Sabtu, 07 Juni 2008

PEMBERONTAK ALIHKAN SASARAN, RAKYAT SRI LANKA KIAN TERANCAM

Setiap kali Indika Jayawickrema menggunakan pasport umumnya, istrinya, Chamindir, dalam kecemasan menunggu telefon yang akan memberitahu dia bahwa suaminya dengan selamat tiba di tempat tujuannya.
Perjalanannya telah menjadi salah satu perjalanan yang lebih berbahaya baru-baru ini, saat gelombang serangan bom yang ditujukan kepada warga sipil melanda seluruh Sri Lanka, yang berada di tengah perang saudara 36 tahun.
"Dengan menerima gaji 10.000 rupee (93 dolar AS) per bulan, memiliki satu bayi dan seorang istri, saya hanya dapat membayar ongkos bus," kata Jayawickrema, sehari setelah dua pemboman bus pada Jumat menewaskan 23 orang, sebagaimana diberitakan.
Kementerian Pertahanan Sri Lanka menuduh pemberontak Macan Tamil sebagai pelaku serangkaian serangan terhadap sasaran sipil yang telah menewaskan lebih dari 170 orang dan melukai lebih dari 500 orang sejak Januari 2008.
Serangan terhadap warga sipil tak banyak memiliki kepentingan politik atau strategi militer, tapi tindakan itu meningkatkan ketidak-amanan masyarakat, kata Ajai Sahni, pemimpin Lembaga bagi Penanganan Konflik, yang berpusat di New Delhi, India.
"Jika anda memperhatikan polanya, semua (serangan) itu menghantam sasaran paling lunak, orang paling miskin di antara orang miskin, warga yang paling tak terjaga. Volume tipis tak memungkinkan pemeriksaan yang sangat teliti guna mencegah serangan masa depan," katanya.
Namun, pemerintah yang berpusat di Kolombo tak memperlunak sikap dan malah telah menyalurkan dana 1,5 miliar dolar AS bagi operasi perang tahun ini, dengan harapn akan dapat segera mengakhiri konflik yang telah menewaskan puluhan ribu orang tersebut.
Pertumpahan darah tanpa ujung juga merenggut korban di sektor keuangan semenanjung itu, tempat inflasi pada Mei mencapai angka tinggi sebesar 26,6 persen, harga minyak baru-baru ini melonjak 30 persen dan ongkos bus naik 27,7 persen.
"Kami pertama harus menjaga keselamatan kami, dan bukan mengatasi kesulitan ekonomi," kata Sudeepa Jayakody, yang mengemudikan bus mini swasta untuk membawa pekerja kantor ke Kolombo.
Jayakody, yang nyaris tewas akibat pemboman bus Jumat pagi, ingin membeli sepeda motor untuk meloloskan diri dari bahaya angkutan umum.
"Saya memberitahu setiap orang, Tamil, Muslim dan Sinhala, jika anda dapat membelinya, menyewa angkutan pribadi, beli lah sepeda, dan jangan mengambil resiko dengan naik kereta atau bus," kata Jayakody.

Tak ada pilihan
Namun banyak orang, seperti pengulas keuangan Anchana Kathirgamarhamby dan pialang stok Mohandas Thangarajah, mengatakan mereka tak memiliki pilihan kecuali menggunakan bus.
"Saya tak mampu naik taksi," kata Kathirgamathamby, yang menyebut situasi keamanan "menakutkan".
"Setiap kali saya melangkah memasuki bus atau berdiri di tempat perhentian bus, saya berusaha waspada terhadap orang di sekeliling saya, kondisi sekeliling, orang yang membawa tas dan berusaha menjaga jarak dari mereka," kata wanita itu.
Thangarajah, dari suku minoritas Tamil, mengatakan pemberontak "menyadari atau tidak menyadari telah melancarkan perang ekonomi" terhadap warga sipil yang tak berdaya. "Terorisme menghantam rakyat yang nyaris tak mampu menafkahi diri mereka. Orang hidup di ujung tanduk."

Tidak ada komentar: