Selasa, 19 Agustus 2008

CLINTON HADAPI BANYAK MASALAH SOAL PERLUASAN NATO

Jakarta, 27/1/97 (ANTARA) - Selain penyeimbangan anggaran, Presiden AS Bill CLinton --yang pada 20 Januari dilantik untuk masa jabatan kedua-- menghadapi penentangan dan keraguan dari banyak pihak dalam upaya memperluas payung NATO ke Eropa Tengah tahun ini.

Perluasan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ke arah timur, yang sejauh ini dipandang menjadi tindakan riskan Clinton, telah memicu kontroversi yang belum memperlihatkan tanda akan mereda. Penentangan terutama datang dari Rusia.

Para pemimpin NATO dijadwalkan pada pertemuan puncak di Madrid Juli tahun ini memilih negara-negara yang akan diterima dalam aliansi pertahanan Barat itu dari 11 negara bekas blok Uni Sovyet yang telah mengajukan permohonan menjadi anggota.

Dengan sisa waktu sekitar enam bulan, pemerintah Clinton, menurut banyak pengulas yang dikutip AFP, harus berusaha di banyak bidang untuk menggolkan rencana NATO yang lebih besar, mulai dari Moskow --pusat penentangan atas rencana tersebut.

Penentangan Rusia tetap sama kerasnya dibandingkan dengan tahun 1994, ketika Clinton mengumumkan bahwa penerimaan anggota baru bagi NATO akan menyatukan Eropa dan membantunya menghapus warisan Perang Dingin.

Bekas presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev dalam suatu tulisannya di harian ibukota (24/1) menyatakan, perluasan NATO akan mengganggu keamanan vital dan kepentingan geopolitik Rusia.

Menurut Gorbachev, perluasan itu akan mengancam berakhirnya Perang Dingin --yang disetujui oleh Rusia secara sukarela.

Ia juga menyesalkan bahwa posisi Rusia dalam perluasan NATO ke arah timur tidak diperhitungkan.

Gorbachev juga berpendapat bahwa masalah ancaman adalah alasan lemah untuk membenarkan perluasan NATO.

Dalam era Perang Dingin, ketika ancaman benar-benar nyata --saat Eropa dan dunia terpecah ke dalam dua blok, dengan Uni Sovyet dan AS sebagai dua kekuataan adidaya yang berlawanan-- tak seorang pun berfikir Austria, Swedia dan Finlandia akan masuk NATO untuk mencari perlindungan, katanya.

"Apakah orang-orang sekarang yakin bahwa hari ini, dengan Rusia sebagai mitra Barat, ancaman tersebut lebih besar dibandingkan sebelumnya?" demikian pertanyaan dilontarkan bekas presiden Rusia itu dalam tulisannya.

Namun rencana perluasan tersebut juga tidak berjalan terlalu mulus karena kurangnya antusiasme dari aliansi AS dalam NATO --Inggris dan Turki-- dan kecaman pedas dari kebanyakan ketetapan kebijakan luar negeri AS sendiri.

Tumpukan masalah yang ada ialah sikap mudah berubah Kongres AS, yang didimoniasi kaum Republik --yang telah lama mendukung perluasan NATO. Tetapi terdapat kekhawatiran bahwa Kongres AS mungkin saja mengubah sikap karena menghadapi konsesi dari Rusia.

Meskipun demikian, pemerintah Clinton bertekad akan tetap melakukan perluasan NATO meskipun banyak pihak meragukannya.

Dapat diatasi?

Sementara itu Madeleine Albright, wanita berusia 59 tahun yang menjadi wanita pertama sebagai menteri luar negeri AS, seusai pengambilan sumpahnya pada Kamis menyampaikan optimisme bahwa konflik tersebut akan dapat diselesaikan.

"NATO perlu diperluas. Kami mengerti bahwa pemerintah Rusia merasa keberatan dengan itu, tapi yang jelas kedua negara (AS dan Rusia) memiliki komitmen untuk menyelesaikan masalah ini," katanya sebagaimana dikutip AFP.

Ia juga berusaha menghapus kekhawatiran bahwa kondisi kesehatan Presiden Rusia Boris Yeltsin, dan kemungkinan pemecatannya, akan menjadi penghalang.

Albright memberi contoh bahwa Deputi Menteri Luar Negeri AS Strobe Talbott baru saja kembali dari "lawatan gemilang ke Moskow".

Menurut bekas duta besar AS di PBB tersebut, pertemuan puncak mendatang antara Wakil Presiden Al Gore dan Perdana Menteri Rusia Viktor Chernomyrdin "menjadi bukti bahwa kehadiran Yeltsin bukan penentu untuk membuahkan hasil".

Ia yakin AS akan dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah Rusia.

Pada saat yang sama asisten menteri luar negeri AS urusan Eropa dan Kanada, John Kornblum, berpendapat, keputusan mengenai perluasan NATO telah diambil oleh semua anggota aliansi tersebut dan bukan hanya oleh AS. Karena itu, rencana tersebut takkan berubah.

Kornblum yakin pemerintah Rusia takkan pernah menyatakan, "Ya, kami menyukai perluasan NATO."

Meskipun begitu, ia menyatakan bahwa Amerika Serikat dapat berbuat banyak untuk meyakinkan Moskow bahwa Barat "mengingini hubungan konstruktif dan Rusia takkan dikeluarkan dari Eropa".

Sementara itu Uni Eropa (EU), yang sedang mempersiapkan proses panjang untuk menerima tetangga- tetangganya dari Eorpa Timur, menyatakan takkan tunduk pada dikte NATO.

Komisioner Hubungan Luar Negeri EU Hans van den Broek, sebagaimana dilaporkan Reuter, mengatakan, negara-negara yang tidak tercakup dalam perluasan awal NATO takkan dapat masuk EU sebagai "hadiah hiburan".

Polandia, Republik Cheko dan Hongaria dipandang sebagai negara-negara favorit untuk mengadakan pembicaraan bagi perluasan awal NATO, sementara negara-negara Baltik --Latvia, Estonia dan Lithuania-- kelihatannya takkan masuk proyek perluasan awal NATO.

Terlepas dari rencana perluasan NATO, di dalam negerinya Clinton --pada masa jabatan keduanya-- menghadapi tugas berupa anggaran yang seimbang dan upaya pembaharuan ekonomi.

Langkah pertama yang dilakukan Clinton ialah mengulurkan tangan persahabatan kepada kaum Republik dan menyerukan diakhirinya "politik percekcokan picik dan sikap memihak yang ekstrim", yang telah mewarnai Kongres selama dua tahun terakhir ini. (T/CA/LN03/SP04/26/01/97 11:31/RU3)


PEMILU CHECHNYA, KEKALAHAN BAGI KREMLIN?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/1 (ANTARA) - Pada Senin (27/1) rakyat Chechnya, yang telah melewati pertempuran sengit melawan tentara Rusia dalam upaya separatis mereka, memberi suara dalam pemilihan presiden dan parlemen --kejadian yang dipandang sebagian pihak sebagai kekalahan atas Kremlin.

Meskipun republik Kaukasus itu pada 1991 memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, sampai sekarang tak satu negara pun mengakuinya sehingga Chechnya tetap menjadi salah satu dari 21 republik berlandaskan etnik yang, bersama-sama dengan 68 wilayah Rusia, membentuk Federasi Rusia.

Enam belas calon bersaing dalam memperebutkan jabatan presiden dengan masa jabatan lima tahun, saat sebanyak 400.000 penduduk, tidak termasuk pengungsi yang akan memberi suara di tempat pemungutan suara khusus atau orang-orang yang baru kembali ke republik tersebut, memberi suara.

Para pemilih dilaporkan Reuter dan AFP memberi suara mereka di 423 tempat pemungutan suara dari pukul 07:00 sampai pukul 20:00 waktu setempat (11:00 sampai 24:00 WIB) Senin.

Hasil awal diduga mulai diterima Komisi Pemilihan Sentral hari Selasa dan hasil akhir harus sudah disahkan serta disiarkan dalam waktu lima hari setelah berakhirnya pemungutan suara.

Komisi itu merencanakan membuka lebih dari satu lusin tempat pemungutan suara di perbatasan Chechnya dengan republik-republik tetangganya dalam Federasi Rusia, Ingushetia dan Dagestan, serta wilayah Stavropol --tempat kebanyakan pengungsi diduga berada.

Sebelum perang saudara, penduduk Chechnya diperkirakan berjumlah satu juta orang tapi puluhan ribu orang tewas dalam konflik di 1994-96 dan ribuan penduduk lagi menyelamatkan diri dari pertempuran.

Sebanyak 50.000 sampai 60.000 pengungsi diperkirakan akan memberi suara di tempat-tempat pemungutan suara khusus.

Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang kini menghadapi penyakit radang paru-paru, mengerahkan ribuan prajuritnya Desember 1994 ke Chehcnya untuk memadamkan upaya separatis yang dipimpin mendiang presiden Dzhokhar Dudayev.

Namun tak sampai sebulan setelah mengerahkan tak kurang dari 10.000 prajuritnya, presiden Rusia tersebut malah menghadapi gejala yang tak menguntungkan.

Penyebabnya ialah sekalipun serangan dilancarkan terhadap ibukota Chechnya, Grozny, pasukan Kremlin mulai kehilangan banyak komandan.

Yeltsin harus segera bertindak menyelesaikan konflik Chechnya atau menghadapi risiko dikucilkan oleh militernya.

Silang pendapat mulai merebak di kalangan komando militer Rusia, terbukti dengan mundurnya wakil komandan Angkatan Darat Rusia Jenderal Edouard Vorobiev --yang diduga menjadi korban tindakan menteri pertahanan saat itu Pavel Grachev.

Kini setelah tentaranya dipermalukan para petempur Chechnya, Kremlin tetap bermaksud mencegah aksi separatis republik Kaukasus tersebut melalui jalur diplomatik.

Deputi menteri luar negeri Rusia Viktor Posuvalyuk, menjelang pemungutan suara di Chechnya memperingatkan masyarakat internasional mengenai persoalan peka berupa kedaulatan Chechnya.

Ia, menurut laporan, mengatakan bahwa Rusia siap memutuskan hubungan dengan setiap negara yang memberi pengakuan diplomatik kepada Chechnya.

"Saya telah memperingatkan seluruh masyarakat internasional," katanya sebagaiman dikutip Reuter.

Meskipun tak ada negara yang mengakui Chechnya, penyelenggaraan pemilihan umum di Chechnya dipandang sebagai kekalahan bagi Yeltsin.

Dua pilihan utama

Dalam pemungutan suara pada Senin, rakyat Chechnya tampaknya harus memilih antara tokoh gerilya berpangkat jenderal dan seorang komandan radikal berusia muda yang di Rusia dicap teroris.

Pemilihan presiden dan parlemen Chechnya tersebut dipandang penting bagi republik Kauskasus itu untuk dapat kembali ke kedamaian. Setelah 21 bulan pertempuran, sebagian besar wilayah Chechnya dilaporkan hancur.

Dari 15 calon, empat calon paling menonjol mendukung separatis dari Rusia --yang pertama kali diproklamasikan tahun 1991, tapi perbedaan di antara dua calon yang dipandang paling potensial untuk menang memperlihatkan perpecahan untuk mewujudkan kemerdekaan itu.

Mereka adalah Aslan Mskhadov, Shamil Basayev, jurubicara kelompok separatis Movladi Udugov, dan Presiden saat ini Zelimkhan Yandarbiyev.

Meskipun tak ada angket jajak pendapat, banyak pihak diberitakan berpendapat bahwa Aslan Maskhadov --kepala staf militer yang berhasil memukul pasukan Rusia-- akan unggul.

Maskhadov juga telah membuktikan diri sebagai orang yang handal di meja perundingan. Dia lah yang menandatangani persetujuan 31 Agustus 1996 dengan penasehat keamanan Rusia saat itu Alexander Lebed bagi pembekuan keputusan akhir upaya kemerdekaan Chechnya sampai lima tahun.

Pasukan Rusia kemudian ditarik sehingga rakyat Chechnya memperoleh kemerdekaan de facto.

Maskhadov (45) telah mengukir nama sebagai pahlawan dan tak banyak yang meragukan bahwa ia akan terpilih sebagai presiden.

Namun selama kampanye ia dilaporkan tidak bersemangat, dan menghindari pertemuan terbuka serta wartawan, sehingga mengundang spekulasi bahwa ia mengkhawatirkan keselamatannya.

Meskipun demikian sebagian orang berpendapat Maskhadov --yang menyandang pangkat kolonel dalam militer bekas Uni Sovyet-- tidak terbiasa dengan kehidupan masyarakat sipil.

Namun ia mendapat saingan dari komandan lapangan spektakuler yang berhasil menyerbu wilayah Rusia, Shamil Basayev (32).

Basayev disebut-sebut memiliki apa yang tidak dimiliki Maskhadov; muda, dibenci di Moskow dan politikus alam.

Bagi rakyat Chechnya, yang sudah kecewa menghadapi prospek perundingan yang mungkin akan membuat republik tersebut membuat konsesi lebih lanjut, tekad dan semangat Basayev merupakan ilham.

Apa pun yang buruk bagi Rusia adalah baik bagi Chechnya dan Basayev, bagi banyak rakyat Chechnya, cocok untuk itu.

Basayev dicari sebagai teroris oleh Moskow karena memimpin penyerbuan yang menciptakan penyanderaan di kota Budennovsk, Rusia Selatan, pada Juni 1995 dan memaksa Kremlin memulai perundingan dengan Chechnya.

Untuk menang dalam babak pertama, para calon harus meraih lebih dari 50 persen suara.

Jika tak ada calon yang meraih mayoritas mutlak, dua calon utama akan bersaing memperebutkan kemenangan. (T/LN03/SP04/28/01/97 10:03)

Tidak ada komentar: