Jumat, 06 Juni 2008

IRAK DILANDA KEMELUT ENAM TAHUN SETELAH SERBUAN KE KUWAIT

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 1/8/96 (ANTARA) - Beberapa hari sebelum peringatan enam tahun serbuan tentaranya ke Kuwait, Irak dilanda kemelut lagi dan Presiden Saddam Hussein dilaporkan lolos dari serangan bom.

Bom tersebut yang ditempatkan di luar salah satu kediamannya di ibukota negeri itu, Baghdad, meledak sekitar lima menit setelah Saddam pergi.

Serangan tersebut adalah yang paling serius terhadap Saddam sejak serbuan tentara Irak ke Kuwait pada Agustus 1990 dan Perang Teluk 1991.

Sebanyak 300 orang dilaporkan ditangkap setelah serangan bom itu, kebanyakan dari angkatan darat.

Upaya pembunuhan terhadap Saddam juga pernah terjadi pada penghujung Juni.

Dua puluh lima perwira angkatan darat, kebanyakan anggota pengawal presiden, yang terlibat dalam komplotan tersebut dilaporkan kantor berita Kuwait (KUNA) ditangkap.

Beberapa ancaman terhadap Saddam beberapa kali terjadi dan tampaknya muncul dari lingkungan aparat keamanannya sendiri.

Pada 1995 Saddam juga dilaporkan lolos dari bahaya ketika sekelompok perwira angkatan udaranya melancarkan kudeta dan bahkan melepaskan tembakan ke istananya.

Pada 15 Januari 1995, 14 perwira angkatan udara, termasuk pemimpinnya Jenderal Mohammad Mazloum Ad-Dalmiyi, dilaporkan IRNA dihukum mati oleh presiden Irak tersebut.

Dua tahun sebelumnya presdien Irak itu lolos dari serangan bom, yang menurut The Times berlangsung bulan September.

Selain dari dalam negeri, Saddam juga menghadapi ancaman maut dari luar negeri, AS dilaporkan telah mengembangkan rencana rahasia untuk membunuh Saddam, sebelum pasukan multinasional -- yang dipimpin Washington -- mengusir serdadu Irak dari Kuwait.

Ketika menanggapi kejadian paling akhir di Irak, Menteri Penerangan Jordania Marwan Muasher, menurut UPI, menyatakan bahwa kerusuhan itu adalah urusan intern Irak dan tak ada sangkut-pautnya dengan Amman.

Muasher menanggapi laporan pers di Timur Tengah yang mewartakan bahwa Jordania dan AS berkomplot dengan kelompok-kelompok di dalam Irak untuk menggulingkan pemerintah Saddam.

Muasher menyatakan kebijakan kerajaan kecil tetangga Irak tersebut tetap menghindari campur tangan dalam urusan intern Irak atau negara apa pun.

Sejak Perang Teluk pada 1991, hubungan Irak-Jordania seringkali dilaporkan kantor-kantor trans-nasional, mengalami pasang surut.

Tahun lalu, setelah pembelotan keponakan dan menantu Saddam, Letnan Jenderal Hussein Kamel Hassan dan saudaranya, hubungan Irak-Jordania dilaporkan tegang.

Raja Jordania Hussein bahkan disebut-sebut menjauhkan diri dari pemimpin negara yang sejak Perang Teluk mensuplai Amman tak kurang dari 70.000 barel minyak per hari, pengecualian dalam sanksi dagang dan ekonomi PBB atas Irak.

PBB menjatuhkan sanksi atas Irak setelah serdadunya menyerbu Kuwait pada 2 Agustus 1990.

Lumpuhkan ekonomi

Enam tahun embargo PBB tersebut benar-benar telah melumpuhkan ekonomi Irak sehingga membuat rakyat "negara Abu Nawas" itu menderita kekurangan gizi dan Irak terkucil meskipun Saddam masih tetap berkuasa.

Sebelum 1990, Irak mengandalkan lebih dari 90 persen penghasilannya dari minyak tapi ekonomi negeri tersebut setahap demi setahap merosot sejak PBB menjatuhkan sanksi.

Sebelum Perang Teluk, satu dinar Irak dilaporkan bernilai tiga dolar AS, tapi pada 1995 satu dolar AS bernilai 600 dinar Irak di bank resmi dan mencapai 2.500 dinar di pasar gelap.

Nilai dinar Irak sempat mencapai 1.000 per dolar AS tapi naik lagi menjadi 1.027 dinar akibat keterlambatan penerapan persetujuan penjualan minyak buat pangan antara Irak dan PBB.

Kedua pihak itu mencapai persetujuan pada 20 Mei untuk mengizinkan pemerintah Baghdad menjual minyak seharga dua miliar dolar AS untuk membeli makanan dan obat bagi rakyatnya serta memberi ganti rugi kepada Kuwait dan mendanai semua misi PBB di Irak.

PBB mengirim misi ulang-alik ke Irak dalam penerapan persetujuan penghancuran senjata perusak massal Irak, persyaratan bagi persetujuan gencatan senjata Perang Teluk di 1991.

Akibat embargo PBB, rakyat Irak, terutama anak-anak dan manusia lanjut usia, menjadi korban utama meskipun pemerintah Saddam telah berusaha sedapat mungkin untuk mendorong pertanian.

Namun semua upaya Irak tersebut hanya dapat memenuhi 30 persen keperluannya akan makanan.

Pembagian makanan oleh pemerintah Baghdad hanya berisi 1.200 kalori per hari, yang berarti "hanya cukup untuk mencegah orang mati kelaparan", demikian menurut Subash Dasgupta, pejabat program Dana Anak PBB (UNICEF) di Baghdad sebagaimana dikutip AFP.

Harapan bagi berkurangnya penderitaan rakyat Baghdad, setelah persetujuan Irak-PBB bulan Mei, mulai membersit.

Tetapi sampai saat ini, harapan itu tidak berubah menjadi kenyataan, terutama setelah Amerika Serikat hari Rabu (31/7) menyatakan belum siap untuk mensahkan prosedur bagi pembelian minyak mentah Irak.

Sebelum dapat membeli pangan dan obat yang sangat diperlukan rakyatnya, Irak terlebih dulu harus mengajukan rencana penjualan minyaknya dan pembelian barang-barang yang diperlukannya.

Akibat tertundanya penjualan minyak tersebut tertunda pula lah harapan rakyat Irak untuk menikmati kelonggaran penderitaan yang telah enam tahun melilit mereka. (1/08/96 10:27)

Tidak ada komentar: