Selasa, 08 Mei 2001

RENCANA PERDAMAIAN BELUM MAMPU HENTIKAN PERTEMPURAN DI BALKAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 27/5 (ANTARA) - Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, dari gencatan senjata sampai ancaman aksi bersenjata, pertempuran di Bosnia-Herzegovina tak kunjung reda.
Sampai saat ini, kata-kata -- bahkan ultimatum mengenai "zona larangan terbang" -- tak mampu menghentikan etnik Serbia Bosnia, kaum Muslim Bosnia dan etnik Kroasia dari aksi menarik picu dan menumpahkan darah.
Terlepas dari siapa yang mencetuskan perang dan tak mau menerima perdamaian, perang di wilayah Balkan tersebut semakin brutal dan kian memprihatinkan.
Ribuan orang, termasuk penduduk sipil yang terdiri atas anak-anak dan kaum wanita, diberitakan telah tewas sejak pertempuran meletus sekitar 13 bulan lalu.
Utusan perdamaian Masyarakat Eropa (EC) Lord Owen pekan ketiga bulan Mei memperingatkan Bosnia-Herzegovina takkan bisa selamat sebagai satu negara utuh bila pertempuran berkecamuk terus. Pertempuran di Bosnia-Herzegovina bukan hanya terjadi antara etnik Serbia dan kaum Muslim bersama etnik Kroasia, tapi juga antara kaum Muslim dan etnik Kroasia.
Owen khawatir republik bekas Yugoslavia itu akan menjadi Libanon Eropa.
Ia juga khawatir pertempuran tersebut akan merembet ke luar garis perbatasan bila Bosnia-Herzegovina terjerumus ke dalam "onggokan" etnik yang terpecah-pecah.
Menurut seorang bekas sandera Barat di Libanon, Heinrich Struebig, (51), yang ikut dalam pengiriman bantuan darurat ke Kroasia, penderitaan manusia di bekas Yugoslavia justru lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi di Libanon. Struebig adalah salah seorang petugas bantuan di Libanon ketika ia diculik oleh suatu kelompok Syiah bulan Mei 1989 dan disandera bersama rekannya dari Jerman Thomas Kemptner selama hampir tiga tahun.
Struebig, sebagaimana dilaporkan Reuter, mengatakan Libanon dan Yugoslavia memiliki kesamaan -- masing-masing pihak memperburuk konflik antaretnik di wilayahnya.
Memang sulit diharapkan Bosnia-Herzegovina akan tetap ada bila semua etnik di republik itu tak dapat hidup berdampingan.
"Saya sama sekali tak pernah membayangkan bahwa penduduk Muslim akan mengizinkan pemecahan negerinya. Mereka akan bertempur. (Pertempuran) itu akan seperti di Libanon," kata Owen sebagaimana dikutip Reuter.
Tetapi rencana perdamaian yang disusun Owen dan utusan PBB Cyrus Vance bagi penyelesaian konflik Bosnia justru berupa pembagian republik itu menjadi 10 provinsi semi-otonom berdasarkan garis etnik. Rencana tersebut akan mengurangi wilayah yang dikuasai Serbia Bosnia dari 70 menjadi 43 persen, sehingga etnik penentang pemisahan diri Bosnia dari Yugoslavia menjadi satu-satunya pihak yang menentang rencana itu.
Etnik Serbia Bosnia bermaksud mendirikan republik sendiri di Bosnia-Herzegovina.


Dipecah
Keprihatinan Owen tampaknya tak mempengaruhi tindakan rakyat di republik tersebut. Harian Independen -- menurut laporan AFP -- memberitakan di London pertengahan bulan Mei bahwa republik Kroasia dan Serbia Bosnia diam-diam membahas penyelesaian perang Bosnia dengan membiarkan kaum Muslim dalam kesulitannya sendiri dan menghapus unsur penting rencana perdamaian utusan perdamaian PBB Cyrus Vance-Owen.
Menurut salah satu versi persetujuan itu, Kroasia Bosnia akan akan menerima baik wilayah tertentu yang diduduki etnik Serbia Bosnia dalam perang Bosnia.
Tindakan tersebut merupakan imbalan bagi pengakuan Serbia Bosnia atas Kroasia Bosnia sebagai suatu negara berdaulat di dalam wilayah perbatasan yang ditetapkan secara internasional.
Josip Manolic, pemimpin Komite Kroasia bagi Pemulihan Hubungan dengan Serbia, dilaporkan mengatakan topik utama pembicaraan yang telah berlangsung ialah pengakuan etnik Serbia Bosnia atas Kroasia. Itu merupakan imbalan bagi pemberian otonomi kepada etnik minoritas Serbia di Kroasia.
Etnik Serbia Kroasia, dengan dukungan Beograd, memberontak bulan Juni 1991 dan mendirikan negara kecil yang dinamakan Republik Krajina Serbia. Pemerintah Kroasia menghendaki orang Serbia Krajina membatalkan klaimnya dan memperkenankan pemulihan integritas Kroasia.
Menurut beberapa sumber Serbia yang dikutip AFP, pembicaraan itu bukan hanya mencakup Kroasia tapi juga pengaturan politik dan wilayah Bosnia-Herzegovina.
Persetujuan Kroasia-Serbia tersebut berpusat pada status suatu daerah di bagian utara Bosnia, di sekitar kota kecil Brcko, tempat etnik Serbia Bosnia memerlukan kendali guna mempertahankan hubungan yang efektif dengan republik Serbia.
Rencana yang disusun oleh Owen dan Vance menjanjikan etnik Serbia Bosnia jalur untuk memasuki republik Serbia melalui Bosnia Utara, tapi daerah Brcko sendiri ditetapkan akan diserahkan kepada etnik Kroasia Bosnia.


Dukungan Barat
Sementara itu meskipun pihak Barat terus berusaha menghidupkan rencana perdamaian Vance-Owen, yang mendapat dukungan PBB, sebagai satu-satunya pilihan jangka panjang, Barat mulai menggeser pemusatan perhatian pada tindakan yang tak terlalu menggebu-gebu.
Tujuannya ialah untuk mewujudkan harapan bagi berakhirnya pertempuran di Bosnia.
Pada pertemuan para menteri pertahanan NATO di Brussel hari Selasa (25/5) terbukti bahwa kebijakan baru yang kontroversial, terutama masalah penggunaan militer untuk melindungi daerah-daerah kantong kaum Muslim Bosnia, menghadapi masalah rumit.
Aliansi Barat tersebut belum mencapai kesepakatan mengenai campurtangan militer dalam skala penuh dan penolakan etnik Serbia Bosnia bagi rencana perdamaian Vance-Owen menimbulkan masalah baru. Negara-negara Eropa menolak aksi militer sementara Amerika Serikat menyerukan tindakan lebih keras seperti serangan udara.
Berbeda dengan yang pernah terjadi dalam aksi serangan serdadu Irak ke Kuwait tahun 1991. Saat itu negara-negara Barat serentak menyetujui aksi militer guna mengusir militer Irak dari keemiran yang kaya akan minyak di Teluk itu.
Banyak pengamat berpendapat, dalam kasus Irak-Kuwait pihak memiliki kepentingan nyata, minyak. Itu sebabnya Irak harus menghadapi gempuran militer selama tak kurang dari 40 hari.
Tetapi Bosnia-Herzegovina tidak memiliki nama kondang sebagai negara penghasil minyak jempolan di dunia. Jadi, menurut pengulas, bisa dimengerti bila Eropa tak bersedia menyetujui aksi militer karena "tak ada imbalan yang akan diperoleh dari tindakan tersebut".
Meskipun begitu, pada persetujuan yang dikeluarkan pada akhir pekan dan disiarkan kantor berita Reuter, Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Inggris dan Spanyol berusaha mencapai konsensus dengan janji akan memperkeras sanksi terhadap Serbia.
Kelima negara itu juga berjanji akan meningkatkan upaya untuk menhentikan perang dan mempertahankan semua wilayah yang dirancang PBB sebagai "daerah aman".

Kacaukan ekonomi
Akibat pertempuran yang tak kunjung reda di wilayah Balkan tersebut, harga bahan pokok dilaporkan melonjak sampai 50 persen dalam beberapa pekan terakhir ini.
Itu juga merupakan akibat dari sanksi ekonomi yang diberlakukan satu tahun lalu oleh PBB atas Yugoslavia.
Ribuan orang diberitakan kehilangan pekerjaan sejak larangan atas transaksi ekonomi dan embargo minyak diberlakukan atas republik tersebut tanggal 30 Mei 1992, dua bulan setelah pertempuran antaretnik meletus di Bosnia-Herzegovina.
Kantor berita UPI melaporkan, pertengahan bulan Mei satu dolar AS bernilai 370.000 dinar Yugoslavia di pasar gelap. Satu hari sebelumnya, satu dolar AS dijual dengan harga 250.000 dinar.
Sebuah restoran terkenal diberitakan hari Jumat (21/5) menjual roti burger "big mac" dengan harga 150.000 dinar, dua hari kemudian harga itu menjadi 200.000 dan hari berikutnya naik lagi menjadi 250.000 dinar.
Bensin biasanya dijatah 10 liter per mobil setiap bulan. Harga bensin per liter sebesar 250.000 dinar, atau sekitar 71 sen.
Namun menurut UPI, simpanan bensi negara di seluruh republik Bosnia telah habis dan hanya tempat pompa bensin swasta yang masih beroperasi dengan harga 700.000 dinar, atau dua dolar AS, per liter
Di negara yang penduduknya berpenghasilan sebesar 10 juta dinar, atau sekitar 30 dolar AS, per bulan, upaya rakyat untuk mempertahankan isi lemari mereka menjadi kian sulit.
Tahun 1990, nilai tukar satu dolar AS adalah 11,87 dinar. (26/05/93 19:08)

Tidak ada komentar: