Rabu, 30 April 2008

PENGUNDURAN BABANGIDA BUKAN BERARTI KRISIS NIGERIA USAI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/8 (ANTARA) - Pemimpin junta militer Nigeria Ibrahim Babangida sekali ini membuktikan janjinya untuk mengundurkan diri, tapi penyerahan kekuasaannya kepada tokoh sipil bukan berarti krisis di negeri itu telah berakhir secara otomatis.

Ernest Shonekan, yang diangkat sebagai pemimpin pemerintah sementara yang lebih bersifat sebagai "penutup jurang sengketa" hari Kamis (27/8), harus menghadapi ketidak-tentuan masalah politik. Ia juga harus mempersatukan rakyat negeri itu.

Persatuan nasional Nigeria morat-marit ketika Jenderal Babangida membatalkan hasil pemilihan presiden tanggal 12 Juni, sedangkan pemungutan suara tersebut dipandang banyak pengamat berjalan jujur.

Tindakan Babangida menggagalkan pengusaha Moshood Abiola ke kursi presiden, membuat negeri itu terbenam ke dalam kancah krisis politik, dan beberapa saat setelah Babangida menyerahkan kekuasaan kepada Shonekan, Abiola berikrar akan kembali ke negerinya. Ini pun menjadi tantangan yang harus dihadapi Shonekan.

Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa, termasuk bekas penguasa koloni Nigeria -- Inggris, dilaporkan telah menjatuhkan sanksi atas Nigeria karena pembatalan hasil pemungutan suara bulan Juni.

Babangida merebut kekuasaan di negeri tersebut dalam kudeta tahun 1985 dan pernah tiga kali mengingkari janjinya untuk mengundurkan diri, akhirnya Kamis menyerahkan kursi kepemimpinan Nigeria demi terwujudnya demokrasi di negeri itu.

Akan tetapi banyak pengritiknya, termasuk Abiola -- yang kini berada di London, sebagaimana dilaporkan kantor-kantor berita Barat, menuding Babangida akan terus "menancapkan kuku kekuasaannya di belakang layar".

Itikad Babangida untuk meninggalkan dunia politik juga diragukan kendati banyak pejabat berkeras bahwa pemimpin junta militer tersebut takkan memainkan peran dalam pemerintah sementara.

Kabinet 32 anggota pimpinan Shonekan memiliki satu anggota militer, Jenderal Sani Abacha, seorang pentolan militer tangguh yang mempertahankan pos Menteri Pertahanan.

Ingin perbaiki hubungan

Beberapa pejabat Nigeria, menurut laporan, mengatakan Shonekan -- bekas pemimpinan konglomerat UAC Anglo-Nigeria -- ingin memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat.

Dalam pidatonya setelah pengambilan sumpah, Shonekan menyatakan Nigeria perlu meyakinkan mitra asingnya lagi bahwa komitmen Nigeria terhadap tata dunia baru, terutama, demokratisasi, tak perlu diragukan.

Pemerintah pimpinan Shonekan menyeru serikat buruh utama di negeri tersebut, NLC, agar tidak melanjutkan ancamannya untuk melancarkan pemogokan umum bila Babangida tidak menyerahkan kekuasaan sampai hari Jumat (28/8).

Namun pemogokan oleh serikat pekerja tambang minyak, NUPENG, diduga akan berjalan terus, dan bisa itu terjadi sektor perminyakan -- tulang punggung pemasukan Nigeria -- akan lumpuh.

Shonekan juga menghadapi tugas untuk melaksanakan pemilihan presiden baru.

Ancaman Abiola

Selain itu, ikrar Abiola -- yang tak mau mengakui pemerintah sementara yang ditunjuk Babangida -- untuk kembali ke negerinya juga menjadi ancaman lain yang harus dihadapi Shonekan.

Abiola, unggulan dari kelompok yang condong ke kiri Partai Sosial Demokrat, menyatakan akan memulai konsultasi mengenai penerapan program pemilihannya melalui berbagai "prasarana demokrasi yang ada".

Abiola diperkirakan telah meraih 58 persen suara dalam pemungutan suara bulan Juni, setelah ia menjanjikan program pembaharuan ekonomi dan penangan secara jujur dalam dunia politik.

Ia juga ingin memulihkan "hak asasi manusia, integritas, keterbukaan, kejujuran dan penanganan ekonomi yang terbuka".

Abiola diduga akan memanfaatkan situasi untuk meyakinkan Barat bahwa militer belum sepenuhnya meninggalkan kancah politik di Nigeria.

Tetapi ambisi Abiola tampaknya akan menghadapi tantangan kuat, terutama setelah Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman baru Nigeria, Clemen Akpamgbo, mengatakan kepada kantor berita Barat bahwa setiap upaya oleh Abiola untuk membentuk pemerintahan tandingan akan dianggap pemberontakan.

Alasan Akpamgbo ialah pemerintah yang sah telah membatalkan pemilihan presiden bulan Juni dan oleh karenanya kemenangan Abiola juga "tidak berlaku lagi".

Menurut Akpamgbo, jika Abiola tidak menghentikan ancamannya, ia akan berhadapan dengan jawaban yang sesuai.

Tindakan menghasut rakyat dengan menjadikan pemilihan bulan Juni sebagai alasan, sementara pemerintah sementara Nigeria pimpinan Shonekan justru sedang berusaha menyatukan rakyat negeri tersebut, takkan dijawab sikap sopan, demikian menurut Akpamgbo.
(28/08/93 11:58)

Tidak ada komentar: