Minggu, 15 Juni 2008

PERCEKCOKAN IRAK-PBB MAKIN RUNCING

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 16/6/96 (ANTARA) - Dewan Keamanan PBB, Jum'at (14/6) menolak tawaran Irak yang mengizinkan para penyelidik PBB memasuki tempat yang sudah ditentukan Baghdad, dengan mengecam tindakan negara itu yang melarang tim penyelidik badan dunia tersebut memeriksa instalasi-instalasi Garda Republik.

Dalam pernyataan yang disiarkan kantor-kantor berita trans-nasional, Dewan Keamanan meminta pemimpin Komite Khusus PBB (UNSCOM) -- yang bertugas memusnahkan senjata penghancur massal Irak -- Rolf Ekeus untuk pergi ke Irak "sesegera mungkin dengan pesan agar Baghdad segera dan tanpa syarat memberi izin tak terbatas ke semua tempat".

Dewan Keamanan PBB juga menampik upaya Irak untuk mengajukan syarat bagi pelaksanaan pemeriksaan oleh PBB dan menuduh Irak "melanggar resolusi gencatan senjata Perang Teluk April 1991" -- "kartu as yang selalu digunakan badan dunia tersebut untuk menekan Baghdad".

Tindakan Dewan Keamanan itu dilakukan sementara lebih dari 50 penyelidik PBB dilaporkan tetap berada di luar pangkalan militer dan bangunan lain yang dicurigai berisi dokumen atau peralatan yang berkaitan dengan program senjata balistik, kuman dan kimia di Irak.

Menurut Ekeus, Irak "mungkin masih menyimpan barang yang berkaitan dengan program senjata penghancur massal".

Beberapa pejabat PBB dilaporkan mengatakan petugas- petugas PBB tersebut sedang menelusuri barang-barang yang berkaitan dengan program senjata nuklir Irak sebagaimana ditemukan musim panas tahun lalu, ketika ribuan dokumen yang disembunyikan di peternakan ayam disiarkan oleh Irak.

Ini bukan pertama kali Irak terlibat perselisihan dengan PBB karena pemerintah Baghdad tidak memberi izin masuk tim penyelidik PBB. Kejadian-kejadian semacam itu memperkuat kecurigaan PBB terhadap Irak.

Ekeus sebelumnya menyatakan PBB terus mengamati apa yang masih ada dalam bidang kemampuan rudal Irak -- peluncur dan rudal -- serta bahan kimia dan dokumen yang hilang.

Pada Rabu (12/6) Dewan Keamanan PBB telah menyatakan Irak melanggar resolusi PBB mengenai pemantauan produksi senjatanya, dengan melarang tim penyelidik memasuki tempat-tempat yang mereka ingini.

Ekeus menyatakan semua instalasi yang ingin diperiksa timnya pada waktu lalu adalah milik badan-badan pemerintah Baghdad yang bertanggung jawab menyembunyikan dokumen atau senjata dari komisi yang dipimpinnya. Ekeus menduga masih ada barang terlarang di tempat-tempat tersebut.

Reaksi AS

Tindakan Irak melarang tim PBB memasuki instalasi Garda Republik dan tempat-tempat lain di negerinya Selasa (11/6) tentu saja mengundang reaksi keras dari Amerika Serikat, yang selalu memandang Baghdad dengan curiga.

Duta Besar AS untuk PBB, Madeleine Albright, diberitakan menyebut tindakan Irak itu, "Kesombongan ... pembangkangan kewajiban internasional".

Ia juga mencerca usul Irak kepada tim Dewan Keamanan dan menyatakan, "Kami takkan terbujuk oleh undangan untuk mengunjungi Irak" dan yang harus dilakukan hanyalah memberi izin komisi penyelidik PBB ke semua instalasinya.

Pada Jum'at Deputi Perdana Menteri Irak Tareq Aziz, dalam suratnya kepada Ekeus sebagaimana dikutip Reuter, menawarkan penyelesaian krisis tersebut -- tindakan pertama Baghdad untuk berunding sejak krisis paling akhir itu meletus Selasa dan Rabu.

Tareq Aziz menyatakan akan menemani Ekeus dan tiga penyelidik yang dipilih utusan PBB tersebut untuk melakukan pemeriksaan di tempat-tempat yang peka dalam percekcokan mereka.

Deputi Perdana Menteri Irak itu menambahkan Ekeus kemudian harus mengungkapkan kepada ke-15 anggota Dewan Keamanan bukti yang ditemukannya karena curiga Baghdad masih menyembunyikan senjata penghancur massal atau barang yang berkaitan.

Namun Dewan Keamanan menolak upaya Irak untuk mengajukan syarat bagi pelaksanaan penyelidikan oleh UNSCOM, kendati usul Tareq Aziz dipandang sebagian diplomat sebagai keluwesan.

Pada Kamis (13/6), Albright dan Duta Besar Inggris untuk PBB Sir John Weston dilaporkan mendesak Dewan Keamanan agar menyatakan tindakan Irak tersebut sebagai "pelanggaran materi" persetujuan gencatan senjata Perang Teluk", pernyataan yang dapat menyiratkan aksi militer.

Namun usul itu ditentang oleh sebagian anggota dewan seperti Perancis, Cina, Rusia dan Mesir, karena khawatir upaya AS dan Inggris tersebut akan memicu campur tangan militer.

Tafsiran hukum atas istilah "pelanggaran materi" dapat memberi alasan bagi kemungkinan penggunaan militer, walaupun Duta Besar AS dan Inggris berkilah London dan Washington tak menghendaki krisis itu meningkat sehingga melibatkan campurtangan militer.

Percekcokan Irak-PBB tersebut juga dikhawatirkan akan mempengaruhi penerapan persetujuan penjualan minyak untuk pangan, yang mengizinkan Irak menjual minyak seharga dua miliar dolar AS selama enam bulan untuk membeli makanan dan obat buat rakyatnya, meskipun beberapa diplomat dilaporkan mengatakan percekcokan itu takkan mempengaruhi persetujuan tersebut.

Namun, kejadian tersebut diduga akan mempengaruhi pencabutan penuh embargo minyak atas Baghdad.

Embargo dagang dan ekonomi PBB, yang dijatuhkan setelah serbuan serdadu Baghdad ke Kuwait di 1990, telah menggerogoti ekonomi Irak dan membuat ribuan rakyatnya -- kebanyakan anak-anak, wanita dan orang lanjut usia -- menderita. (16/06/96 12:25)

Tidak ada komentar: