Selasa, 19 Agustus 2008

PEMILU PAKISTAN DIBAYANGI KRISIS EKONOMI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 2/2/97 (ANTARA) - Rakyat Pakistan dijadwalkan memberi suara pada 3 Februari 1997 dalam pemilihan umum yang dibayangi krisis ekonomi, sementara demokrasi di negeri itu dipandang tetap rapuh kendati empat pemilihan umum telah diselenggarakan dalam waktu 12 tahun.

Utang yang bertumpuk, defisit anggaran yang membengkak dan inflasi yang terus merongrong menjadi masalah utama yang menanti pemerintah mendatang Pakistan, yang akan dibentuk setelah pemungutan suara pada Senin (3/2).

Presiden Farooq Ahmed Leghari, yang memecat perdana menteri Benazir Bhutto tiga bulan lalu dengan tujuan menghindari apa yang disebutnya keruntuhan ekonomi yang mengincar, diberitakan AFP telah berikrar akan menerapkan persetujuan yang ditandatangani dengan Dana Moneter Internasional (IMF) oleh pemerintah sementara.

Pakistan harus mengurangi defisit anggaran dari 6,3 persen produk demostik kotornya (GDP) menjadi empat persen, dan mempertahankan pertumbuhan sekitar lima persen, mempercepat penswastaan, meningkatkan pemasukan dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

Pemerintah sementara yang dipimpin Perdana Menteri Malik Meraj Khalid menyatakan, pihaknya mengembalikan "ekonomi Pakistan yang tergelincir" kembali ke jalur pemulihan dengan memberlakukan disiplin fiskal dan pembaharuan sektor perbankan serta melancarkan upaya penghematan.

Pemerintah sementara tersebut telah memprakarsai rencana untuk menswastakan semua perusahaan dan bank yang dikelola negara termasuk perusahaan penerbangan nasional, Pakistan Internasional Airlines, jaringan telekom dan pembangkit listrik serta sistem penjatahan.

Leghari menyatakan, pemecatan Benazir 5 November 1996 tak terelakkan karena "tindakan korupsi pemerintahnya membawa ekonomi dan tatanan sosial negeri itu ke ambang kehancuran".

Nilai tukar rupee mengalami depresiasi terhadap dolar sekitar 40 persen selama tiga tahun masa pemerintahan Benazir, dan inflasi terus terjadi dengan cepat, kata Leghari.

Sementara itu, penasehat Khalid urusan Fiansial dan Ekonomi Shahid Javer Burki, seorang eksekutif Bank Dunia, mengatakan bahwa pemerintah sementara telah menarik bermacam pemimpin politik ke dalam kebijakan ekonominya.

Demokrasi terguncang

Pada saat yang sama demokrasi di Pakistan, yang selama 24 dari 50 tahun usianya diperintah oleh militer, menurut banyak pengulas yang dikutip Reuter, masih rapuh sementara kesuraman membayangi rencana peringatan ulang tahun emas negeri itu pada 1997 ini.

Pemerintah sementara yang berorientasi penghematan, yang diangkat Leghari setelah ia memecat Benazir, mengurangi rencana perayaan mewah, dan Perdana Menteri sementara Meraj Khalid telah menjadi salah satu pelopor bagi penghematan di negeri tersebut.

Sistem demokrasi di negeri itu juga telah sering menjadi sorotan karena kegagalannya menghadirkan pemerintah yang baik.

"Dunia politik Pakistan bulat. Ini sebabnya mengapa perjalanan 50 tahun tidak membawa politik negeri ini ke mana-mana," demikian tulisan kolumnis Syed Talat Hussain sebagaimana dikutip Reuter.

Dunia itu, katanya, masih kotor, berlumpur dan membingungkan.

Ia juga menyoroti "kurangnya antusiasme masyarakat dan tindakan saling fitnah antar-tokoh politik" yang menjadi ciri kampanye.

Pemilihan umum ini, seperti juga pemilihan umum terdahulu, dianggap telah dirusak oleh kegagalan pemerintah demi pemerintah untuk mewujudkan konsensus nasional sejak 1981.

Setiap pemerintah, selain pemerintahan sementara yang memerintah Pakistan, telah dipecat oleh presiden yang mempunyai kekuasaan kontroversial untuk membubarkan Majelis Umum Naisonal (majelis rendah) dengan menggunakan Amandemen Kedelapan undang-undang dasar negeri tersebut.

Leghari, yang pernah berjanji setia kepada Benazir dan bersumpah takkan pernah membubarkan majelis hasil pemilihan umum, melanggar apa yang pernah diucapkannya pada 5 November.

Yang menjadi alasan tindakannya ialah "korupsi, nepotisme" dan pelanggaran lain yang katanya telah membawa Pakistan ke ambang kehancuran ekonomi dan kehancuran sistem yang ada.

Ia berkeras bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan 90 hari setelah ia melaksanakan undang-undang dasar, tapi berjanji bahwa upaya anti-korupsi akan mencegah politisi yang ternoda mengikuti pemilihan umum.

Namun tak ada politikus kelas atas yang dilarang mencalonkan diri.

Menurut laporan media, beberapa kasus telah dibekukan untuk menjadi bahwa kedua partai utama --Partai Rakyat Pakistan (PPP), yang dipimpin Benazir, dan partai Nawaz Sharif, Liga Awami-- tidak punya alasan untuk memboikot pemungutan suara.

Partai agama Jamaat-i-Islami dilaporkan menjadi satu- satunya kekuatan besar yang mungkin mengumandangkan boikot dengan alasan bahwa politisi korupsi harus "dipeti-eskan" sebelum pemilihan umum yang dapat dipercaya dapat diselenggarakan.

Kini siapa pun yang terpilih akan menghadapi tugas berat untuk membuat hidup rakyat biasa tidak terlalu berat, karena perasaan yang tersebar luas di negeri itu ialah "para politikus tak pernah membawa perubahan dalam kehidupan rakyat".
( 1/02/97 12:16)

Tidak ada komentar: