Minggu, 15 Juni 2008

BAGAIMANA NASIB PROSES PERDAMAIAN PASCA-PEMILU ISRAEL?

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 28/5/96 (ANTARA) - Dengan semakin dekatnya pemilihan umum di Israel, berbagai pandangan bernada harapan dan was-was dilontarkan mengenai nasib perundingan perdamaian PLO-Israel pasca pemilihan umum terutama jika kelompok garis keras sayap kanan Partai Likud unggul dari Partai Buruh.

Dalam perdebatan menjelang pemungutan suara hari Rabu (29/5) dengan pemimpin Likud, Benjamin Netanyahu, pemimpin Partai Buruh Shimon Peres mengimbau para pendukungnya agar tidak menyebabkan terhentinya proses yang dirintis pendahulunya yang dibunuh tanggal 4 November, Yitzhak Rabin.

Keamanan sejak lama telah menjadi pusat perdebatan antara Partai Buruh dan Likud, yang menjadikannya sebagai alasan utama untuk mempertahankan pendudukan Israel atas seluruh wilayah Arab yang direbutnya dalam perang tahun 1967.

Peres mengakui bahwa sang pembawa pesan (Rabin) telah tewas tapi pesan yang dibawanya masih hidup.

Akan tetapi Netanyahu, menurut laporan kantor-kantor berita transnasional, menyatakan Peres dan pemerintahnya -- yang berminat pada perdamaian -- telah "membahayakan keamanan Israel".

Ia menuduh Peres telah mengakibatkan keamanan negara Yahudi berada pada titik rendah.

Namun Peres menangkis tudingan Netanyahu dengan menyatakan bahwa pemimpin aliran keras itu berusaha menyebarkan rasa takut.

Peres (72) telah lama menjadi penggerak di balik persetujuan tanah bagi perdamaian yang menghasilkan kekuasaan otonomi terbatas Palestina di Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza yang dipimpin oleh Ketua PLO, Yasser Arafat.

Jika menang dalam pemilihan umum saat ini, Peres disebut-sebut telah merencanakan untuk bertindak lebih jauh.

Ia diduga akan merundingkan pembentukan negara Palestina sebagai inti penyelesaian perdamaian langgeng yang dijadwalkan dicapai bulan Mei 1999.

Peres juga telah menjelaskan keinginannya untuk mengembalikan sebagian besar Dataran Tinggi Golan kepada Suriah sebagai bagian dari persetujuan perdamaian yang diperkirakan akan menghasilkan normalisasi hubungan dengan belahan lain dunia Arab.

Pembicaraan terancam?

Sebaliknya, gagasan yang disampaikan Netanyahu (47) mengesampingkan pembentukan negara Palestina -- meskipun ia tidak mengesampingkan dilanjutkannya perundingan dengan PLO -- dan pengembalian Dataran Tinggi Golan.

Ia bahkan telah berjanji akan memukimkan lagi orang Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan dan berkeras mempertahankan hak operasi militer di daerah-daerah otonomi Palestina.

Sikap seperti itu dilaporkan telah membuat banyak orang Yahudi, termasuk dari kalangan pengusaha, berkesimpulan bahwa kemenangan Likud akan membuat macet perundingan perdamaian dan mengembalikan negara Yahudi ke era ketegangan dan kerusuhan.

Sikap anti-damai Netanyahu tersebut membuat Peres unggul dalam angket sebelum pemungutan suara, meskipun hanya dengan suara tipis antara empat dan enam angka.

Meskipun demikian, kekhawatiran masih merebak bahwa Netanyahu bisa meraih kemenangan jika terjadi serangan terhadap warga Yahudi sebelum waktu pemungutan suara.

Kalau itu sampai terjadi, banyak kalangan khawatir perundingan guna mewujudkan perdamaian langgeng dengan Palestina akan menghadapi masalah apalagi perundingan dengan negara-negara Arab lain.

Tetapi ada juga pihak yang berpendapat bahwa suasana di Israel telah berubah dalam beberapa tahun terakhir ini dan pemerintah Israel di bawah partai apapun akan berfikir dua kali untuk menghentikan proses perdamaian.

Peluang sama

Terlepas dari macet-tidaknya proses perdamaian Arab- Israel, baik Peres maupun Netanyahu diberitakan memiliki peluang yang sama dalam pemilihan umum yang dimulai tanggal 29 Mei, kendati angket pendapat umum memperlihatkan Peres unggul sekitar empat angka dari Netanyahu.

Kenyataan tersebut, menurut Hanoc Smith -- yang telah mensurvei pendapat umum selama 20 tahun terakhir ini di Israel -- menjadi sesuatu yang sangat penting.

Dengan keunggulan hanya empat persen dan margin kesalahan juga empat persen, terlalu sulit untuk memastikan bahwa Peres, yang mendapat dukungan banyak pemimpin negara Arab, akan dapat mengungungguli Netanyahu.

Partai Buruh juga diperkirakan akan sulit mempertahankan koalisinya dengan partai sayap kiri Meretz dan partai-partai Arab guna mengulang suksesnya mempertahankan mayoritas tipis 61 kursi di Knesset (parlemen), yang terdiri atas 120 kursi.

Sepanjang sejarah Israel, tak pernah ada partai yang muncul sebagai pemenang dengan mayoritas mutlak dan dipaksa untuk berkoalisi dengan partai-partai yang lebih kecil guna membentuk pemerintahan.

Pemilihan umum saat ini di Israel juga untuk pertama kali membuat para pemilih memberi suara buat partai guna memimpin Knesset, dan untuk memilih perdana menteri yang akan bertugas membentuk pemerintahan.

Meskipun hanya unggul tipis dalam angket terakhir sebelum pemungutan suara, Peres tampaknya masih memiliki peluang untuk menang dalam pemilihan umum, karena kendati Israel beberapa kali diguncang serangan bunuh diri, masih banyak rakyat Israel tetap menyokong proses perdamaian yang dilancarkan oleh Partai Buruh. (29/05/96 11:50)

Tidak ada komentar: