Jumat, 06 Juni 2008

SRI LANKA KIAN JAUH TERPEROSOK KE DALAM PERTEMPURAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 22/7/96 (ANTARA) - Setahun lalu Presiden Chandrika Kumaratunga melancarkan upaya perdamaian, kini negaranya makin jauh terjerumus ke dalam kancah bentrokan etnik setelah LTTE melancarkan serangan terbesarnya dan menewaskan lebih 1.000 prajurit Kolombo.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) --yang sejak tanggal 23 Juli 1983 melancarkan pemberontakan-- hari Senin (22/7) menyatakan, telah menewaskan lebih dari 1.200 prajurit Sri Lanka, sementara di pihaknya 241 orang, termasuk 68 wanita, tewas.

Menurut pernyataan LTTE yang disiarkan Reuter, Ahad malam, tentara pemerintah mendarat lewat laut di daerah itu, tapi mereka dikepung oleh pemberontak. Namun, pernyataan tersebut segera dibantah perwira militer Kolombo.

Pemerintah juga menyatakan bahwa di pihak pemberontak, 300 orang tewas dan 200 lagi cedera dalam pertempuran memperebutkan kamp tentara di Mullaitivu, di bagian timur laut negeri itu --yang dianggap bentrokan paling sengit dalam 13 tahun perang saudara di negeri tersebut.

LTTE melancarkan serangan kota yang terletak 200 kilometer dari Kolombo tersebut lima hari sebelum peringatkan ke-13 perang saudara di Sri Lanka tanggal 23 Juli.

Radio pemerintah melaporkan Presiden Chandrika Bandaranaike Kumaratunga kembali ke Kolombo hari Senin (22/7) dari lawatan pribadi di luar negeri guna mengkaji peningkatan perang di negerinya.

Sekitar setahun lalu, Kumaratunga melancarkan upaya perdamaian guna menghentikan pertumpahan darah yang telah merenggut puluhan ribu jiwa tersebut.

Namun, perpecahan etnik di Sri Lanka antara etnik mayoritas Sinhala dan minoritas Tamil semakin lebar dengan direbutnya kubu pemberontak Tamil, semenanjung Jaffna, oleh militer Kolombo bulan Desember.

Gambaran pemerintah mengenai keberhasilan operasi militernya di Jaffna sebagai "penaklukan" dan diikuti oleh perayaan memperlebar jurang perpecahan antara kedua etnik tersebut, kata beberapa pengulas dan politikus Tamil kepada kantor berita AFP beberapa waktu lalu.

Militer Kolombo merebut Jaffna tanggal 2 Desember 1995, setelah 47 hari pertempuran sengit, dan menghalau LTTE, yang telah mempertahankan kota itu sebagai ibukota negara "de facto" di Sri Lanka Utara.

Kemenangan itu mencetuskan kegembiraan di kalangan masyarakat mayoritas Sinhala.

"Kumaratunga harus memperlihatkan rasa hormatnya pada identitas etnik Tamil," kata seorang pengulas Tamil di Pusat Studi Etnik di Kolombo. "Ia harus mengesampingkan kesan penaklukan," tambahnya.

Seorang ekonom Tamil menyatakan, "Selama ini tak ada upaya bagi integrasi nasional. Selama ini hanya ada perpecahan di negeri ini. Tetapi, proses pengasingan tersebut masih dapat diubah kalau upaya terpadu dilancarkan sekarang."

Kumaratunga mengajukan satu paket perdamaian yang telah lama dinantikan tanggal 3 Agustus tahun lalu, dan mendapat banyak dukungan, tapi dikecam oleh kelompok garis keras Sinhala yang menyatakan bahwa Kumaratunga terlalu banyak mengalah kepada etnik Tamil dengan memberi otonomi.

Beberapa politikus Tamil mengatakan, kegagalan Kumaratunga untuk mensahkan paket tersebut melalui konsensus umum adalah petunjuk lain mengenai pengaruh kelompok garis keras Sinhala.

"Orang Tamil harus puas bahwa paket itu akan diterapkan dengan sungguh-sungguh, jika pemerintah ingin memperoleh kembali i'tikad baiknya yang ada selama pemilihan presiden (dua tahun lalu)," kata anggota Parlemen dari etnik Tamil, M. Sivasithamparam.

Ahli ekonomi Tamil itu menyatakan, "Anak-anak Tamil yang dilahirkan tahun 1980-an adalah pejuang. Seluruh generasi baru, anak-anak yang dilahirkan dari perjuangan, telah diindoktrinasi bahwa orang Sinhala adalah musuh."

Pasang surut

Kerusuhan etnik di Sri Lanka mencapai puncaknya antara tahun 1983 dan 1993, dan kemudian mulai pudar sampai bulan April tahun 1995, ketika pembicaraan antara pemerintah dan LTTE berakhir mendadak setelah anggota LTTE mengobarkan lagi api permusuhan.

Sejak saat itu, gerilyawan LTTE melancarkan serangkaian serangan di seluruh negeri tersebut, termasuk pembantaian 31 orang Sinhala bulan Oktober di desa-desa terpencil, sekitar 206 kilometer sebelah utara Kolombo.

Anggota kelompok pemberontak itu dilaporkan telah membunuh penduduk desa Tamil, yang diduga telah dipaksa agar mau menunjukkan rumah-rumah orang Sinhala sehingga menciptakan gelombang besar kemarahan penduduk Tamil setempat.

Suatu penyelesaian politik harus ditemukan guna menyudahi masalah etnik tersebut, kata Sivasithamparam yang juga Pemimpin Partai Moderat Front Pembebasan Persatuan Tamil (TULF).

"Setelah itu, kami dapat bertindak guna mempercepat perpecahan dan menciptakan keharmonisan antar-etnik," katanya menambahkan.

Banyak orang Tamil melontarkan tuduhan bahwa mereka mendapat perlakuan berbeda, terutama dalam bidang pekerjaan di pemerintahan dengan alasan perbedaan bahasa.

Pemerintah Sri Lanka berusaha menghapus anggapan seperti itu dengan tindakan yang bersifat damai, termasuk menjadikan bahasa Tamil sebagai bahasa resmi.

Sementara itu, Kumaratunga tetap mendapat tekanan kuat agar melanjutkan pilihan militer terhadap LTTE dan pada saat yang sama tetap peka terhadap perasaan orang Tamil.

Banyak pengulas menekankan perlunya memulangkan banyak pengungsi yang meninggalkan rumah mereka akibat serangan militer terhadap kampung halaman mereka di Jaffna pada awal gerakan militer Kolombo.

"Kamp-kamp pengungsi menjadi tempat pembiakan sikap militan," kata seorang pengulas.

"Mayoritas penduduk Jaffna pada waktu lalu harus memihak LTTE dan mereka mungkin takut terhadap tindakan pembalasan oleh militer (pemerintah)," kata pengulas tersebut. "Harus dijelaskan bahwa mereka tak perlu takut."

Lebih dari 50.000 orang telah tewas dalam aksi LTTE untuk mendirikan negara merdeka yang disebut Eelam di seluruh bagian utara dan timur Sri Lanka.

Berlarut

Sekarang, tindakan LTTE untuk membuktikan diri bukan "macan ompong" setelah kehilangan Jaffna telah memupus harapan bagi segera berakhirnya perang separatis dan memperberat beban pada ekonomi negeri itu yang telah berantakan akibat pertempuran.

Pertempuran memperebutkan Mullaitivu memasuki hari keempat dan tidak memperlihatkan akan mereka sehari sebelum peringatan 13 tahun meletusnya pemberontakan Tamil.

Seorang pengulas pertahanan Vinod Moonesinghe, seperti dikutip kantor berita Reuter, mengatakan bahwa korban di pihak pasukan keamanan akan menambah besar kerugian dalam pertempuran tersebut dan membuat khawatir penanam modal asing, serta merumitkan masalah sumber daya manusia dalam militer.

Anggaran pertahanan yang dikeluarkan berjumlah sekitar 20 juta dolar AS, melampaui proyeksi pertahanan untuk tahun fiskal 1996 sebesar 690 juta dolar AS.

Serangan LTTE juga berarti kepercayaan usaha akan merosot dan setelah kekalahan seperti itu orang kelihatannya akan ragu untuk masuk militer.

Aksi pemberontak Tamil tersebut juga menghapus harapan pemeritnah bahwa perdamaian "hampir berada dalam genggaman" dengan jatuhnya Jaffna, kubu LTTE di bagian utara negeri itu. Kumaratunga menawarkan otonomi besar bagi etnik Tamil berdasarkan rencana perdamaian guna mengakhiri perang saudara tersebut.

Akan tetapi, kebanggaan etnik Sinhala membesar setelah penaklukan Jaffna dan kekalahan militer di Mullaitivu menambah rasa tak senang etnik mayoritas itu terhadap Tamil.

Pada waktu-waktu lalu kelompok gerilya tersebut memanfaatkan peringatan ke-13 perang saudara sebagai saat untuk mengumbar amarah terhadap Kolombo, dan kini LTTE ingin membuktikan pihaknya masih mempunyai kekuatan. (22/07/96 21:21)

Tidak ada komentar: