Sabtu, 14 Juni 2008

SETAHUN PEMBANTAIAN SREBRENICA, PARA PELAKU TETAP BEBAS

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 12/7/96 (ANTARA) - Tanggal 11 Juli 1996, ribuan wanita yang selamat dari pembantaian penduduk Muslim oleh Serbia Bosnia satu tahun sebelumnya menuntut ganjaran bagi para pelaku pembantaian yang masih bebas berkeliaran sementara masyarakat internasional tak mampu berbuat apa-apa.

Meskipun keadaan di kota bagian timur Bosnia -Herzegovina tersebut dilaporkan AFP sudah tenang, kenangan pahit atas pembunuhan ribuan orang Muslim tak dapat dilupakan oleh sanak-keluarga mereka.

Di kota kecil tersebut, setahun lalu tak kurang dari 40.000 orang Muslim diusir dan tak kurang dari 8.000 orang diperkirakan telah dibunuh. Kini sebanyak 18.000 orang Serbia menetap di rumah-rumah yang ditinggalkan pemilik sebelumnya.

Penduduk baru Srebrenica, yang kebanyakan adalah pengungsi dari Sarajevo, dilaporkan tidak terpengaruh dengan kejadian bulan Juli tahun lalu tapi sibuk mencari nafkah di kota kecil yang sampai sekarang masih kekurangan listrik dan air itu.

Pada saat yang sama satu tim ahli PBB diberitakan sibuk menggali apa yang mereka percaya menjadi kuburan massal tempat mayat-mayat dikuburkan.

Banyak korban aksi brutal Serbia Bosnia dilaporkan bahkan dikubut hidup-hidup.

Sedikitnya 40 mayat sudah ditemukan dan masih banyak mayat lagi diduga masih terkubur di berbagai tempat di bekas daerah kantung Muslim tersebut.

Kebrutalan yang dilakukan orang Serbia Bosnia di sekitar Srebrenica biasanya digambarkan oleh masyarakat internasional sebagai yang paling kejam di Eropa sejak Perang Dunia II.

Serbia Bosnia melakukan pembantaian itu setelah menguasai daerah kantung Muslim tersebut sementara pasukan pemelihara perdamaian PBB saat itu "tak mampu berbuat apa- apa untuk menghentikan kekejaman tersebut".

Sebelum jatuh ke dalam kekuasaan Serbia Bosnia, kota kecil itu diberitakan menjadi daerah kantung yang dilanda kesengsaraan dan dikepung oleh etnik pembangkang selama perang Bosnia --yang saat itu sedang memperluas perolehan wilayah ke bagian timur bekas republik Yugoslavia tersebut.

Saat ini satu-satunya bukti bahwa pertempuran pernah terjadi dilaporkan hanya berupa tembok-tembok yang berlubang diterjang peluru dan pecahan bom sementara desa- desa di sekitarnya hancur lebur.

Ketika memperingati pembantaian itu, Wakil Presiden Federasi Muslim-Kroasia, menurut laporan, mengatakan pada pertemuan di Tuzla bahwa Pemerintah Bosnia "takkan pernah mencari orang-orang yang hilang".

Seruan internasional

Sementara itu, Mahkamah Internasional PBB di Den Haag mengeluarkan perintah penangkapan para pemimpin Serbia Bosnia Radovan Karadzic dan Ratko Maldic dengan tuduhan melakukan kejahatan perang.

Sebelumnya, Mahkamah Internasional telah mendesak Serbia Bosnia agar menyerahkan kedua orang itu, terutama Karadzic, tapi tidak berhasil menyeretnya ke pengadilan. Mahkamah internasional pertama kali mendakwa mereka bulan Juli 1995 dan kemudian mengajukan dakwaan lagi bulan November lalu.

Hari Kamis (11/7), Claude Jorda selaku Hakim Mahkamah Internasional dilaporkan Reuter mengakhiri pemeriksaan terbuka selama dua pekan dan mensahkan dua dakwaan terhadap masing-masing pemimpin Serbia Bosnia tersebut, dan mengeluarkan perintah penangkapan, yang berarti Karadzic dan Mladic dapat ditangkap di manapun ia berada.

Di Bosnia, Pasukan Penerapan (IFOR) --yang menerapkan persetujuan perdamaian Dayton-- diberitakan sudah memperoleh mandat untuk menangkap Karadzic dan Mladic jika prajurit pasukan itu bertemu dengan mereka selama bertugas. Namun, para Komandan IFOR di lapangan telah menghindari tindakan untuk secara langsung memburu kedua orang tersebut.

Surat perintah penangkapan itu mulanya dikeluarkan di Bosnia, Republik Serbia Bosnia dan sisa Yugoslavia --Serbia dan Montenegro. Tetapi, Inggris, Amerika Serikat, Perancis dan Swiss beberapa waktu belakangan ini dilaporkan meminta agar surat perintah tersebut dikirim kepada mereka juga.

Para jaksa di mahkamah Den Haag mendakwa Karadzic, Pemimpin Politik Serbia Bosnia, dan Mladic, komandan militernya, bertanggung jawab atas pembantaian suku bangsa dan kejahatan perang lain selama 43 bulan perang Bosnia.

Tergantung politik

Akan tetapi, dikeluarkannya surat perintah penangkapan terhadap para tersangka penjahat perang itu diperkirakan takkan menyeret mereka ke pengadilan di Den Haag, tapi akan menambah tekanan atas semua pihak di bekas Yugoslavia untuk menyerahkan mereka.

Karena tidak mempunyai polisi sendiri, pengadilan di Den Haag dilaporkan harus bergantung pada republik -republik bekas Yugoslavia atau IFOR yang tampaknya enggan untuk menangkap para tersangka itu.

Mahkamah Internasional belum lama ini telah mempertajam kecamanannya terhadap IFOR, yang --walaupun mendapat mandat untuk menangkap para tersangka jika prajuritnya bertemu saat bertugas-- tak mau secara aktif memburu para penjahat perang itu.

Terlepas dari keengganan IFOR untuk melibatkan diri memburu kedua orang yang dinyatakan sebagai penjahat perang di bekas Yugoslavia tersebut, dalam satu tahun terakhir ini dunia Barat telah menghadapi paling tidak dua pukulan berat.

Pertama adalah ketidakmampuan pasukan internasional mencegah jatuhnya Srebrenica setahun lalu dan pengusiran, serta pembantaian ribuan penduduk Muslim oleh Serbia Bosnia di daerah kantung itu.

Kedua adalah Serbia Bosnia telah menolak untuk menyerahkan kedua pemimpin mereka. Etnik pembangkang di Bosnia tersebut sebelumnya telah menghadapi ancaman sanksi internasional jika Karadzic tetap menjadi presiden di republik Serbia Bosnia.

Kini Barat menghadapi ujian lagi untuk membuktikan apakah pihaknya akan mampu menyeret kedua pencoreng noda merah dalam sejarah Bosnia itu ke pengadilan internasional. (12/7/96 23:20)

Tidak ada komentar: