Rabu, 30 April 2008

KESEDIAAN MUNDUR SERBIA NIAT TULUS ATAU AKAL BULUS?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 14/8 (ANTARA) - Pada saat menggencarnya berita mengenai kesepakatan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menyerang posisi Serbia Bosnia jika etnik itu tidak menghentikan serangan di Sarajevo, pemimpin etnik Serbia Bosnia mengumumkan kesediaan menarik pasukannya.

Pemimpin Serbia Bosnia Radovan Karadzic belum lama ini (13/8) menyatakan, terdapat "salah pengertian" mengenai ancaman NATO tersebut.

Washington telah memperingatkan, jika pasukan Serbia Bosnia tak mau mundur, pintu akan terbuka bagi serangan udara NATO, sementara para perunding perdamaian di Jenewa menetapkan batas waktu penarikan pasukan Serbia Bosnia, pada hari Kamis (12/8).

Para diplomat NATO dilaporkan bertemu di Brussel Jumat pagi guna menilai situasi di Bosnia sehubungan dengan ancaman aliansi Barat itu untuk menggempur posisi pasukan Serbia Bosnia.

"Jaring semakin ketat di sekitar orang Serbia," kata seorang diplomat NATO sebagaimana dikutip AFP.

Tetapi, benarkah ucapan diplomat NATO itu? Sebenarnya jaring belum menjadi ketat apalagi sampai menjerat leher orang Serbia Bosnia.

Kondisi itu terjadi karena NATO masih membutuhkan izin PBB guna melancarkan serangan udaranya, sedangkan PBB telah menyatakan memiliki veto untuk menggagalkan serangan tersebut.

PBB juga khawatir serangan NATO akan mengakibatkan serangan balasan terhadap pasukannya, seperti juga kekhawatiran Eropa mengenai nasib tentaranya di wilayah Balkan itu, dari etnik Serbia Bosnia. Rusia dan Ukraina juga telah melontarkan keberatannya atas rencana NATO itu.

Kekhawatiran PBB berkaitan dengan sikap Karadzic dalam menanggapi ancaman NATO. Pemimpin Serbia Bosnia itu telah menyatakan, bila terjadi campur tangan militer, "kami siap menghadapi segala kemungkinan."

Karadzic bahkan menyebut-nyebut bahwa tak ada masalah untuk "membeli senjata nuklir di pasar dunia."

Ia juga mengisyaratkan kemungkinan serangan bukan hanya terhadap pasukan internasional di Bosnia tetapi mungkin juga Austria dan Jerman -- yang sepanjang sejarah adalah musuh bebuyutan Serbia -- menjadi sasaran serangan.

Mengendur?

Tetapi, setelah desakan makin kuat agar NATO menyerang posisi pasukan Serbia Bosnia jika etnik itu tidak mundur dari dua gunung strategis, Igman dan Bjelasnica, Karadzic mengumumkan kesediaan penarikan pasukannya.

Pengumuman tersebut langsung mendapat perhatian dari ketua bersama pembicaraan perdamaian Jenewa, Lord Owen dan Thorvald Stoltenberg, yang segera menangguhkan pembicaraan sampai Senin guna menilai situasi.

Pasukan Serbia di Bosnia hari Jumat melaporkan penarikan diri sampai ke belakang garis yang disepakati dengan pasukan PBB di Gunung Igman.

Juru bicara delegasi Serbia ke pembicaraan Jenewa, menurut kantor berita Barat, menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang baru diterimanya dari sumber militer Serbia, Jenderal Vere Hayes dari Unprofor melaporkan pasukan Serbia telah mundur ke garis yang disepakati.

Amerika Serikat, yang telah beberapa kali berubah sikap dalam menghadapi krisis Balkan tersebut, segera bereaksi atas pernyataan Serbia Bosnia itu.

Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher dan rekannya dari Perancis, Alain Juppe, dalam pembicaraan telefon, menyatakan penarikan Serbia Bosnia mesti diselesaikan dan "konsekuensi yang akan dihadapi Serbia Bosnia belum sirna bila etnik tersebut tidak patuh."

Tetapi Christopher juga menyatakan pemerintah Presiden Bill Clinton akan puas atas penarikan pasukan Serbia Bosnia dari sebagian kedua gunung strategis tersebut.

Perubahan sikap ini, yang muncul dua hari setelah tuntutan Christopher bagi penarikan total pasukan Serbia Bosnia dari Gunung Igman dan Gunung Bjelasnica, diduga akan mencegah serangan udara NATO.

Sebelumnya, AS mengusulkan pencabutan embargo atas kaum muslim Bosnia, yang kalah dalam persenjataan melawan pasukan Serbia, tetapi belakangan menarik usul itu karena mendapat tantangan, terutama dari Eropa.

"Kemajuan"

"Kemajuan" yang dilakukan pasukan Serbia Bosnia dipandang oleh banyak kalangan dalam perundingan di Jenewa sebagai bukti nyata bahwa perundingan dapat segera dilanjutkan.

Sebelumnya, kehadiran pasukan Serbia Bosnia di kedua dataran tinggi itu telah menghambat perundingan bagi penyelesaian politik dalam konflik di republik bekas Yugoslavia tersebut.

Presiden Bosnia Alija Izetbegovic telah menolak berunding langsung dengan etnik Serbia serta Kroasia Bosnia mengenai bentuk tiga republik etnik sampai pasukan Serbia menyelesaikan penarikan dari kedua gunung yang dapat menjadi tempat pengawasan jalur baratdaya dari dan ke Sarajevo.

Daerah itu dilaporkan sebagai jalur penting pemasokan bagi pasukan muslim Bosnia.

Situasi yang pasti di lapangan mengenai penarikan pasukan Serbia tersebut belum jelas benar, dan, kalaupun benar, sungguh-sungguhkah tindakan etnik Serbia Bosnia, yang menentang pemisahan diri Bosnia dari Yugoslavia, itu ditujukan bagi terwujudnya perdamaian?

Tindakan "mengalah" etnik Serbia Bosnia ini bukan lah yang pertama kali. Beberapa waktu lalu, selama perundingan yang diprakarsai Owen dan bekas utusan PBB Cyrus Vance, etnik Serbia Bosnia pun pernah menyatakan puas dengan luas wilayah yang telah diperolehnya.

Tetapi, begitu ancaman mengendur, etnik tersebut, yang belum melepaskan keinginan untuk menyatukan wilayah Bosnia yang didudukinya dengan wilayah republik Kroasia, Krajina, yang juga diduduki etnik Serbia, kembali mengobarkan perang.

Selanjutnya, mereka ingin bergabung dengan republik Serbia guna membentuk Republik Serbia Raya.

Etnik ini juga pernah mengulur waktu penarikannya dengan alasan pasukan PBB belum siap mengambil alih wilayah yang akan ditinggalkan pasukannya, dan sekarang, pada saat ancaman NATO semakin keras, etnik Serbia Bosnia sekali lagi menunjukkan "sikap luwesnya". (14/08/93 13:23)

Tidak ada komentar: