Rabu, 30 April 2008

BEDA PENAFSIRAN BAYANGI BABAK-11 PERUNDINGAN TIMTENG

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 29/8 (ANTARA) - Harapan bagi tercapainya terobosan pada babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah masih diliputi perbedaan penafsiran mengenai rencana otonomi sementara di Jalur Gaza dan kota kecil Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Perundingan babak ke-11 itu direncanakan berlangsung Selasa (31/8), saat PLO menghadapi krisis kepemimpinan tatkala dua anggota Komite Eksekutifnya menyatakan pengunduran diri sementara satu lagi mengancam mundur dari komite tersebut sebelum pembicaraan perdamaian berlangsung.

Kemelut dalam tubuh komite tersebut muncul setelah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) itu menghadapi krisis keuangan di samping frustasi mengenai proses perdamaian Timur Tengah.

PLO menghadapi krisis keuangan setelah banyak negara Arab menghentikan bantuannya, sehubungan dengan dukungan PLO kepada Irak selama krisis Teluk, ditambah penutupan Israel bagi rakyat Palestina setelah orang Yahudi terbunuh di Israel.

Krisis dalam tubuh PLO tersebut dikhawatirkan akan mengganggu proses perdamaian Arab-Israel tersebut.

Akan tetapi beberapa hari sebelum perundingan dilanjutkan, pemimpin PLO Yasser Arafat tampaknya berhasil meredam suasana yang tak menguntungkan organisasinya.

Sebelum pertemuan Komite Eksekutif PLO, pemimpin garis keras pejuang Palestina, Taysir Khaled, dilaporkan menyerukan pengunduran diri pemimpin PLO tersebut, menyusul pengunduran diri dua anggota komite itu pekan sebelumnya. Komite Eksekutif PLO mengadakan sidang dua hari Jumat dan Sabtu (27 dan 28 Agustus).

Berbagai komentar bernada optimistis mengenai terobosan yang mungkin dicapai dalam babak ke-11 perundingan Arab-Israel juga telah dilontarkan sebelum timbulnya krisis di tubuh Dewan Komite PLO.

Baik pihak Palestina maupun Israel telah menyatakan bahwa terobosan akan dapat dicapai di Washington.

Persetujuan?

Bahkan dua hari sebelum pembicaraan dimulai, Israel dilaporkan telah mencapai persetujuan mengenai garis besar bagi otonomi terbatas Palestina yang direncakana dimulai di Jalur Gaza dan kota kecil Jericho di Tepi Barat Sungai Jordan.

Meskipun demikian persetujuan itu tak lebih dari masalah-masalah mendasar dan rinciannya masih disusun.

Kepala staf penerangan PLO, Yasser Abed-Rabbo berkomentar di Amman, terdapat kemungkinan bagi kemajuan dalam babak berikut perundingan Arab-Israel.

Babak-babak terdahulu perundingan yang telah berlangsung tak kurang dari 22 bulan tersebut hanya membuat frustrasi rakyat Palestina karena nyaris tak ada kemajuan yang dihasilkan.

Kekecewaan karena lambannya kemajuan dalam proses perdamaian itu juga menjadi salah satu krisis dalam tubuh PLO selain krisis keuangan.

Masih terpaut

Abed-Rabbo dan bahkan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres boleh saja menyampaikan komentar bernada optimistis mengenai terobosan dalam babak pembicaraan kali ini.

Arafat sendiri telah "berteriak-teriak" agar para pemimpin Israel mewujudkan "perdamaian yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang berani".

Arafat menganggap tindakan Israel belakangan ini untuk bersedia berunding dengan orang-orang yang ditunjuk PLO sebagai mencairnya keangkuhan Yahudi.

Akan tetapi pendirian resmi PLO dan Israel mengenai terobosan yang mungkin dicapai pada babak ke-11, persetujuan mengenai otonomi bangsa Palestina di Jalur Gaza dan Jericho, tampak masih terpaut cukup jauh.

Palestina menghendaki penarikan serdadu Israel dari Jalur Gaza dan kota kecil di Tepi Barat itu.

PLO juga berharap akan memegang kekuasaan penuh, termasuk kekuasaan atas semua perbatasan di Jalur Gaza dengan Mesir dan tempat penyeberangan dari Jericho ke Jordania.

Pemberian kekuasaan tersebut, menurut penasihat politik Arafat, Nabil Sahaath, akan menjadi langkah awal menuju sebuah negara Palestina merdeka.

Sementara itu pemerintah Israel di bawah pimpinan Perdana Menteri Yitzhak Rabin memiliki konsep bertolak-belakang dengan apa yang menjadi pandangan Palestina mengenai persetujuan "Jalur Gaza-Jericho".

Israel juga hanya bersedia memberikan otonomi terbatas bagi bangsa Palestina atas sebagian wilayah Tepi Barat.

Menurut Israel persetujuan mengenai prinsip-prinsip bagi otonomi terbatas bangsa Palestina harus ditandatangani dulu, bila mungkin pada babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah.

Setelah itu baru otonomi terbatas sebagaimana ditetapkan dalam persetujuan tersebut diterapkan di Jalur Gaza dan Jericho sebagai langkah awal.

Serdadu Israel, menurut penguasa Yahudi, bisa ditarik dari daerah- daerah konsentrasi Palestina seperti dalam ketentuan persetujuan Camp David 1978, yang menghasilkan persetujuan perdamaian antara Israel dan Mesir.

Bukan negara

Meskipun demikian, rakyat Palestina takkan diberi kekuasaan atas jembatan yang melintasi sungai Jordan dan juga tidak berkuasa di perbatasan dengan Mesir.

Serdadu Israel juga akan tetap memantau keadaan di permukiman Yahudi di kedua daerah tersebut.

"Kami sedang membicarakan pemerintahan sendiri, dan bukan proklamasi satu negara lagi," demikian pendapat yang dilontarkan Shimon Peres sekitar satu pekan sebelum perundingan Arab-Israel dilanjutkan.

Rabin, sebagai pemimpin tertinggi Israel, juga belum secara terbuka menyampaikan dukungannya mengenai masalah Jericho, tetapi dilaporkan menyokong masalah Jalur Gaza.

Sementara itu PLO juga menyatakan bahwa Israel menampik usul Palestina bagi penarikan semua pasukan Yahudi dari Jalur Gaza dan Jericho.

Bila Israel tidak mengubah pendirian ini, pihak Palestina dapat saja menarik diri dari babak ke-11 perundingan perdamaian Timur Tengah, kata beberapa pejabat PLO.

Menteri Luar Negeri Palestina, Farouk Kaddoumi, berkata: "Kami dengan sungguh-sungguh mengkaji pengunduran diri dari pembicaraan karena Israel tak bermaksud mundur sekalipun hanya satu inci dari wilayah pendudukan." (29/08/93 20:45)

Tidak ada komentar: