Jumat, 09 Mei 2008

DUNIA HANYA DAPAT SAKSIKAN AKSI KROASIA PADAMKAN PEMBERONTAKAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 7/8 (ANTARA) - Di tengah ketidakberdayaan dunia, 100.000 prajurit pemerintah Kroasia memporak-porandakan pertahanan pemberontak Serbia di wilayah Krajina akhir pekan lalu.

Serangan tersebut dapat menjadi batu ujian bagi Presiden Serbia Slobodan Milosevic dalam mempertahankan kedamaian di Balkan dengan tebusan melepaskan solidaritas sesama etnik Serbia.

Ketika pasukan Kroasia menggempur pasukan separatis di Krajina, wilayah yang diproklamasikan secara sepihak sebagai Republik Krajina Serbia pada 1991, para pemimpin pemerintahan di dunia hanya dapat menyampaikan seruan penahanan diri dan kecaman --tindakan yang tidak pernah menghentikan aksi pembangkang Serbia di Republik Bosnia- Herzegovina.

Kanselir Jerman Helmut Kohl seperti dilaporkan oleh kantor berita transnasional, menyatakan tidak ada penyelesaian militer bagi konflik di bekas Yugoslavia. Penyelesaian harus dicapai melalui perundingan meskipun jalan ke arah itu tampaknya jauh dari jangkauan.

Pasukan Serbia Bosnia bulan lalu menyerang dua daerah aman PBB di republik tersebut, pada saat itu dunia pun tak berbuat apa-apa untuk menghentikan aksi tersebut dan hanya menyampaikan kecaman mereka.

Sekarang pun banyak pemerintah dunia berseru bahwa konflik di Balkan hanya dapat diselesaikan melalui perundingan dan bukan kekerasan, kendati berbagai upaya perdamaian selalu berakhir dengan kebuntuan.

Tanggapan dari pihak-pihak yang bertikai di Balkan pun seringkali tak jelas dan bahkan sering bertolak-belakang.

Semua itu, menurut laporan Reuter dan AFP, menjadi bukti betapa kurangnya kesatuan tekad yang selalu menggagalkan usaha masyarakat internasional dalam mencari penyelesaian damai di wilayah Balkan.

Rusia, aliansi lama Serbia, menuduh Barat salah menilai gerakan militer Republik Kroasia sebelum serangan dilancarkan terhadap daerah kantong Serbia, Krajina.

Jerman dan Rusia, bersama Inggris, Perancis dan Amerika Serikat, adalah anggota Kelompok Kontak Internasional yang telah berusaha, tapi gagal, merundingkan perdamaian di republik bekas Yugoslavia, Bosnia-Herzegovina.

Sementara itu Presiden AS Bill Clinton dilaporkan berpendapat serangan Kroasia terhadap Krajina sebagian disebabkan oleh berbagai serangan lintas-perbatasan pemberontak Serbia terhadap daerah aman PBB Bihac.

Di markas PBB New York, Dewan Keamanan --yang selama ini tak berhasil menghentikan pertumpahan darah di bekas Yugoslavia-- "mengecam keras" serangan militer Zagreb itu.

Namun Mesir memberi dukungan tersirat bagi serangan militer Kroasia tersebut. Menteri luar negerinya, Amr Mussa, menyatakan apa yang terjadi di Balkan saat ini adalah akibat dari buruknya penanganan dunia terhadap krisis di Balkan.

Meskipun menghadapi reaksi keras dari banyak kepala negara, Presiden Kroasia Franjo Tudjman terus memerintahkan pasukannya memadamkan aksi separatis empat tahun Serbia, dan pada Minggu militernya diberitakan telah menguasai kota penting kedua Serbia, Petrinja, setelah jatuhnya ibukota Krajina, Knin.

Ujian bagi Milosevic

Pada saat serangan terhadap Serbia Krajina berlangsung, di Republik Serbia --yang telah menghentikan dukungan bagi etnik Serbia di Bosnia-- tersiar laporan bahwa serangan tersebut disulut sendiri oleh para pentolan Serbia di Krajina.

Harian pemerintah Serbia, Politika, mengumandangkan seruan Milosevic kepada orang-orang Serbia bahwa perdamaian tak dapat dihindari. Presiden Serbia itu sedang berusaha melunakkan hati masyarakat internasional agar mengendurkan embargo atas Beograd.

Milosevic, dengan bersikap diam, dianggap sedang mempertaruhkan kekuatan politiknya di Yugoslavia dan "melawan" gagasan lama "Pan-Serbia" untuk bersatu melawan musuh bersama yang telah terbentuk selama 500 tahun kekuasaan Turki di wilayah tersebut.

Milosevic juga mengambil risiko akan menghadapi kemarahan kelompok radikal yang sering mengecam peran pihak luar, sehingga membuat luntur kebanggaan sebagai etnik Serbia.

Tetapi ia dilaporkan telah mempersiapkan diri guna menghadapi semua itu dengan menerapkan disiplin keras, birokrasi dan penguasaan atas pers.

Milosevic disebut-sebut juga memperhitungkan sikap pasif yang terus diperlihatkan orang Serbia karena membiarkan diri mereka terseret ke dalam pertempuran yang hasilnya kian tak menentu.

Meskipun Milosevic telah menyaksikan kenyataan tak menguntungkan bagi orang Serbia, para pemimpin tokoh keras Serbia di Kroasia dan Bosnia masih berpegang pada tujuan yang kini kelihatannya sulit diwujudkan, pembentukan Serbia Raya --yang dirancang untuk menyatukan semua wilayah Serbia di bekas Yugoslavia.

Pecah Serbia?

Kekalahan Serbia di Kroasia ditambah serangan pasukan pemerintah Bosnia membuat etnik pembangkang tersebut terjepit dari dua arah dan kelihatannya menimbulkan perpecahan di kalangan pemimpin Serbia.

Sabtu (5/8), setelah militer Kroasia melancarkan serangan terhadap Krajina, komandan militer Serbia Bosnia Jenderal Ratko Mladic menentang upaya untuk memecatnya sementara para pemimpin militer dan politik dilaporkan berebut kekuasaan di "Republik Serbia Bosnia" --yang diproklamasikan secara sepihak.

Ia menentang upaya pemecatan dirinya oleh "presiden" Radovan Karadzic. Karadzic sebelumnya menyatakan ia telah "membebas-tugaskan" Mladic dan mengambilalih komando militer Serbia. Suatu tindakan yang dipandang tidak sah oleh Mladic --yang berikrar akan tetap memegang jabatan "selama para petempur dan rakyat mendukungnya".

Pembangkangan Mladic itu mencerminkan pergolakan politik antara kedua orang tersebut.

Permusuhan mereka sebenarnya telah terlihat sejak Karadzic menggagalkan upaya Mladic musim semi tahun lalu untuk mengekang pengeruk keuntungan di kalangan pemimpin Serbia, dan kini semakin mencuat setelah pasukan Serbia menghadapi kekalahan di beberapa front.

Mladic juga menghendaki militer diberi kekuasaan lebih besar dalam pertempuran melawan Kroasia dan Muslim Bosnia.

Tindakan Karadzic untuk menguasai militer dipandang sebagai upaya untuk memperkokoh kekuasaannya dan menghadapi krisis yang dihadapi etnik Serbia akibat gempuran militer Kroasia dan Bosnia.

Sementara itu Mladic diduga memperoleh dukungan dari Presiden Serbia dalam pertikaian dengan Karadzic, yang kepemimpinannya disebut-sebut sedang menghadapi tantangan paling berbahaya. (07/08/95 08:08)

Tidak ada komentar: