Rabu, 30 April 2008

KONFLIK TETAP MEMBAYANGI NIGERIA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 18/11 (ANTARA) - Krisis politik dan sosial masih mencengkeram ketika Presiden sementara Nigeria Ernest Shonekan secara tak terduga meletakkan jabatan hari Rabu (17/11), dan mengantar militer kembali ke tampuk kekuasaan.

Shonekan menerima kekuasaan sementara dari pemimpin junta Jenderal Ibrahim Babangida bulan Agustus dalam upaya untuk mengalihkan kekuasaan militer kepada pemerintah sipil.

Sebelumnya, tanggal 12 Juni junta militer Nigeria membatalkan hasil pemilihan umum dan membuat negeri dengan sebanyak 88 juta penduduk tersebut terperangkap dalam krisis politik dan kerusuhan berdarah.

Pengusaha kenamaan negeri itu, Moshood Abiola -- menurut laporan kantor-kantor berita Barat -- dipastikan menang dalam pemilihan tersebut, yang menurut pengamat internasional berjalan jujur.

Abiola tidak tinggal diam, dan sejak itu berusaha memperoleh "kursi" yang mestinya sudah didudukinya. Tetapi Shonekan malah menjadwalkan pemilihan presiden baru tanggal 19 Februari tahun depan, sementara para aktivis pro-demokrasi dilaporkan menyerukan boikot terhadap pemilihan itu.

Pemerintah pimpinan Shonekan telah berusaha menggolkan pemilihan umum baru.

Pemerintah sementara menyiarkan persyaratan bagi orang yang ingin mencalonkan diri bagi pemilihan dewan lokal serta presiden baru yang rencananya diselenggarakan tanggal 19 Februari tahun depan.

Sementara itu, pemogokan melanda sejak hari Senin (15/11) dengan tutupnya bank dan toko di banyak wilayah Nigeria.

Kelompok Usaha Menuju Demokrasi (CD), grup yang terus menekan pemerintah Shonekan dan berikrar akan menjatuhkannya, juga menambah tekanan dengan rencana demonstrasi hari Kamis (19/11).

Upaya Abiola kelihatannya mendapat dukungan Pengadilan Tinggi di negeri tersebut, dengan keluarnya keputusan bahwa pemerintah pimpinan Shonekan tidak sah.

Masalah lain yang menghantam pemerintahan Shonekan ialah reaksi akibat pengumuman kenaikan harga bensin sebesar tujuh sampai sembilan kali lipat dari harga sekarang.

Keprihatinan

Dalam surat pengunduran dirinya, yang disampaikan kepada pemerintahnya dan dibacakan melalui televisi, Shonekan menyatakan keputusannya diambil setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan Sanni Abacha dan perwira senior lain angkatan bersenjata negeri itu.

"Mereka menyampaikan keprihatinan karena merosotnya stabilitas selama beberapa bulan belakangan ini," kata Shonekan sebagaimana dilaporkan kantor-kantor berita Barat.

Selain masalah stabilitas, tersiar juga laporan mengenai kegelisahan di kalangan angkatan darat.

Meskipun tak ada laporan mengenai protes di jalan setelah Shonekan mengundurkan diri, suasana di negeri tersebut diberitakan tegang karena adanya rencana protes hari Kamis.

Pemogokan itu diserukan oleh berbagai serikat buruh guna memprotes kenaikan harga bahan bakar, yang juga telah mencetuskan bentrokan antara polisi bersenjata dan demonstran hari Senin.

Shonekan, tanpa menyebutkan lebih lanjut sebab-sebab pengunduran dirinya, berharap pemerintah penggantinya akan "berani" melanjutkan upaya pembaharuan yang dirintis selama 82 hari kekuasaannya.

Menurut Shonekan, langkah pertama menuju kehidupan politik normal di Nigeria ialah dengan pembebasan semua aktivis hak asasi manusia dan diizinkan-pulangnya semua tokoh politik yang hidup di pengasingan serta pencabutan dekrit anti-media.

Kembalinya militer

Pengunduran diri Shonekan membuat militer kembali ke tampuk pimpinan negeri itu, yang sebenarnya ingin menuju pemerintah sipil, dengan naiknya Jenderal Abacha.

Abacha, satu-satunya militer dalam pemerintah sementara pimpinan Shonekan, adalah Kepala Staf Angkatan Bersenjata dalam pemerintah Babangida -- yang memerintah Nigeria selama delapan tahun.

Abacha mewarisi pergolakan mengenai kenaikan harga serta demonstrasi pro-demokrasi yang sebenarnya ditujukan untuk menggulingkan Shonekan dan mendudukkan Abiola.

Sementara itu, menurut laporan, banyak diplomat berpendapat terlalu dini untuk berspekulasi bagaimana bentuk program mendatang Abacha.

Meskipun demikian, yang jelas tugas Abacha saat ini ialah menyelesaikan krisis dan kebuntuan politik yang timbul akibat Babangida membatalkan pemilihan umum di negara yang memiliki tak kurang dari 250 etnik itu, selain tindakan untuk mendinginkan ambisi Abiola.

Nigeria, yang kaya akan minyak, telah dikuasai oleh militer selama 23 dari 33 tahun masa kemerdekaannya. Nigeria memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1960.

Banyak rakyat Nigeria memiliki perasaan campur-aduk antara senang dan benci terhadap militer, karena adanya pendapat bahwa ketegasan diperlukan untuk memerintah negeri itu, sementara tak tertutup keinginan bagi kehidupan demokrasi.

Penggulingan dan kudeta

Gelombang pergolakan melanda negeri tersebut dan militer bangkit antara tahun 1967-70, ketika suku Ibo di bagian tenggara Nigeria berusaha memisahkan diri dan ingin mendirikan negara sendiri.

Tak kurang dari satu juta orang dilaporkan tewas dalam konflik tersebut, yang menimbulkan kenangan pahit dan sampai kini masih membekas dalam ingatan rakyat negeri itu.

Pemerintah sipil pertama di negeri tersebut digulingkan bulan Januari 1966, setelah para perwira junior militer menewaskan Perdana Menteri Sir Abubakar Tafawa Balewa dan beberapa pejabat senior lain.

Jenderal Johnson Aguiyi-Ironsi, dari suku Ibo, menggantikan Balewa, dan tewas enam bulan kemudian dalam kudeta yang dilancarkan oleh Letnan Kolonel Yakubu Gowon. Gowon digulingkan oleh militer bulan Juli 1975, ketika ia meninggalkan negeri tersebut untuk menghadiri konferensi Organisasi Persatuan Afrika di Uganda.

Ia digantikan oleh Jenderal Murtala Mohammed, yang terbunuh bulan Februari 1976 oleh perwira militer lain yang tidak puas, Bukar Dimka. Dimka menghendaki Gowon kembali ke Nigeria.

Tetapi Mohammed digantikan oleh Jenderal Olusegun Obasanjo, yang kemudian mendirikan kembali pemerintah sipil bulan Oktober 1979 dengan Shehu Shagari sebagai presiden.

Shagari digulingkan oleh Jenderal Muhammadu Buhari, setelah pemerintah sipil negeri itu malah terjerumus ke dalam korupsi, pengelolaan secara buruk dan kecurangan dalam pemungutan suara.

Buhari didepak bulan Agustus 1985 dan digantikan oleh Jenderal Ibrahim Babangida. Babangida meletakkan jabatan bulan Agustus 1993, setelah memancing krisis baru dengan membatalkan hasil pemilihan umum.

Banyak pihak berpendapat pengusaha Moshood Abiola sebenarnya menang dalam pemungutan suara itu.

Babangida malah menyerahkan kekuasaan kepada Ernest Shonekan. (18/11/93 18:47)

Tidak ada komentar: