Libya dengan AS dan Inggris, serta Perancis mengenai peledakan pesawat Pan Am di atas wilaya Lockerbie dan pesawat UTA di Nigeria kian menyeret perhatian dari masalah orang Palestina buangan.

Kemudian, pada kwartal keempat tahun ini, tepatnya tanggal 13 September 1993, penandatanganan persetujuan otonomi terbatas PLO-Israel membuat nasib orang Palestina buangan semakin terlupakan.

Sementara itu waktu terus bergulir dan batas waktu yang dijanjikan Israel telah tiba, orang Palestina buangan telah diperkenankan kembali ke rumah mereka dan sebagian akan mendekam di penjara.

Kegembiraan orang Palestina karena diizinkan pulang sekali membuat perhatian dunia berpaling dari tindakan untuk menekan Israel.

Setahun setelah Israel membuang 415 orang Palestina ke tanah beku tak bertuan di Libanon Selatan, tak satu sanksi pun dijatuhkan atas negara Yahudi tersebut kendati saat Israel melakukan tindakan itu, bermacam cacimaki menghantam penguasa Yahudi. (16/12/93 14:39/RU3)