Jumat, 06 Juni 2008

POLITIK BANGLADESH MELETUP LAGI

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 6/8/96 (ANTARA) - Baru dua bulan setelah pemilihan umum yang diharapkan banyak orang akan menghasilkan stabilitas dan kerjasama, para pemimpin pemerintah dan oposisi di parlemen Bangladesh pekan ini mulai berselisih lagi.

Hari Senin (5/8) para pemimpin kedua kelompok tersebut dilaporkan bertengkar mengenai banyak masalah mulai dari pendapat masing-masing mengenai hasil pemilihan umum sampai pemilihan presiden negeri itu.

Sejak menang dalam pemilihan umum tanggal 12 Juni, Sheikh Hasina Wajed selaku Pemimpin Liga Awami, berusaha merangkul kelompok oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) yang dipimpin bekas Perdana Menteri Begum Khaleda Zia.

Namun, Khaleda tak bersedia bergabung dalam kabinet Hasina dan memilih menjadi oposisi, dan telah menggugat kebersihan pemilihan umum dua bulan lalu tersebut.

Tindakan Khaleda menjadi ancaman akan pecahnya kembali pertikaian antara kedua pemimpin itu seperti sewaktu Hasina menjadi oposisi dan Khalida menjadi perdana menteri.

Meskipun sampai saat ini perdebatan antara kedua kelompok tersebut masih berputar di parlemen, para pemimpin oposisi --sebagaimana dilaporkan Reuter-- telah mengancam akan membawa masalah itu ke jalan-jalan kalau Liga Awami "tidak bertindak sebagaimana mestinya".

Dalam perdebatan Senin malam, Khaleda menuding anggota kabinet Hasina "bertindak tidak mengindahkan sopan santun".

Pernyataan pemimpin oposisi tersebut dilaporkan mengundang reaksi keras dari anggota Liga Awami di parlemen yang menuntut pemimpin BNP itu mencabut kembali "ucapannya yang bersifat menyerang dan tak layak tersebut".

Khaleda, yang dilaporkan sangat marah, menampik tuntutan itu dan meminta ketua parlemen Humayun Rasheed Choudhury, yang dipertanyakan kenetralannya, agar mengekang anggota parlemen dari Liwa Awami.

Choudhury, seorang diplomat karir, mengatakan bahwa semua ucapan kasar akan dihapus dari proses sidang parlemen, dan mengumumkan bahwa parlemen reses guna mendinginkan suasana.

Sejak Hasina mengambilalih jabatan perdana menteri, parlemen terus bergolak.

Sebelumnya, Khaleda telah menuduh terjadi kecurangan dalam penghitungan suara, tapi para pemantau internasional menyatakan pemilihan umum itu berjalan bebas dan adil.

Akhir bulan Juli, seorang pemimpin BNP dan bekas menteri keuangan Bangladesh, Saifur Rahman, mengatakan kepada parlemen bahwa ia "tak percaya dengan konsep pemerintah sementara" yang menyelia pemilihan umum bulan Juni.

Tentu saja anggota parlemen dari Liga Awami memprotes tudingan tersebut dan menyatakan bahwa BNP menerima kehadiran pemerintah sementara itu dalam rancangan undang-undang di parlemen bulan Maret.

Beberapa pekan kemudian, Khaleda meletakkan jabatan guna memberi jalan bagi penyelenggaraan pemilihan umum, tuntutan yang diajukan Liga Awami saat itu.

Tambah panas

Percekcokan Senin malam tersebut dilaporkan berpangkal dari pernyataan Rahman dan bertambah panas setelah Khaleda mengeluarkan pernyataannya.

Hasina telah menyeru kelompok oposisi agar mau mewujudkan perujukan, konsensus dan kerjasama sehingga partainya, yang berkuasa kembali setelah 21 tahun selalu tersingkir, dapat mengupayakan pembangunan dan kemajuan di bidang ekonomi.

Kedua pihak tersebut juga terlibat pertikaian mengenai persoalan apakah ayah Hasina, Sheikh Mujibur Rahman, dan pemimpin kemerdekaan Bangladesh atau suami Khaleda, Jenderal Ziaur Rahman, pantas menerima penghormatan tertinggi dalam sejarah negeri itu.

Mujibur Rahman tewas dalam suatu kudeta militer tahun 1975, sedangkan Ziaur Rahman tewas dalam suatu upaya pemberontakan yang gagal tahun 1981.

"Ini adalah pertikaian tanpa akhir dan mungkin takkan pernah dapat diselesaikan," kata seorang anggota parlemen sebagaimana dikutip Reuter.

Percekcokan lain juga merebak mengenai dipilihnya bekas Ketua Mahkamah Agung Shahabuddin Ahmed sebagai presiden baru Bangladesh.

Ia akan menggantikan presiden Abdur Rahman Biswas bulan Oktober.

Bangladesh diguncang aksi oposisi ketika terjadi pemogokan delapan jam di seluruh negeri tersebut tanggal 29 Desember 1994.

Sehari sebelumnya, anggota legislatif dari kelompok oposisi, yang saat itu dipelopori oleh Liga Awami, mengundurkan diri guna memaksa pemerintah BNP meletakkan jabatan.

Liga Awami pada saat itu beraliansi dengan Partai Jatiya (JP), yang dipimpin oleh bekas presiden Hussain Mohammad Ershad yang dipenjarakan Khaleda, dan Partai Jamaat-i-Islami.

Sejak sembilan bulan sebelumnya, pihak oposisi memboikot parlemen Bangladesh dan menuntut pengunduran diri Khaleda guna membuka jalan bagi pemilihan umum di bawah pemerintah sementara.

Sampai akhir tahun 1994, oposisi telah melancarkan 37 kali pemogokan umum sejak Khaleda memangku jabatan tahun 1991.

Pada tahap selanjutnya, serangkaian protes oposisi menenggelamkan negeri tersebut dalam kerusuhan politik yang makin parah.

Kini, setelah Liga Awami memangku jabatan, Khaleda mendapat giliran mengguncang pemerintah baru Bangladesh itu.

Seruan Bank Dunia

Sementara itu, tanggal 4 Agustus lalu, Bank Dunia menyeru agar Pemerintah Bangladesh menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi jutaan penduduk yang menjadi pengangguran di negara miskin Asia Selatan tersebut.

Menurut Bank Dunia, Bangladesh mesti memusatkan perhatian pada pembangunan sumberdaya manusia secara cepat agar negeri itu dapat "memperkuat setiap warganegaranya, terutama wanita dan anak-anak, melalui pendidikan, tingkat kesehatan yang lebih baik dan pengawasan pertumbuhan keluarga" guna memerangi kemiskinan.

Bangladesh diserukan agar menghasilkan program-program keselamatan guna memberi penghasilan lebih baik bagi rakyatnya yang miskin dan mungkin tak dapat aktif dalam pembangunan negeri tersebut.

"Lahan dan waktu yang sangat berharga telah hilang selama dua tahun kerusuhan politik, dan Bangladesh kian jauh tertinggal dari tetangga-tetangganya di Asia Selatan dan lebih jauh lagi dari Asia Timur," demikian pernyataan Bank Dunia.

Bank Dunia dilaporkan telah menyiapkan pedoman langgam bagi pemerintah Bangladesh di bawah Hasina.

Lembaga itu menyatakan, Bangladesh kelihatannya tak dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tujuh sampai delapan persen yang diperlukan guna mengurangi kemiskinan.

Pertumbuhan Produk Kotor Domestik (GDP) Bangladesh hanya 4,7 persen dalam tahun fiskal 1995/1996, yang ditutup tanggal 30 Juni.

Hampir separuh dari 118 juta penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, sementara penghasilan per kapita di negeri tersebut adalah 240 dolar AS per tahun.

Oleh karena itu, Bank Dunia menyatakan pemerintah baru Bangladesh harus meningkatkan upaya untuk menghasilkan pertumbuhan pasar domestik dengan membebaskan perdagangan dan mendorong ekspor.

Saat ini, menurut keterangan resmi, perusahaan-perusahaan milik Pemerintah Bangladesh menderita kerugian sebesar 500 juta dolar AS.

Bank Dunia menyarankan, pemerintah negeri itu memulai kembali program penswastaan guna memicu pertumbuhan di sektor swasta dan meningkatkan ekonomi negeri itu.

Namun, semua saran dan recana Bank Dunia tersebut takkan dapat dilaksanakan jika BNP melakukan apa yang dikerjakan Liga Awami saat menjadi oposisi.
(6/08/96 20:46)

Tidak ada komentar: