Jumat, 06 Juni 2008

PERTEMPURAN DI GROZNY, TAMPARAN BAGI MOSKOW

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 12/8/96 (ANTARA) - Pertempuran yang tidak memperlihatkan tanda akan segera berakhir selama enam hari berturut-turut sampai hari Ahad di ibukota Chechnya, Grozny, menjadi tamparan bagi Rusia, sementara para pejabat Moskow dilaporkan membahas cara mengakhiri penghinaan paling berat terhadap militer Rusia itu.

Serangan paling akhir gerilyawan separatis Chechnya tersebut membuat Presiden Rusia Boris Yeltsin mengirim pemimpin baru dinas rahasianya, Alexander Lebed, guna berunding pada saat Moskow mengisyaratkan akan menggunakan sikap keras guna mengakhiri pertempuran di republik separatis tersebut.

Sampai hari keenam pertempuran, kantor-kantor berita transnasional melaporkan, tak terlihat tanda pihak mana yang akan unggul kendati militer Rusia menyatakan pihaknya telah mendesak para petempur Chechnya dari pusat kota Chechnya.

Serangan pasukan separatis Chechnya, yang berhasil mendesak militer Moskow keluar dari Grozny, dilaporkan mencetuskan perdebatan mengenai kemampuan Kremlin dalam memadam perang 20 bulan di republik Kaukasus itu.

Hanya dalam waktu beberapa jam, 2.000 gerilyawan diberitakan berhasil merebut kota yang dijaga oleh dua brigade yang didukung tank dan pesawat.

"Ini adalah Tsushima lain," kata seorang pengulas dari televisi NTV yang dikutip Reuter. Ia merujuk kepada armada Rusia yang ditenggelamkan pasukan Jepang dalam perang tahun 1904-1905, bencana yang pernah mempermalukan Rusia.

Di Moskow, Perdana Menteri Rusia Viktor Chernomyrdin menyatakan setelah pertemuan 2,5 jam dengan Presiden Boris Yeltsin bahwa rakyat Rusia menghendaki lebih dari sekedar penjelasan mengenai apa yang terjadi di Chechnya.

Sejak Yeltsin bulan Desember 1994 mengerahkan pasukan ke Chechnya guna memadamkan lebih dari tiga tahun upaya separatis yang dipimpin Dzhokhar Dudayev, presiden Rusia tersebut telah sering menghadapi penentangan rakyatnya mengenai tindakannya itu.

Guna menyelesaikan kemelut di Chechnya, menurut Chernomyrdin, Rusia harus melakukan tindakan radikal dengan diperkuatnya pasukan Moskow di Chechnya.

Kalau perlu, keadaan darurat dapat diberlakukan, katanya.

Namun, Yeltsin telah mengabaikan tuntutan banyak anggota parlemen agar memberlakukan keadaan darurat guna mengabsahkan operasi militernya di Chechnya.

Selain secara resmi mengizinkan penggunaan kekuatan militer, keadaan darurat tersebut juga akan memperkenankan Moskow mengekang hak pemerintah lokal, memberlakukan sensor pers, dan pembatasan, seperti kebebasan bergerak.

Akan tetapi, mereka menerapkan kebijakan yang tidak jelas perubahan apa yang akan terjadi jika keadaan darurat diberlakukan di Chechnya, tempat pertempuran telah menewaskan lebih dari 30.000 orang.

Akibat serangan gencar petempur Cehcnya, Moskow pada Ahad petang mengirim Lebed ke Chechnya guna berusaha mengakhiri pertempuran, tapi pada saat yang sama Rusia ingin memperkuat kehadiran militernya lebih dulu.

Lebed, yang diangkat akhir pekan lalu dan sebelumnya sering menjadi penentang keras aksi militer 20 bulan Rusia di Chechnya, pernah bertemu dengan pejuang separatis Chechnya.

Sentak Rusia

Meskipun bagi Moskow mereka dianggap tak lebih dari "gerombolan teroris", pejuang separatis Chechnya kembali membuat militer Rusia tersentak dan membuktikan bahwa mereka tetap harus diperhitungkan.

Setelah ditempa 20 bulan pertempuran, kelompok separatis yang pemimpinnya, Dudayev, dilaporkan tewas dalam serangan roket Rusia membuat malu pasukan Rusia --yang memiliki pelatihan dan senjata lebih baik.

Strategi tempur mereka bahkan dipuji oleh harian Komsomolskaya Pravda, sebagaimana dilaporkan Reuter, karena memiliki "persiapan yang lebih baik dari tindakan para jenderal".

Tentara Rusia, meskipun dengan berat hati, dilatih untuk "menghomati" musuh mereka dalam perang yang membuat Pavel Grachev tergeser dari jabatan selaku menteri pertahanan.

Perang yang diramalkan Grachev akan berlangsung "selama beberapa jam" itu malah membuat pasukan Rusia bagaikan didikte.

Pejuang Chechnya dilaporkan "memegang kendali" dalam pertempuran tersebut dan dapat memutuskan kapan akan menyerang dan kapan akan menghilang; perang gerilya yang memang dikhawatirkan akan terjadi.

Banyak rakyat Rusia, yang menyaksikan betapa "Tentara Merah" harus menelan pil pahit di Afghanistan, sejak awal khawatir kedatangan pasukan Rusia akan mengubah Chechnya jadi ajang perang gerilya yang berlarut dan menelan banyak biaya.

Banyaknya helikopter dan kendaraan lapis baja Rusia, termasuk pesawat jet, yang hancur, menurut banyak pengulas, menjadi bukti bahwa pejuang Chechnya juga memiliki senjata berat.

Moskow tentu saja menuduh negara-negara Islam membantu gerilyawan Chechnya, tapi tumpukan senjata pejuang Chechnya dilaporkan adalah buatan Rusia dan dirampas dari prajurit-prajurit Moskow.

Gerilyawan Chechnya diberitakan telah merebut senjata anti-pesawat Zenit, serta kendaraan-kendaraan lapis baja Rusia, dan serangan terhadap Grozny kelihatannya juga membuat pejuang Chechnya mendapat tambahan senjata.

Para pemimpin separatis mengakui mereka mendapat tekanan hebat, tapi mereka yakin akan dapat bertahan dan melancarkan perang gerilya selama mungkin.

Sejak Dudayev dilaporkan tewas bulan April, penggantinya Zelimkhan Yandarbiyev dan kepala staf militer Aslan Maskhadov tetap memelihara disiplin pasukan mereka walaupun Moskow memperkirakan kekuatan gerilyawan telah pecah menjadi kelompok-kelompok.

Lemahnya dinas intelijen Rusia dan tak-adanya koordinasi di kalangan pasukan keamanan Moskow diduga menambah besar peluang pejuang separatis Chechnya untuk meraih keberhasilan.

Meskipun Rusia mengerahkan 30.000 prajurit pertahanan dan kementerian dalam negeri ke wilayah Kaukasus tersebut, gerilyawan separatis masih mampu memperlihatkan kemampuan mereka, dan pertempuran paling akhir di republik itu disebut-sebut sebagai buktinya. (12/08/96 23:24)

Tidak ada komentar: