Selasa, 19 Agustus 2008

SURAM, HARAPAN BAGI PENYELESAIAN CEPAT KRISIS SANDERA PERU

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta 10/2/97 (ANTARA) - Agaknya harapan untuk segera mendapatkan terobosan bagi penyelesaian krisis penyenderaan di Peru yang telah berlangsung selama 53 hari harus segera dipupuskan, sementara Presiden Peru Alberto Fujimori menghadiri pertemuan forum ekonomi di London.

Tak ada pertemuan baru yang direncanakan antara para penengah, pemerintah dan pemberontak Marxis yang menyandera 72 orang di kediaman duta besar Jepang di ibukota Peru, Lima.

Sebelumnya kantor berita Reuter melaporkan bahwa pemerintah Peru dan pemberontak makin mendekati dimulainya kembali pembicaraan langsung guna mengakhiri krisis penyanderaan tersebut.

Uskup Katolik Roma Juan Luis, sebagaimana dikutip kantor berita transnasional, mengatakan bahwa berbagai upaya untuk menghidupkan kembali pembicaraan antara pemberontak dan pemerintah "telah maju secara positif" setelah ia dan dua penengah lain bertemu hari Kamis (7/2) dengan pemimpin pemberontak Nestor Cerpa Cartolini.

Panel "para pemberi jaminan" dilaporkan juga bertemu dengan penengah pemerintah Domingo Palermo pada hari yang sama guna berusaha menempa agenda bagi perundingan langsung yang baru.

Namun, rencana Fujimori untuk meninggalkan negerinya setelah ia membuat terobosan besar dalam krisis itu --ia pergi sampai Selasa (11/2)-- tampaknya takkan terwujud dalam waktu dekat.

Pembicaraan antara pemerintah Peru dan pemberontak macet pada 28 Desember.

Sampai kini tak ada isyarat yang muncul sejak saat itu bahwa kedua pihak tersebut akan segera memulai kembali perundingan.

Sabtu pagi (8/2) Fujimori diberitakan bertolak menuju London dalam upaya baru untuk menghimpun dukungan luar negeri dalam menangani krisis itu dan meningkatkan citra negerinya.

Ia diduga akan singgah satu hari di New York sebelum terbang menuju London, tempat ia direncanakan berbicara dalam forum Amerika Latin dan bertemu dengan Perdana Menteri Inggris John Major.

Sementara itu, para sandera tetap harus melewati malam di kediaman Duta Besar Jepang, dan setelah fajar pada Sabtu polisi mulai mengumandangkan musik rakyat yang romantis melalui pengeras suara besar di luar gedung tersebut.

Lebih dari 15 anggota MRTA menyerbu kediaman duta besar Jepang di Lima selama suatu pesta tanggal 17 Desember dan menyandera lebih 400 orang. Namun sejak itu mereka telah membebaskan sebagian besar sandera.

Mereka menuntut pembebasan lebih dari 400 teman mereka yang dipenjarakan di Peru sebagai imbalan bagi pembebasan para sandera.

Fujimori, yang saudara laki-lakinya, Pedro, termasuk di antara sandera, bahkan telah menolak untuk membahas tuntutan tersebut tapi telah berjanji akan mengupayakan penyelesaian damai krisis itu.

Jepang hati-hati

Sementara itu, di Tokyo pemerintah Jepang dilaporkan memberi reaksi yang hati-hati mengenai prospek terwujudnya pembicaraan baru antara kedua pihak di Peru tersebut.

"Kami mesti menahan diri dari spekulasi mengenai kemajuan apa yang akan dicapai dari sekarang, tapi kami berharap pembicaraan langsung akan dimulai sesegera mungkin," kata Menteri Luar Negeri Jepang Yukihito Ikeda kepada parlemen sebagaimana dikutip Reuter.

Namun menurut AFP, Perdana Menteri Jepang Ryutaro Hashimoto mengatakan bahwa pembicaraan awal antara pemerintah Peru dan pemberontak "dapat dimulai pekan depan".

Hashimoto, meskipun berpendapat bahwa kedua pihak di Peru tersebut belum mencapai kesepakatan mengenai tempat bagi pembicaraan baru, "suasana mungkin membaik pekan depan".

Seorang pemimpin pemberontak bernama Rojas dan orang nomor dalam anggota MRTA yang melakukan penyanderaan, disebut-sebut akan keluar dari kediaman duta besar Jepang di Lima untuk mengadakan pembicaraan babak pertama.

Menurut Hashimoto, pemimpin tinggi pemberontak Nestor Cerpa juga akan menghadiri babak kedua pembicaraan awal tersebut.

Perdana menteri Jepang itu optimistis bahwa pertemuan tersebut bukan hanya "sekali jalan tapi akan berlangsung terus".

Para penengah dilaporkan bertemu dengan Cerpa, yang memimpin pemberontak di kediaman duta besar Jepang, Kamis (6/2) dan belakangan "menyebut-nyebut adanya kemajuan tapi tak ada terobosan".

Meskipun demikian, Juan Luis Cipriani berpendapat pembicaraan tersebut setidaknya memberi secercah harapan dan menjadi awal bagi terwujudnya "cara untuk mengkoordinasikan dimulainya pembicaraan awal".

Cipriani diberitakan bertemu dengan utusan Komite Palang Merah Internasioanl Michel Minnig dan Duta Besar Kanada di Peru Anthony Vincent bertemu dengan Cerpa selama 2,5 jam di tempat penyanderaan.

Betapapun juga banyak pengamat mengatakan kepada AFP bahwa setiap titik harapan bagi terwujudnya pembicaraan antara pemberontak dan pemerintah Peru akan memiliki dampak psikologis besar terhadap para sandera, yang telah 72 hari hidup di bawah todongan senjata.

Apalagi para sandera, kata Cipriani, kendati berada kondisi baik, tapi "sangat kelelahan" akibat penyanderaan yang berkepanjangan. (9/02/97 09:51)

Tidak ada komentar: