Rabu, 30 April 2008

PROSES PERDAMAIAN TIMTENG MASUKI BABAK BARU

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 12/9 (ANTARA) - Titik terang ke arah perdamaian Timur Tengah tampaknya mulai berpijar dengan ditandatanganinya persetujuan saling pengakuan antara dua musuh bebuyutan, PLO dan Israel, dan persetujuan mengenai otonomi terbatas direncanakan ditandatangani hari Senin di Amerika Serikat.

Berdasarkan persetujuan itu, Israel akan melakukan penarikan, pertama-tama, dari Jalur Gaza dan kota Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Setelah Israel mengakui PLO, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin berarti mulai membuka pintu bagi pertemuan dengan pemimpin organisasi yang telah bertahun-tahun dicap pemerintah Israel sebagai "gerombolan teroris" itu.

Akan tetapi, Rabin tetap pada pendirian mendasar pemerintah Yahudi, yaitu menampik gagasan bagi berdirinya sebuah negara Palestina di Tepi Barat.

Menurut Rabin, persetujuan otonomi terbatas takkan menciptakan sebuah negara Palestina di Tepi Barat, sementara tokoh-tokoh PLO berpendapat persetujuan itu akhirnya akan mewujudkan negara Palestina.

Ia dilaporkan mengatakan kepada televisi Israel bahwa persetujuan bagi otonomi terbatas Palestina di Jalur Gaza dan Jericho takkan mengarah pada berdirinya sebuah negara Palestina.

Namun ia juga tidak menutup kemungkinan mengenai pilihan lain asalkan rencana mengenai otonomi terbatas bisa berhasil dan bangsa Palestina serta Yahudi dapat hidup berdampingan.

Meskipun demikian Perdana Menteri Israel tersebut menyatakan persetujuan itu merupakan langkah awal menuju terwujudnya perdamaian menyeluruh di Timur Tengah.

Kemenangan PLO ?

Pemimpin PLO Yasser Arafat dan para pendukungnya berpendapat kepergian Arafat ke AS untuk menandatangani persetujuan otonomi terbatas dengan Israel merupakan kemenangan diplomatis.

Arafat terakhir kali berkunjung ke Amerika Serikat pada tahun 1974 guna berpidato pada Sidang Umum PBB. Ketika ia akan menghadiri pertemuan PBB lagi tahun 1988, pemerintah AS saat itu pimpinan Presiden Ronald Reagan tak bersedia memberinya visa karena PLO tak bersedia mencela serangan yang gagal terhadap Israel oleh suatu kelompok yang bernaung dalam PLO.

Tetapi angin perubahan telah berhembus dalam beberapa hari belakangan ini; Israel hari Jumat mengakui organisasi pimpinan Arafat sebagai "wakil rakyat Palestina", dan mencabut larangan yang telah lama berlaku di negara Yahudi, yaitu larangan berunding dengan PLO.

Setelah langkah Israel tersebut, Amerika Serikat mengumumkan akan melanjutkan kontak yang terputus selama kurang lebih tiga tahun dengan Organisasi Pembebasan Palestina.

PLO menyambut baik pengumuman AS itu dan menyebutnya memberi perubahan baru dalam proses perdamaian Timur Tengah.

Walaupun begitu, sebagai imbalan atas semua "kemurahan hati" tersebut, Arafat harus mencela perjuangan bersenjata melawan negara Yahudi dan berjanji untuk mengubah sebagian Piagam PLO yang menolak keberadaan negara Yahudi.

Piagam PLO, yang berisi 33 Bab, menuntut pembebasan total seluruh wilayah Plaestina yang tertera dalam mandat bekas koloni Inggris; sebagian wilayah itu dinyatakan sebagai bagian Negara Israel tahun 1948. Bagian lain diserobot penguasa Yahudi dalam Perang Timur Tengah tahun 1967.

Piagam tersebut disahkan bulan Juli tahun 1968 oleh Dewan Nasional Palestina, Parlemen di pengasingan yang menjadi badan pembuat keputusan tertinggi PLO, dan salah satu Bab-nya menetapkan perjuangan bersenjata sebagai satu-satunya cara untuk membebaskan Palestina.

Keuntungan buat Israel

Keuntungan yang tidak kecil juga membayangi negara Yahudi. Dengan menandatangani persetujuan dengan negara -negara Arab, Israel akan dapat menembus kepungan boikot tetangga-tetangga Arab-nya.

Bahkan tokoh gerakan Jihad Islam di Palestina, Fatehi Shukaki, dilaporkan mengatakan tindakan saling mengakui hanya akan menghasilkan dominasi Israel di seluruh wilayah Timur Tengah.

Pernyataannya itu didasarkan pada pendapat bahwa persetujuan perdamaian akan menempatkan bangsa Arab pada posisi ketergantungan ekonomi total pada Israel, sementara bangsa Palestina akan menjadi jembatan bagi Israel untuk menerobos dunia Arab.

Sementara itu Duta Besar Palestina di Jakarta, Ribhi Awad, berharap masyarakat internasional tidak tergesa-gesa untuk mengakui negara Israel karena masalah tersebut masih terlalu dini.

Belum waktunya bagi Israel, menurut utusan Palestina itu, untuk memperoleh pengakuan dari segala penjuru dunia. Ia juga berharap tekanan politik dan diplomatik akan dilanjutkan, bahkan kalau perlu ditingkatkan, sehingga negara Yahudi tersebut benar-benar mau memenuhi keinginan rakyat Palestina.

Pada saat yang sama sambutan baik telah berdatangan dari berbagai negara Arab dan Islam atas tercapainya persetujuan mengenai otonomi terbatas bangsa Palestina di Jalur Gaza dan Jericho, tapi belum ada pengakuan diberikan kepada negara Yahudi.

Meskipun persetujuan PLO-Israel hanya merupakan langkah awal dan tak lebih dari seberkas sinar dalam kegelapan kemelut di wilayah yang mudah bergolak, Timur Tengah, terobosan berani ini patut mendapat dukungan.

Tetapi demi terwujudnya perdamaian di seluruh kawasan Timur Tengah, Israel masih harus membuktikan itikadnya dengan menghentikan penindasan atas rakyat bangsa Arab di seluruh wilayah pendudukan.

Perjalanan menuju perdamaian Timur Tengah juga masih panjang, dan masalah-masalah lain seperti Libanon Selatan, Dataran Tinggi Golan dan terutama Jerusalem masih perlu penyelesaian. (12/09/93 20:38)

Tidak ada komentar: