Selasa, 19 Agustus 2008

SIKAP NETANYAHU MULAI BERUBAH

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 17/1/97 (ANTARA) - Bagi pemimpin Palestina Yasser Arafat awal 1997 ini menjadi titik awal terjadinya perubahan sikap PM Israel Benjamin Netanyahu dari apa yang katanya takkan pernah ia lakukan, menyerahkan tanah yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama bagi umat Yahudi kepada Palestina.

Palestina dan Israel dilaporkan mencapai persetujuan penting pada Rabu mengenai perluasan otonomi Palestina di Al-Khalil dan wilayah lain Tepi Barat.

Namun persetujuan pemimpin Partai Likud itu dengan PLO untuk menempatkan kembali tentara Israel di Al-Khalil di Tepi Barat Sungai Jordan dipandang banyak pihak sebagai sekelumit perubahan idelogi dan bukan tanggapan taktis terhadap tekanan politik.

Khalil Ash-Shikaki, direktur Pusat Studi dan Penelitian Palestina (CPRS), dilaporkan Reuter berpendapat, "Perubahan penting yang terjadi ialah Partai Likud bersedia menandatangani persetujuan untuk menarik militernya dari kota yang mereka pandang sebagai kota nenek moyang mereka."

Namun saat menanggapi reaksi yang timbul di parlemen Israel (Knesset) mengenai persetujuan tersebut, Netanyahu menyatakan, "Kami hanya akan menempatkan kembali militer di Al-Khalil dan bukan meninggalkannya."

Kota kecil tempat makam para nabi itu telah menjadi ganjalan bagi perluasan otonomi Palestina terutama mengenai kekhawatiran Netanyahu atas keamanan 400 pemukim Yahudi, yang dijaga oleh 1.000 prajurit Israel, di tengah 120.000 orang Palestina di kota tersebut.

Meskipun tindakan pemimpin pemerintah paling sayap kanan Israel dipandang hanya mencerminkan sikap pragmatis di pihak Netanyahu, tidak berarti Partai Likud akan mencabut pendiriannya yang lama.

Netanyahu mengalahkan calon dari Partai Buruh, Shimon Peres, dalam pemilihan umum Mei tahun lalu dengan mengangkat penentangan terhadap pertukaran tanah bagi perdamaian, yang menjadi landasan bagi proses perdamaian Timur Tengah.

Tidak seperti Gurun Sinai, yang dikembalikan kepada Mesir berdasarkan Persetujuan Camp David 1979, Al-Khalil dan wilayah lain Tepi Barat dipandang oleh kelompok sayap kanan Israel dan pemukim Yahudi sebagai "tanah yang dijanjikan Tuhan kepada umat Yahudi".

Banyak pengulas berpendapat, tindakan Netanyahu menyetujui masalah Al-Khalil merupakan "hasil dari tekanan AS, Arab dan masyarakat internasional" atas pemerintah Israel dan bukan karena komitmen Netanyahu terhadap persetujuan otonomi Palestina, yang dicapai pemerintah terdahulu Israel dengan Palestina di 1993 di Oslo.

Netanyahu, sejak kampanye pemilihan umum Israel tahun lalu, telah memperlihatkan sikap tak kenal kompromi --tindakan yang memicu kerusuhan dan membuat Washington meningkatkan upaya diplomatiknya guna menyelamatkan kebijakannya di wilayah yang mudah bergolak tersebut.

Tak tetapkan persentase?

Sebelumnya, dalam komentar pada Selasa (14/1), Netanyahu berkeras bahwa persetujuan otonomi Oslo "tidak mengharuskan Israel menarik tentaranya dari sebagian besar wilayah Tepi Barat".

"Tidak benar, bertolakbelakang dengan apa yang telah disampaikan kepada anda, bahwa yang disebut penempatan kembali militer dalam persetujuan otonomi akan membuat kita mundur ke perbatasan 1967 atau menyerahkan 80 atau 90 persen wilayah-wilayah itu ...," demikian pernyataan Netanyahu sebagaimana dilaporkan AFP dari Jerusalem.

Menurut Netanyahu, persetujuan otonomi tersebut tidak menetapkan persentase dan tidak menentukan suatu wilayah pun.

Berdasarkan persetujuan perdamaian Oslo yang ditandatangani pemerintah terdahulu Israel di bawah Partai Buruh, segera setelah penempatan kembali dilaksanakan, tentara Israel hanya akan berada di permukiman Yahudi dan "tempat-tempat militer tertentu".

Pihak Palestina menafsirkan bahwa itu berarti 90 persen wilayah Tepi Barat, walaupun persetujuan Oslo tidak menetapkan jumlah.

Namun betapapun juga persetujuan yang diberikan Netanyahu tersebut dilaporkan membuat kubu kaum nasionalis di parlemen Israel terpecah.

Dalam perdebatan di Knesset Rabu (15/1), Netanyahu diberitakan menghadapi reaksi keras kelompok garis keras, yang geram dengan dicapainya persetujuan itu.

Tujuh dari 18 menteri Netanyahu memberi suara menentang persetujuan tersebut.

Menteri Sains Benny Begin --putra bekas perdana menteri Menachem Begin-- mengumumkan pengunduran dirinya sebagai protes atas tercapainya persetujuan itu. Tindakan tersebut dipandang sebagai tanda masalah yang dihadapi Netanyahu.

Bekas perdana menteri Yitzhak Shamir, yang telah mengundurkan diri dari arena politik tapi masih memiliki pengaruh kuat dalam Partai Likud, malah menuduh Netanyahu berkhianat dan menyerukan penggantian Netanyahu sebagai pemimpin gerakan kaum nasionalis tersebut.

Di antara tokoh garis keras yang menentang penarikan militer Israel dari Al-Khalil terdapat bekas menteri pertahanan Ariel Sharon, Partai Agama Nasional --yang mewakili para pemukim Yahudi, dan Rafael Eitan --bekas kepala militer yang memimpin kelompok sayap kanan Partai Tsomet.

Nafas segar AS

Walaupun persetujuan itu membuat Netanyahu menghadapi reaksi keras bahkan dari dalam tubuh Partai Likud, bagi penaja perdamaian Timur Tengah, Amerika Serikat, persetujuan tersebut dipandang memberi nafas baru kepada pemerintah Presiden Bill Clinton.

Tercapainya persetujuan itu juga membuat calon menteri luar negeri AS, Madeleine Albright --yang dijadwalkan memangku jabatan pekan keempat Januari, mempunyai waktu untuk memusatkan perhatian pada masalah-masalah lain seperti perluasan NATO, dampaknya pada hubungan dengan Rusia dan penanganan hubungan dengan China.

Albright diberitakan merencanakan lawatan ke seluruh dunia pertengahan Februari dengan pemusatan masalah pada Eropa dan Asia.

Sementara itu urusan Timur Tengah untuk sementara dapat diserahkan kepada utusan khusus AS Dennis Ross, yang telah diminta Clinton untuk tetap menangani masalah tersebut.

Meskipun demikian tak ada pihak yang berpendapat bahwa proses perdamaian Timur Tengah akan berjalan mulus, dan Warren Christopher, yang akan segera menyerahkan jabatan kepada Albright, mengenai proses itu telah menyatakan, "Akan terjadi guncangan di tengah jalan."

Betapapun juga Al-Khalil hanyalah ujian pertama bagi Netanyahu. Persetujuan Oslo mengharuskan Israel mundur dari daerah-daerah pedesaan di Tepi Barat, tindakan yang akhirnya akan membentuk perbatasan baru wilayah otonomi Palestina. (17/01/97 09:50)

Tidak ada komentar: