Rabu, 30 April 2008

AKSI AS DI SOMALIA MENGGUNCANG UNOSOM II

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 16/7 (ANTARA) - Aksi main serang Amerika di Somalia, dengan dalih membalas kematian sebanyak 23 prajurit Pakistan dalam pasukan PBB, bukan hanya menghantam pasukan Jenderal Mohamed Farah Aidid tapi juga mengguncang Operasi PBB di Somalia (UNOSOM II).

Setelah serangan pasukan PBB dengan dukungan helikopter AS terhadap kubu gembong pemberontak tersebut, yang menurut keterangan Komite Palang Merah Internasional merenggut 54 jiwa dan melukai lebih 170 orang lagi, Italia melancarkan reaksi keras.

Italia menghendaki masa pereda setelah serangan hari Senin (12/7) yang mengakibatkan aksi balas dendam sehingga menewaskan beberapa wartawan asing.

Italia juga menuntut peninjauan kembali misi PBB di Somalia karena sebagian tentara yang bernaung di bawah panji PBB di negeri tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai pemelihara perdamaian tapi malah terjerumus kepada keterlibatan dalam perang antar-marga di negeri itu.

Karena protesnya, PBB hari Rabu (14/7) menyeru pemerintah Italia agar menarik komandan pasukannya di Somalia, Jenderal Bruno Loi, akibat bertikai dengan komandan pasukan PBB di negeri tersebut.

Italia lalu menanggapi dengan ancaman akan menarik pasukannya ke sebelah utara ibukota Somalia, Mogadishu, tapi menyatakan takkan menarik Loi.

Tetapi dalam perkembangan paling akhir di Somalia hari Jumat (16/7), posisi pasukan Italia di sebelah utara Mogadishu malah menghadapi gempuran setelah dua hari sebelumnya serangan serupa juga harus dihadapi pasukan Italia.

Kini, setelah aksi adidaya tunggal di dunia -- Amerika Serikat, Italia malah harus menghadapi dua pilihan berat; di Somalia pasukannya harus menghadapi milisi bersenjata bukan hanya dari kelompok Aidid tapi juga pasukan yang setia kepada saingan Aidid, Presiden Ali Mahdi Mohamed.

Sementara itu di luar Somalia, Italia harus menghadapi tuntutan PBB bagi penarikan komandan pasukannya.

Menghunjam

Perselisihan antara PBB dan Italia juga menjadi tikaman terhadap kegiatan PBB yang sebenarnya diharapkan menjadi contoh cara membangun suasana baru di Somalia setelah negeri tersebut dibuat porakporanda oleh pertumpahan darah selama tiga tahun, dan penderitaan berupa kelaparan.

Pada pusat pertikaian itu, terhampar silang pendapat mengenai cara pendekatan terbaik untuk melucuti semua marga yang terlibat pertumpahan darah di Somalia.

Italia lebih menyukai cara pendekatan diplomatis, tapi Amerika Serikat tampaknya lebih senang dengan ala koboi di jaman Wild West meskipun berakibat jatuhnya korban sipil dan mengundang kecaman dari pihak media.

Mengenai tuntutan penarikan Loi, Menteri Pertahanan Italia Fabio Fabbri, sebagaimana dilaporkan kantor-kantor berita Barat, membela komandan pasukan negaranya tersebut dan menyatakan bukan Loi yang menjadi persoalan.

Masalah sesungguhnya, menurut Fabbri, adalah perselisihan mengenai cara mengatur dan melaksanakan misi kemanusiaan di Somalia.

Loi sendiri mengatakan kepada kantor berita Italia, ANSA, di Mogadishu bahwa ia menghormati semangat resolusi PBB yang menetapkan UNOSOM II.

Tetapi, tambahnya, mandat yang diterimanya saat ia meninggalkan Italia ialah misi kemanusiaan.

Italia -- bekas penguasa kolonial di Somalia -- sebenarnya baru menyampaikan keinginan untuk bergabung dalam komando militer UNOSOM bulan Juli, setelah tiga prajuritnya tewas dalam serangan mendadak di bekas koloninya.

Sementara itu Amerika Serikat, yang merintis misi pendahulu UNOSOM -- Operasi Pemulihan Harapan Desember lalu, menganggap Italia, yang setia kepada AS selama puluhan tahun, tak layak ikut.

Utusan khusus Amerika Robert Oakley menyatakan Italia memiliki reputasi buruk di Mogadishu karena Roma dulu mendukung diktator Mohamed Siad Barre. Barre terguling bulan Januari 1991 dan sejak itu Somalia terjerumus ke dalam perang antar-suku dan dicengkram kelaparan.

Italia juga melakukan perundingan dengan anggota suku Aidid, Haber Gedir, mengenai pemasangan blokade jalan di wilayah Aidid dan pemeriksaan senjata. Tindakan yang belakangan tersebut dianggap mengabaikan kebijakan dan perintah PBB.

Dipertanyakan

Kini misi pemelihara perdamaian, yang telah dilumuri darah penduduk sipil, mencetuskan pertanyaan mengenai kemampuan badan dunia itu dalam menangani perang saudara.

Protes kian luas karena tindakan agresif pasukan PBB bukan memadamkan kerusuhan tapi malah memperluas pertempuran.

Banyak pengulas, menurut kantor berita Barat, menyatakan dunia menghadapi kenyataan bahwa pemeliharaan perdamaian lewat jalur militer dapat menyimpang dari upaya mewujudkan perdamaian, dan maksud baik seringkali membuat kecewa pasukan internasional.

Keraguan mengenai kemampuan PBB menanggulangi tantangan seperti yang muncul akibat serangan pasukannya terhadap pusat komando Aidid di Mogadishu.

Kejadian tersebut sebenarnya tak lebih dari pertempuran maut tanpa manfaat nyata antara pasukan Aidid dan pasukan PBB, yang sebenarnya dikirim ke Somalia untuk menggantikan pasukan pimpinan AS dalam Operasi Pemulihan Harapan dengan tujuan memelihara kedamaian.

Meskipun demikian, Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali telah menyatakan PBB akan melanjutkan kehadiran pasukannya di Somalia.

Tetapi, haruskah misi pemelihara perdamaian berubah menjadi keterlibatan pasukan PBB dalam perang saudara di Somalia ?. (16/07/93 19:07)

Tidak ada komentar: