Rabu, 30 April 2008

DI OMAN, ADA SURGA DI TENGAH GURUN PASIR

Oleh Chaidar Abdullah

Muskat, 24/10 (ANTARA) - Siapa pun yang belum pernah berkunjung ke Oman takkan pernah menduga akan menyaksikan bermacam jenis tanaman seperti yang terdapat di daerah tropis.

Tetapi, pemandangan yang terhampar di luar terminal Bandara Salalah, ibukota Provinsi Dhofar di bagian selatan negara yang terletak di pintu masuk ke perairan Teluk itu, benar-benar bisa membuat pendatang dari wilayah tropis tercengang-cengang.

Hamparan pohon kelapa diikuti oleh berbagai perkebunan nan hijau yang lain, termasuk pohon pisang dan tebu, sungguh merupakan pemandangan yang menakjubkan. Pemandangan di daerah itu memang berbeda dengan keadaan di Muskat, ibukota Oman.

Meski juga berlokasi di tepi laut, Muskat tidak memiliki tanaman sekaya Salalah.

"Wow, seperti di Indonesia," begitu komentar wartawan harian Republika, Ikhwanul Kiram Masyhuri, yang berada dalam satu mobil dengan penulis yang sama-sama diundang oleh Kementerian Penerangan Oman untuk lawatan 10 hari di negara kesultanan tersebut.

Salalah memang dikenal sebagai lumbung pangan Oman dan Oman sendiri pernah dikenal sebagai negara hijau dan hidup dari pertanian, selain perdagangan dan perikanan selama masa sebelum Masehi.

Pendatang dari Indonesia bisa terheran-heran menyaksikan pedagang buah-buahan seperti kelapa dan pisang di tepi jalan di daerah perkebunan di Salalah.

Meski tidak sebanyak pedagang buah di sepanjang jalan antara Bogor dan Puncak, Jawa Barat, pemandangan di Salalah tidak terdapat di Muskat.

Lembah hijau

Selain Salalah, wilayah Dhofar memiliki beberapa lembah hijau yang dapat bertahan hidup selama musim kemarau seperti Ain Razat, Ain Hamran, dan lereng menuju makam Nabi Ayub A.S. Lereng-lereng hijau tersebut dikelilingi hamparan pasir yang membuat mata silau saat terik matahari menyengat.

Gunung-gunung yang mengelilingi lembah hijau tersebut gersang dan tandus selama musim kemarau. Semua lembah itu menjadi tempat wisata pada hari libur resmi (Kamis, Jumat, dan Minggu).

Ain Razat terletak sekitar 20 km sebelah timur laut Salalah, sedangkan Ain Hamran -- yang lebih luas dan lebih hijau -- 10 km lebih dari Ain Razat. Sementara itu, makam Nabi Ayub A.S., yang panjangnya mencapai enam meter terletak di sekitar 145 km barat Salalah.

Tetapi, kata Ghanim bin Said As-Syanfari, pejabat penerangan Salalah, yang menjadi pemandu selama kunjungan penulis dan wartawan harian Republika tersebut di Salalah, semua daerah di kawasan tersebut akan hijau selama musim hujan.

"Musim hujan?" tanya penulis makin terheran-heran. "Ya!" kata Ghanim. "Selama itu, setiap hari Salalah diguyur hujan dan pepohonan pun tumbuh sehingga gunung-gunung menjadi hijau," tambahnya.

Musim hujan di Oman berlangsung antara 27 Juni hingga 27 September.

Ain Razat dan Ain Hamran sungguh kaya dengan beragam tumbuhan. Tak jauh dari Ain Razat terdapat perkebunan dengan aneka jenis pohon seperti Jeruk dan Jambu.

Di Ain Razat, terdapat taman berukuran kecil yang berisi pepohonan seperti cemara, palem serta beraneka jenis bunga, dan tak jauh dari taman tersebut terdapat sungai kecil yang airnya berasal dari mata air di gunung di sekitar daerah tersebut.

Ain Hamran juga memiliki taman seperti Ain Razat dan mempunyai kolam berair jernih di dalam tamannya, sementara di luar taman tumbuh aneka jenis pohon.

Sementara itu, lembah-lembah di sekitar makam Nabi Ayub A.S. juga menjadi "obat" bagi mata para pelancong setelah pedih terkena sengatan sinar matahari yang menerpa hamparan padang pasir.

Namun demikian, tidak ada fasilitas angkutan umum tersedia untuk ke tempat-tempat tersebut, sama juga dengan ke tempat lain yang potensial sebagai objek wisata.

Kesadaran

Guna menumbuhkan kesadaran masyarakat akan sangat pentingnya pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup, Pemerintah Oman tak henti-hentinya melancarkan upaya dan kampanye lingkungan kepada para penduduknya yang mencapai tiga juta orang.

"Pemerintah berusaha menyadarkan rakyat mengenai peraturan dan sistem yang berkaitan dengan lingkungan hidup," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kotapraja Regional Oman, Syeikh Amer bin Shuwain Al-Hosni.

"Kami berusaha menjelaskan kepada rakyat, melalui kunjungan tim-tim ke para penduduk, mengenai permasalahan lingkungan hidup dan bagaimana menanganinya," tambahnya.

Tim-tim tersebut juga mengunjungi sekolah, perkumpulan wanita, dan organisasi lain.

Pemerintah Oman, meski menetapkan denda 500 rial Oman (sekitar Rp3,6 juta) bagi mereka yang terbukti membunuh hewan dan 200 rial (sekitar Rp1,5 juta) bagi yang didapati membunuh burung, tidak mempunyai ketentuan hukuman kurungan bagi para pelanggar tersebut.

"Kami berusaha membuat rakyat sadar mengenai sistem kami dan bukan menghukum mereka," katanya.

Al-Hosni mengakui, tidak lah mudah menumbuhkan kesadaran yang diharapkan tersebut, namun dengan menggunakan berbagai sarana, dari tayangan televisi sampai keterangan dari para orang tua kepada anak mereka, ia yakin rasa sayang pada lingkungan, dan bukan takut terhadap peraturan, akan tumbuh serta tertanam kuat dalam jiwa generasi penerus Oman.

Untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup, Pemerintah Oman tak segan-segan menyerap teknologi negara lain, kata menteri yang pernah mengecap pendidikan di Inggris tersebut.

Sistem pengairan juga ditingkatkan dan ada peraturan ketat bagi mereka yang ingin mendirikan pabrik, tambah Al- Hosni.

Namun, katanya, Pemerintah Oman tidak mewajibkan setiap rumah menanam pohon. "Kami harus mempertimbangkan mana yang lebih penting. Jika air yang digunakan untuk menyiram pohon sangat dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, kami terpaksa lebih menitikberatkan kehidupan rakyat."

Oman juga berusaha meragamkan tanamannya dengan mengimpor pepohonan yang bisa tumbuh di negara tersebut, seperti pohon Asoka atau Glodogan Tiang dari Thailand yang terlihat di halaman hotel megah di Muskat. (24/10/93 18:31)

Tidak ada komentar: