Selasa, 08 Mei 2001

AWAN GELAP PERTEMPURAN MASIH SELIMUTI KABUL

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 17/5 (ANTARA) - Belum genap 24 jam setelah gencatan senjata dilaporkan telah dicapai guna menghentikan pertempuran tiga hari antara pasukan Kementerian Pertahanan plus milisi Uzbek dari Afghanistan Utara melawan faksi-faksi saingan mereka yang merenggut ratusan jiwa, pertempuran berkecamuk kembali di Kabul.

Menurut laporan kantor-kantor berita Barat, gencatan senjata antara pasukan Kementrian Pertahanan Ahmad Shah Masood bersama anak buah milisi pimpinan Jenderal Abdul Rashid Dostum dengan pasukan Hezbi-I-Islami bersama aliansinya, kelompok Syiah pro-Iran Hezb-I-Wahdat, dicapai hari Jumat (14/5) dan berlaku pukul 22.00 waktu setempat (Sabtu dinihari WIB).

Bahkan hari Minggu kantor berita AFP mewartakan pasukan dan tank pemerintah Afghanistan digelar di pusat kota Kabul dalam persiapan untuk menggempur satuan Mujahidin saingannya di bagian selatan kota tersebut.

Hezb-I-Islami, calon Perdana Menteri Gulbuddin Hekmatyar, yang sedang berunding dengan pimpinan faksi saingannya Jamiat-I-Islami, Presiden Burhanuddin Rabbani, telah gagal menduduki Kabul, tapi menempatkan pasukan guna mencekik jalur kiriman bahan bakar dan makanan penting ke ibukota Afghanistan tersebut.

Sebelumnya, pertumpahan darah antar-faksi Mujahidin, yang kini tampaknya tak dapat lagi mengklaim anggotanya yang terbunuh sebagai Syahid, telah menghalangi kepulangan jutaan pengungsi Afghanistan dari Iran dan Pakistan ke tanah air mereka.

Sejak pejuang Mujahidin menggulingkan pemerintah pro-Uni Sovyet di Kabul bulan April 1992, faksi Mujahidin terpecah ke dalam kelompok agama dan etnik dan terlibat pertempuran untuk menguasai Kabul.

Akibat berbagai pertempuran antar-faksi Mujahidin, menurut Reuter, tak kurang sepertiga dari 1,5 juta penduduk Kabul telah menyelamatkan diri dari kota tersebut.

Upaya pemerintah Afghanistan untuk memulihkan keadaan dan menegakkan Syari'ah, atau hukum Islam, di Kabul, tempat berbagai kelompok Mujahidin saling gempur, juga tak bisa terwujud.

Terpecah

Peralihan kekuasaan di negara pejuang Mujahidin tersebut terus menjadi sumber percekcokan di kalangan para pemimpin faksi.

Sengketa terutama terkunci pada masalah orang yang menduduki jabatan menteri pertahanan negeri tersebut.



Hekmatyar , yang menentang dua jabatan penting dipegang oleh satu kelompok Mujahidin, menghendaki Masood meletakkan jabatan karena ia anggota Jamiat-I-Islami pimpinan Rabbani, tapi Rabbani berkeras mempertahankan posisi komandan pasukannya, yang berjuluk Singa Pansjir itu.



Benturan keras teristimewa terjadi antara Hezb-I-Islami, dipimpin Hekmatyar dengan Jamiat-I-Islami, pimpinan Rabbani serta antara Hezb-I-Islami, dipimpin tokoh kharismatik Yunus Khalis dengan kelompok Syiah Hezb-I-Wahdat.

Hekmatyar juga sejak lama tak pernah sepaham dengan Masood, dan kedua orang ini sudah sering saling melontarkan serangan.

Sebenarnya tak terdapat silang pendapat ideologi mencolok antara kedua orang itu. Keduanya adalah tokoh fanatik.

Hekmatyar, dibandingkan Masood, lebih mencuat sebagai tokoh radikal dan tak kenal kompromi terhadap kaum komunis. Itu sebabnya ia menentang Dostum; karena Dostum mulanya adalah salah seorang jenderal Najibullah dan baru bergabung dengan Mujahidin beberapa bulan sebelum Najibullah terdepak.

Tetapi biar bagaimanapun juga kedua orang tersebut adalah penganut faham Sunni.

Sementara itu perbedaan etnik, yang tahun lalu menjadi masalah besar di negeri , saat ini tidak terlalu muncul ke permukaan.



Majelis Syura

Dalam upaya mewujudkan perdamaian di kalangan rekannya sesama pejuang Mujahidin, Presiden sementara pertama Afghanistan Sibghatullah Mojaddedi, pertengahan Mei lalu menyerukan penyelenggaraan pertemuan Dewan Syura, Majelis tradisional di negeri tersebut.

Sementara Hekmatyar dan Rabbani berada di Pakistan dalam upaya menempa persetujuan demi terwujudnya pemerintah mendatang Afghanistan.

Persetujuan perdamaian yang diperantarai Pakistan dan Arab Saudi untuk mengakhiri pertikaian di kalangan faksi Mujahidin dan ditandatangani tanggal 7 Maret "praktis sudah mati".

Oleh karena itu, perlu diselenggarakan pengaturan Syura yang memiliki landasan luas guna menghentikan pertumpahan darah dan mendirikan pemerintah yang terdiri atas wakil semua kelompok Mujahidin, kata Mojaddedi.

Front Pembebasan Nasional Afghanistan (NIFA) ,faksi mantan Presiden pertama Mujahidin Afghanistan, ikut menandatangani persetujuan Islamabad itu, yang diperantarai Pakistan, Arab Saudi dan Iran.

Mojaddedi juga bermaksud mengupayakan pembentukan suatu komisi untuk mengatur Syura yang memiliki 1.500 sampai 2.000 personil di Jalalabad. Syura tersebut akan meliputi semua lapisan penduduk Afghanistan termasuk ulama, komandan Mujahidin, kaum intelektual dan kelompok lain.

Mojaddedi,yang tampaknya condong kepada Hekmatyar, menyalahkan Rabbani dan Masood sebagai penyebab gagalnya persetujuan perdamaian.

Ia juga mengutuk pertempuran di Kabul dan menyerukan gencatan senjata.

Di luar negeri, Iran menjadi negara pertama yang mencela pertempuran paling akhir di negeri pejuang Mujahidin itu.

Haruskah berlarut ?

Namun, dengan hancurnya gencatan senjata paling akhir hanya dalam waktu kurang dari 24 jam dan berlangsungnya pergolakan kekuasaan antar-faksi Mujahidin, harapan Mojaddedi kelihatannya akan sulit terwujud.

Pertempuran itu yang tak kalah sengit dibandingkan dengan pertempuran antara pejuang Mujahidin dengan pasukan Presiden terguling Najibullah, bahkan kian menenggelamkan negeri itu dalam perang saudara dan bukan tak mungkin akan membuat Afghanistan terkucil.

Cahaya perdamaian, yang sempat muncul ketika tercapai persetujuan perdamaian yang diperantarai Pakistan, Arab Saudi dan Iran, kini tertutup awan gelap lagi.

Seorang komandan Garnisun Kabul Jenderal Baba Jan bahkan merasa pesimis mengenai tercapainya penyelesaian perdamaian yang langgeng jika persyaratan tertentu tak dipenuhi oleh semua faksi Mujahidin yang bersaing.

Menurut Baba Jan, sebelum gencatan senjata diterapkan, setiap faksi harus lebih dulu mengembalikan semua pos yang didudukinya kepada pemerintah, membebaskan semua tawanan perang dan membuka semua jalan di ibukota Afghanistan itu bagi iring-iringan pemerintah. (16/05/93 20:30)

Tidak ada komentar: