Rabu, 30 April 2008

KEMANA DEWAN KEAMANAN SAAT ISRAEL GEMPUR LEBANON

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/7 (ANTARA) - Tak sampai 24 jam setelah serdadu Irak menyerbu Libanon tahun 1990, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi penarikan pasukan Baghdad, tapi empat hari setelah Israel menggempur Libanon, tak satu resolusi pun dikeluarkan badan dunia itu.

Penghujung tahun 1990, Irak dikutuk karena menduduki negara berdaulat, dan ketika Baghdad tak mau menarik pasukannya, gempuran pun dilancarkan. Hasilnya, sejak Perang Teluk awal tahun 1991, Irak sampai sekarang masih dikenakan embargo ekonomi dan "tak bisa berkutik" karena "ditodong" dengan resolusi gencatan senjata Perang Teluk.

Israel saat ini memang tidak menduduki Libanon, tapi apakah Libanon bukan negara berdaulat sehingga negara Yahudi itu bisa seenaknya melancarkan serangan udara, darat dan laut terhadap Libanon.

Israel berkilah serangan tersebut dilancarkan terhadap posisi pejuang Hizbullah dan Palestina, tapi hasilnya, tak kurang dari 350.000 rakyat Libanon harus mengungsi.

Pengungsian itu memang menjadi salah satu sasaran Israel guna memojokkan Beirut dan pendukungnya, Suriah, agar menekan pejuang Hizbullah dan Palestina untuk menghentikan serangan terhadap Israel Utara.

Hari Selasa, beberapa sumber keamanan Libanon, sebagaimana dikutip kantor-kantor berita Barat, mengatakan jumlah korban jiwa mencapai 63 orang, sebagian besar penduduk sipil, dan cedera 450 orang.

Sampai Rabu petang (28/7), Dewan Keamanan belum menyiarkan pernyataan resmi padahal Israel mulai melancarkan serangan terhadap Libanon hari Ahad (25/7).

Ketua Dewan Keamanan bulan Juli, Sir david Hannay -- dari Inggris -- hari Selasa dilaporkan mengatakan Dewan Keamanan hanya akan mengeluarkan deklarasi kepresidenan dan bukan resolusi.

Hannay juga menyatakan Dewan Keamanan mungkin akan memperpanjang mandat UNIFIL di Libanon selama enam bulan lagi, meskipun posisi UNIFIL di Libanon ikut terkena serangan Israel sehingga melukai tiga prajurit Nepal.

Pernyataan Hannay selanjutnya agak "membesarkan hati", karena Dewan Keamanan akan menyampaikan "keprihatinan mendalam sebab operasi perdamaian di Libanon menghadapi ancaman akibat kerusuhan di Libanon".

Mengancam proses perdamaian

Negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam hari Senin (26/7) mengutuk serangan tersebut dan anggota Masyarakat Eropa mendesak Israel agar menghentikan serangannya di Libanon.

Pada saat yang sama Liga Arab dilaporkan menyeru PBB agar segera campurtangan untuk membuat Israel menghentikan serangannya terhadap Libanon Selatan dan mematuhi Resolusi Nomor 425 Dewan Keamanan, yang menetapkan penarikan penuh Israel dari Libanon.

Liga 21 anggota itu juga menyatakan serangan Israel menghalangi proses perdamaian Timur Tengah. Israel sejak bulan Oktober 1991 terlibat pembicaraan perdamaian dengan Suriah, Jordania, Libanon dan Palestina tapi sampai babak kesepuluh pembicaraan tersebut belum membuahkan hasil nyata.

Jordania menyatakan bahwa tindakan Jerusalem tersebut berdampak negatif pada pembicaraan perdamaian.

Kementerian Luar Negeri Iran berpendapat Israel terus bersikap keras kepala, meskipun pihak Arab sudah memperlihatkan kesediaannya bagi mewujudkan perdamaian.

Harian Irak, Babel, mengutuk kebungkaman dunia atas serangan Israel tersebut dan mempertanyakan kemungkinan Dewan Keamanan akan bersidang bagi pengesahan resolusi terhadap Israel.

Al-Baath, harian Partai Baath yang berkuasa di Suriah, memberitakan proses perdamaian menghadapi cobaan berat akibat serangan itu. "Pihak manapun yang membahayakan proses tersebut, sebenarnya membahayakan stabilitas kedamaian dan keamanan di wilayah ini," kata Al-Baath.

Di Uni Emirat Arab, harian Al-Ittihad berkomentar serangan Israel terhadap Libanon bukan kejutan.

Israel, katanya, telah memperluas dimensi kebijakannya untuk menuntaskan masalah lama dan menutupi sisi lain kebijakannya yang ditujukan untuk menggagalkan proses perdamaian.

Akan tetapi Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher berpendapat lain. kemajuan dalam pembicaraan perdamaian Timur Tengah adalah satu-satunya penawar bagi kerusuhan tersebut.

Naikkan "pamor" Suriah

Meskipun Wakil Menteri Luar Negeri AS, Eduard Djerejian, menuduh Suriah, Iran dan Hizbullah sebagai penyebab serangan Israel itu, Suriah sendiri -- yang sampai hari Rabu (28/7) berhasil menahan diri -- mendapat pujian dari Presiden AS Bill Clinton.

Kendati demikian Damaskus berpendapat serangan Israel tersebut membuat Timur Tengah berada di ambang perang baru.

Clinton hari Selasa (27/7), sebagaimana dilaporkan, mengatakan Suriah telah memperlihatkan penahanan diri yang patut dipuji.

Namun, pujian Clinton tidak membuat Suriah dikeluarkan dari daftar negara pendukung terorisme.

Suriah, yang menuduh Israel menyerang posisi pasukannya guna menyeret Damaskus ke dalam perang baru, tetap berusaha menahan diri.

Suriah adalah pendukung utama pemerintah Libanon dan terikat persetujuan mengenai kerjasama ekonomi dan militer dengan pemerintah Beirut. Suriah, yang tiga prajuritnya tewas dalam serangan Israel, menempatkan sebanyak 35.000 prajurit di Libanon.

Bila pertempuran berkecamuk antara Suriah dan Israel, Timur Tengah bisa terseret ke dalam kekacauan baru.

Sejauh ini, serangan Israel telah menggetarkan dunia dan menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat internasional -- reaksi keras pun telah dilontarkan berbagai pihak -- tapi negara Yahudi itu tidak memperlihatkan tanda akan berhenti dari aksi kerasnya di Libanon.

Akankah Dewan Keamanan PBB -- yang kelihatan tak berdaya, meskipun Israel sudah berulangkali tidak mematuhi resolusinya -- mensahkan tindakan keras terhadap Israel seperti yang dipertanyakan harian Babel?. (28/07/93 20:44)

Tidak ada komentar: