Sabtu, 14 Juni 2008

ARAB-ISRAEL TERLIBAT PERANG URAT SYARAF SOAL JERUSALEM

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 13/7 (ANTARA) - Para Menteri Luar Negeri Arab yang mengadakan pertemuan di ibukota Oman, Muskat hari Sabtu dilaporkan memperkeras sikap mereka dalam menanggapi pernyataan Benjamin Netanyahu di Washington bahwa "takkan pernah ada pembagian kembali" Jerusalem.

Perdana Menteri (PM) baru Israel itu mengulangi sikap kelompok fanatik Yahudi untuk tidak menyerahkan Jerusalem Timur, yang direbut Israel tahun 1967 dan kemudian dicaploknya, kepada Palestina.

Ketidakinginan untuk menyerahkan Jerusalem, yang diklaim sebagai ibukota utuh dan langgeng negara Israel, telah disampaikan Netanyahu dalam kampanye pemilihan umum sebelum ia mengalah arsitek perdamaian Shimon Peres dari Partai Buruh bulan lalu.

Guna menanggapi sikap tak kenal kompromi pemimpin Partai Likud tersebut, para menteri luar negeri keenam anggota Dewan Kerjasama Teluk dan Mesir serta Suriah dilaporkan AFP akan "menentukan sikap bersama terhadap kebijakan ekstremis" Netanyahu.

Sikap yang diambil kedelapan negara Arab itu disebut-sebut lebih keras dibandingkan yang dikeluarkan setelah konferensi tingkat tinggi pemimpin Arab tanggal 22-23 Juni di Kairo, kendati Menteri Luar Negeri Oman Yussuf ibn Alawi ibn Abdallah menyatakan reaksi mereka sejalan dengan deklarasi politik konferensi Kairo.

Para menteri luar negeri Oman, Qatar, Kuwait, Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Suriah bertemu di Muskat guna membahas perkembangan paling akhir di wilayah yang mudah bergolak tersebut, terutama setelah pernyataan Netanyahu di Washington bulan Juli ini membuat geram para pemimpin Arab.

Hal itu adalah pertemuan pertama kedelapan penandatangan Deklarasi Damaskus, yang dirancang untuk meningkatkan persatuan Arab, sejak bulan Desember tahun lalu, dan proses perdamaian, selain masalah terorisme, dilaporkan AFP menempati urutan tertinggi pertemuan tersebut.

Deklarasi Damaskus dicapai setelah Perang Teluk tahun 1991 untuk memberi imbalan kepada Mesir dan Suriah karena ikut dalam operasi multinasional yang mengusir pasukan Irak dari Kuwait.

Sebelumnya, pejabat senior PLO di Jerusalem, Faisal Al-Husseini, menuduh Netanyahu dengan sengaja memicu bentrokan dengan Palestina.

Sementara itu, Presiden Palestina Yasser Arafat menyatakan bahwa "Al-Quds Asy-Syarif (Jerusalem) adalah ibukota abadi Palestina".

Berdasarkan persetujuan otonomi yang ditandatangani PLO dan pemerintah Israel di bawah pimpinan bekas Perdana Menteri Yitzhak Rabin, yang tewas ditembak ekstrimis Yahudi tahun lalu, perundingan mengenai masa depan Jerusalem mestinya dibahas dalam perundingan status akhir awal bulan Mei 1996.

Namun, Netanyahu --yang mendirikan pemerintah paling sayap kanan di Israel setelah kemenangannya dalam pemilihan tanggal 29 Mei-- tak bersedia membahas masa depan kota suci tiga agama langit, Yahudi, Nasrani dan Islam itu

Netanyahu dilaporkan juga mengatakan bahwa ia tidak menemukan "satu dokumen pun yang ditandatangani oleh para pemimpin Partai Buruh yang mengikat Israel dengan satu atau lebih komitmen dengan Palestina atau Suriah".

Kendati demikian, ia juga berusaha menenangkan perasaan negara-negara Arab dan menyatakan pemerintahnya "ingin melanjutkan proses perdamaian dengan Palestina, Suriah, Libanon dan negara-negara Arab lain".

"Tak perlu takut pada Israel," katanya sebagaimana dikutip AFP.

Pengulangan cerita

Jerusalem memang sudah menjadi masalah sejak puluhan tahun lalu. Banyak orang berpendapat masalah Jerusalem sudah muncul sejak Perang Dunia I, dan bahkan ada yang berpendapat masalah tersebut sudah ada pada masa Perang Krimea.

Pada jamannya, Liga Bangsa-Bangsa terlibat perselisihan ketika memasukkan Jerusalem ke dalam mandat Inggris, tapi Inggris sendiri dan PBB sejak berdiri tahun 1945 menekankan perlunya memberi status khusus bagi Jerusalem.

Ketika mendengar proklamasi kemerdekaan Israel tahun 1948, Komite Politik PBB berusaha menghimpun suara mayoritas di Majelis Umum bagi penempatan rejim internasional di kota suci tersebut --tindakan yang selalu ditentang Israel.

Sejak dulu Israel selalu menyatakan penerimaan kehadiran komisi internasional di Jerusalem adalah pengkhianatan terhadap Zionisme.

Karena masa depan Jerusalem memiliki kepentingan ideologi dan moral yang sangat besar, maka bangsa Yahudi, menurut Ilan Pappe dalam bukunya "The Making of the Arab-Israeli Conflict", sejak dulu rela menerima pengutukan internasional asalkan dapat mempertahankannya.

Israel juga telah berulangkali menentang dan menantang pendapat masyarakat internasional baik melalui ucapan ataupun perkataan dalam upayanya mempertahankan keutuhan Jerusalem.

Sekarang sikap fanatik Yahudi yang berulangkali disampaikan Netanyahu mengundang reaksi keras pula dari salah satu kelompok penentang persetujuan otonomi PLO-Israel, Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS).

Dalam suatu pernyataan yang disiarkan awal Juli, kelompok garis keras Palestina itu --yang anggotanya telah sering melancarkan pemboman bunuh diri di Israel-- "mengulurkan tangan kepada saudara-saudaranya organisasi pemuda Fatah dan menyeru mereka mengokohkan barisan".

Sikap keras Netanyahu mulai mencuatkan kembali seruan bagi dihidupkannya kembali intifada melawan Israel --yang telah mengguncang wilayah-wilayah pendudukan dari tahun 1987 sampai 1993. (13/7/96 17:49)

Tidak ada komentar: