Selasa, 19 Agustus 2008

PERTEMPURAN KEMBALI GETARKAN AFGHANISTAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 30/12/97 (ANTARA) - Harapan rakyat Afghanistan akan terwujudnya perdamaian di negeri mereka tampaknya sekali lagi melesat dari genggaman pada penghujung 1996 , saat pertempuran berkecamuk lagi antara pasukan Talib dan aliansi bekas pemerintah-gembong Afghanistan Utara.

Arah pertempuran di negara Mujahidin telah berubah sejak faksi santri Talib menguasai Kabul 27 September lalu -- sekitar dua tahun sejak kelahirannya di Kandahar akhir 1994.

Harapan pada terwujudnya perdamaian pun timbul tenggelam sejak saat itu, sementara Talib harus berhadapan dengan pasukan bekas presiden Burhanuddin Rabbani, yang dipimpin Ahmad Shah Masood dan Jenderal Abdul Rashid Dostum dari Afghanistan Utara.

Meskipun aliansi anti-Talib tersebut belum memperlihatkan tanda akan dapat merebut Kabul, faksi santri yang disebut-sebut mendapat dukungan dari luar negeri itupun tidak memperlihatkan gejala akan mampu mendesak musuhnya kendati telah menguasai sekitar dua pertiga wilayah Afghanistan.

Talib bahkan pernah mengalami pukulan paling pahit sejak kelahirannya dari madrasah-madrasah di Afghanistan dan Pakistan, ketika lebih dari 400 petempurnya tewas saat memburu pasukan Masood ke Lembah Panjshier -- daerah kelahiran dan kubu pertahanan "Singa Panjshier" Ahmad Shah Masood.

Akhir pekan lalu, pasukan Talib diberitakan Reuter meraih kemenangan di garis depan di sebelah utara Kabul, tindakan yang menembus enam pekan kebuntuan di medan pertempuran. Kemenangan itu bahkan dipandang telah memulihkan moril para petempur faksi yang muncul secara misterius sekitar dua tahun lalu tersebut.

Faksi Talib dilaporkan mendesak mundur pasukan aliansi Afghanistan Utara sejauh lebih dari 10 kilometer ke dekat pangkalan udara Bagram, yang masih dikuasai musuhnya dan menangkap lebih dari 200 lawannya.

Wilayah yang dikuasai Talib saat ini membuat para petempurnya berada sekitar lima kilometer dari pangkalan udara Bagram.

Menurut komandan medan Talib, serangan tersebut "hanyalah langkah awal" dari rencana untuk menghancurkan musuh mereka dan "merebut kubu Dostum", kota para syahid Mazar-i-Sharif, di bagian utara negeri itu.

Aliansi anti-Talib diberitakan menderita kerugian besar dengan jatuhnya desa Istalif, yang terletak di jalur menuju gugusan gunung Hindu Kush.

Desa tersebut membuat para petempur Talib mempunyai pangkalan untuk menggempur pasukan saingannya di daerah lembah terbuka di hadapannya.

Akan tetapi, pukulan lebih berat bagi aliansi anti-Talib tampaknya pada sisi moral: pasukan gabungan Masood-Dostum telah berulangkali melancarkan serangan terhadap posisi Talib tapi selalu mengalami kegagalan.

Banyak pengulas diberitakan berpendapat, kekalahan saat ini dapat memperlemah ikatan aliansi anti-Talib.

Alasannya ialah aliansi oposisi memiliki kepentingan berbeda dalam menghadapi kemenangan Talib di Kabul. Anggota aliansi tersebut pernah saling gempur dalam memperebutkan Kabul dan masih tersimpan rasa saling tak percaya di antara mereka.

Serangan balasan

Namun moral pasukan aliansi anti-Talib kelihatannya belum hancur. Buktinya, pesawat-pesawat tempur aliansi itu dilaporkan AFP melancarkan serangan terhadap Kabul Sabtu malam (28/12).

Serangan tersebut dilancarkan terhadap terminal bandar udara internasional di bagian utara Kabul.

Namun serangan itu dilaporkan hanya mengakibatkan kerusakan kecil dan tidak merenggut korban jiwa di pihak Talib dan juga tidak merusak armada udara faksi cantrik tersebut.

Aliansi anti-Talib juga melancarkan serangan udara kedua dengan sasaran Istana Kepresidenan di bagian tengah kota Kabul. Dua bom dilaporkan menghantam bangunan itu.

Serangan ketiga dilancarkan terhadap jalan Khair Khana Pass, sebelah timurlaut Kabul. Jalan tersebut merupakan jalur pemasokan utama ke garis depan pertempuran tempat bakutembak dilaporkan berkecamuk sengit 27 Desember.

Ketika Talib menguasai ibukota Afghanistan akhir September, banyak pihak berpendapat bahwa pasukan gabungan anti-Talib akan mampu melancarkan serangan balasan dan mengusir penguasai baru Kabul itu.

Alasan utama pendapat tersebut ialah pasukan Dostum "masih segar" karena telah lebih dari dua tahun tidak terlibat dalam pertumpahan darah antar-Mujahidin.

Selain itu, pasukan gembong Afghanistan Utara itu juga dianggap paling terorganisir karena mendapat didikan dari bekas Uni Sovyet.

Suatu serangan balik oleh aliansi anti-Talib pertengahan Oktober memperlihatkan hasil, ketika Talib dipaksa mundur ke arah selatan dari posisinya di sebelah utara Kabul.

Sejak itu sejumlah serangan juga dilancarkan pasukan anti-Talib, tapi gagal memperlihatkan keberhasilan, apalagi jika terjadi pertempuran di daerah terbuka karena Talib memiliki senjata lebih lengkap.

Kegagalan lain pasukan aliansi anti-Talib juga disebut-sebut pada lemahnya persatuan di antara mereka.

Sikap Dostum kelihatannya masih diragukan oleh Masood dan bekas presiden Burhanuddin Rabbani; Dostum adalah bekas sekutu mendiang presiden asuhan bekas Uni Sovyet, Najibullah.

Bulan April 1992 ia berpaling ke Mujahidin dan mempercepat runtuhnya rejim komunis di Kabul.

Dostum kemudian beraliansi dengan Masood dan memerangi pasukan gabungan Hezb-i-Islami, yang dipimpin bekas perdana menteri Gulbuddin Hekmatyar, dan faksi Syiah Hezb-i-Wahdat.

Namun Januari 1994, Dostum bergabung dengan Hekmatyar dan memerangi pasukan Masood, tapi belakangan ia membiarkan Hekmatyar bersama Hezb-i-Wahdat memerangi pasukan Rabbani dan kembali ke kubunya di wilayah minyak Afghanitstan Utara.

Kini, setelah lebih dari empat tahun runtuhnya rejim komunis, pertumpahan darah tak kunjung reda dan hanya penderitaan yang dialami rakyat negara tersebut, bukan perdamaian, apalagi kemakmuran.

Harapan bagi terwujudnya perdamaian sempat bersinar ketika berbagai faksi yang bertikai di Afghanistan sepakat mengadakan pembicaraan perdamaian pada akhir Oktober.

Namun harapan tersebut kandas ketika aliansi anti-Talib melancarkan gempuran sebelum pembicaraan sempat dilaksanakan.

Iran dan Pakistan, dua tetangga Afghanistan, juga berusaha menggalang pembicaraan guna menyelesaikan pertikaian di negara Mujahidin itu.

Tetapi sekali lagi kegagalan menghadang. Alasannya, masing-masing pihak tidak terlalu percaya dengan kedua negara tetangganya tersebut karena keduanya dianggap terlibat dalam pertempuran dengan cara memberi dukungan kepada faksi-faksi yang saling bertikai. (30/12/96 12:06)

Tidak ada komentar: