Selasa, 08 Mei 2001

SETAHUN OPERASI PEMULIHAN HARAPAN SOMALIA TETAP GUNCANG

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 9/12 (ANTARA) - Setahun lalu tentara AS datang ke Somalia dengan membawa harapan akan dapat membebaskan negeri itu dari cengkeraman kelaparan dan pertumpahan darah, kini mereka -- ditambah kontingen lain dalam pasukan PBB -- masih berada di negeri itu, tetapi penderitaan rakyat belum hilang.

Misi "Operasi Pemulihan Harapan" mulanya ditujukan untuk menyelamatkan anak-anak yang menderita di Somalia karena makanan buat mereka dirampas oleh gerombolan orang bersenjata.

Pada 9 Desember 1992 sebanyak 28.000 tentara AS mendarat di Somalia, dan menimbulkan harapan perbaikan nasib dalam diri rakyat di negeri yang dikoyak pertikaian antar-marga tersebut.

Beberapa hari setelah pasukan AS mendarat di ibukota Somalia, Mogadishu, kondisi rakyat dilaporkan oleh kantor-kantor berita Barat memang mulai membaik.

Amerika Serikat pada 4 Mei menyerahkan tugas pemulihan perdamaian di Somalia kepada pasukan PBB.

Namun misi itu tetap tak berhasil membobol kekuatan berbagai milisi, dan PBB kini tak dapat mengelak bahwa jika badan dunia tersebut terlibat pertikaian dengan Jenderal Mohamed Farah Aidid, pasukannya di Somalia berarti kehilangan tujuan. Aidid adalah gembong marga pembangkang paling tangguh di negeri itu.

Akibat tindakan yang diduga dilakukan oleh anakbuahnya dan menewaskan 23 prajurit Pakistan dalam pasukan pemelihara perdamaian PBB di Somalia, PBB mengumumkan akan memberi hadiah buat orang yang berhasil menangkap Aidid.

Tindakan PBB tersebut, terutama keinginan Amerika untuk membekuk Aidid, bukan meredakan keadaan, tetapi justru membuat suasana semakin panas.

Milisi anak buah Aidid meningkatkan serangan terhadap pasukan PBB dan pasukan Amerika juga membuat perubahan tujuan kehadiran pasukan pemelihara perdamaian PBB.

Pasukan Amerika tidak bersikap sebagai pemelihara perdamaian lagi, tapi sebaliknya ikut menggempur anak buah Aidid, sehingga mengguncangkan aliansi dalam pasukan PBB terutama antara Amerika dan Eropa.

Kekecewaan

Perubahan dari harapan menjadi kekecewaan terjadi antara tanggal 5 Juni dan 3 Oktober, saat pertempuran gerilya berkecamuk antara pasukan PBB dan milisi pimpinan Aidid, sehingga lebih dari 70 personil pemelihara perdamaian dan ratusan orang Somalia tewas.

Kerusuhan semakin meningkat dan hampir setiap hari tersiar kabar mengenai korban yang berjatuhan di pihak sipil.

Tak kurang dari 10.000 orang Somalia diberitakan telah tewas atau cedera dalam berbagai bentrokan antara faksi Aidid dan pasukan pemelihara perdamaian PBB serta pertempuran di kalangan milisi Somalia sendiri.

Sekarang waktu bagi rakyat Somalia untuk menghentikan pertumpahan darah semakin sempit, karena masyarakat dunia semakin keberatan untuk menyediakan dana tambahan dan membahayakan keselamatan prajurit pemelihara perdamaian jika kerusuhan politik di negeri itu tak dapat diakhiri.

Washington belakangan juga mencabut keinginannya untuk menangkap Aidid meskipun 18 prajurit AS tewas dalam suatu pertempuran tanggal 3 Oktober dan satu pilot AS ditangkap sesudah helikopternya ditembak jatuh.

Perubahan kebijakan PBB dan AS, ditambah kesediaan AS untuk menerima Aidid dalam pembicaraan perdamaian, membuat Aidid -- yang selama berbulan-bulan bersembunyi -- muncul lagi.

Aidid tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan menyampaikan kesediaan berunding, terutama tatkala saingan utamanya, Ali Mahdi Mohamed, yang secara sepihak menyatakan diri sebagai presiden, menghadiri pembicaraan perdamaian di ibukota Ethiopia, Addis Ababa, bulan ini.

Somalia sebenarnya tidak mempunyai pemerintah sejak penggulingan Presiden Mohamed Siad Barre tahun 1991.

Kemajuan

Dalam perkembangan paling akhir di Addis Ababa, para perunding kedua faksi yang bertikai di Somalia dilaporkan membuat kemajuan di ibukota Ethiopia itu, dan para pemimpin marga yang berperang akan mengadakan pertemuan langsung.

Pernyataan bernada positif tersebut dikeluarkan setelah kelompok Ali Mahdi menyatakan tak ada kemajuan dalam pembicaraan perdamaian dan bermaksud menarik diri dari pembicaraan.

Pembicaraan di Addis Ababa berkisar pada masalah perlucutan senjata, pembentukan Dewan Peralihan Nasional, piagam baru bagi pembentukan dewan regional, dan masalah penyelenggaraan konferensi perdamaian baru serta tanggal dan tempatnya.

Presiden Ethiopia Meles Zenawi, yang memimpin upaya untuk mempertemukan semua faksi yang berperang di Somalia, telah meminta mereka mempertimbangkan kembali persetujuan perdamaian Addis Ababa yang ditandatangani ke15 faksi Somalia bulan November. Ia juga menyokong seruan Aidid kepada PBB bagi pembebasan delapan pembantu senior gembong Somalia tersebut yang ditahan di Mogadishu.

Sejak awal Desember, pembicaraan di Addis Ababa telah dipusatkan pada upaya untuk merujukkan Aidid dan Ali Mahdi.

Tetap rapuh

Meskipun suasana pembicaraan perdamaian di ibukota Ethiopia memberi secercah harapan, keadaan di lapangan belum mengimbangi situasi di meja perundingan.

Pejabat tinggi Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Geoff Loane, mengatakan di Nairobi bahwa untuk sementara ketenangan di negara yang dicabik perang di Afrika tersebut masih rapuh.

Ia juga berharap masyarakat internasional masih bersedia memberi dukungan keuangan dan moril kepada rakyat Somalia agar mereka dapat mewujudkan perdamaian di negeri mereka.

Loane, sebagaimana dilaporkan, menggambarkan bahwa memang terjadi peningkatan keadaan kemanusiaan "secara drastis" sejak kehadiran pasukan pemelihara perdamaian internasional Desember tahun lalu.

Tetapi itu bukan berarti keadaan telah meningkat sangat baik sehingga bantuan makanan mesti dihentikan.

Masih terdapat kantong-kantong masyarakat yang kekurangan makanan, kurang gizi dan lemah sehingga bantuan masih tetap dibutuhkan, kata Loane. ( 9/12/93 18:16)

Tidak ada komentar: