Rabu, 14 Mei 2008

TALIB HADAPI PERTEMPURAN YANG SESUNGGUHNYA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 12/10 (ANTARA) - Faksi santri yang baru sekitar dua pekan menguasai Kabul kini menghadapi pertempuran yang sesungguhnya saat Singa Panjshier Ahmad Shah Masood "keluar dari sarangnya" setelah beraliansi dengan gembong Afghanistan Utara Jenderal Abdul Rashid Dostum.

Keberhasilan Talib selama ini diuji saat para petempurnya berhadapan dengan pertempuran gerilya yang dilancarkan Masood, panglima perang presiden terdepak Burhanuddin Rabbani, di daerah sekitar Lembah Panjshier.

Setelah Talib merebut Kabul 27 September, Masood membawa pasukannya ke kampung halamannya di Lembah Panjshier.

Tindakan Singa Panjshier itu adalah taktik lama yang pernah digunakannya dalam menghadapi Tentara Merah bekas Uni Sovyet dan pasukan Kabul di bawah rejim Ahmad Najibullah --yang dihukum mati oleh Talib akhir September.

Masood sebelumnya dianggap AFP menghadapi tekanan berat Talib, yang terus memburunya ke arah utara Kabul.

Tetapi taktik tersebut membawa Talib ke dalam "perangkap macan" saat para petempurnya memburu Masood dengan mendaki lereng gunung yang mengelilingi Lembah Panjshier.

Mereka harus berhadapan dengan ranjau darat yang telah ditebar anak buah Masood, dan akibatnya, pekan kedua November, tak kurang dari 200 petempur Talib dilaporkan tewas akibat ledakan ranjau itu.

Masood selama 10 tahun pernah menerapkan taktik semacam itu dan berhasil mematahkan lebih dari 10 serangan besar Tentara Merah.

Kini setelah beraliansi dengan Dostum, Masood menerapkan lagi perang gerilyanya saat anak buahnya dilaporkan melancarkan serangan besar terhadap sasaran Talib di sebelah utara Kabul, wilayah yang direbut Talib dua pekan sebelumnya.

Masood mulai membuktikan diri sebagai komandan medan yang andal dan membuat terkejut Talib dengan cepatnya perubahan di lapangan.

Talib juga menghadapi kejutan dengan bangkitnya penduduk daerah yang telah dikuasainya.

Banyak penduduk wilayah yang dikuasai Talib diberitakan mengangkat senjata melawan faksi cantrik tersebut.

Talib diberitakan tercengang menghadapi keadaan semacam itu karena biasanya faksi santri tersebut disambut baik di wilayah yang direbutnya. Setelah merebut suatu wilayah, Talib biasanya memberlakukan "hukum Islam" ketat.

Belakangan faksi itu mengundang reaksi keras dari banyak pihak di luar negeri karena melarang kaum wanita Kabul bersekolah dan bekerja, memerintahkan setiap pria melakukan salat berjamaah lima kali sehari di masjid, dan memelihara jenggot.

Perubahan pertempuran dari gaya konvensional ke bentuk gerilya, taktik yang telah digunakan Masood selama 1979-89, menambah "pusing" faksi tersebut yang sampai sekarang masih menyembunyikan siapa pendukung dan pemasoknya di luar negeri.

Masood juga diperkirakan memiliki peluang untuk merebut kembali Kabul, yang dikuasainya sejak 1992 tapi ditinggalkannya saat Talib memasuki ibukota Afghanistan itu 27 September.

Meskipun demikian, pasukan Masood diduga tak memiliki kemampuan untuk bentrok secara terbuka melawan para petempur Talib.

Oleh karena itu, Masood melancarkan serangan sebelum para petempur Talib benar-benar memiliki kedudukan stabil dan saat penduduk lokal masih dilanda kemarahan terhadap faksi santri tersebut.

Sejak Talib menguasai Kabul, ribuan orang dilaporkan telah meninggalkan ibukota Afghanistan itu karena peraturan tak kenal kompromi yang diberlakukannya.

Dilema

Kini pada saat belum berhasil mengukuhkan pengaruhnya di Kabul, Talib harus berhadapan dengan dua pilihan kritis: bertempur atau berunding; karena para pesaingnya diberitakan mewujudkan aliansi militer.

Sebelumnya faksi itu menyatakan akan memburu semua pengikut pemerintah Rabbani, kini Talib menyatakan bersedia berunding dengan musuhnya.

Juru bicara faksi tersebut, Maulvi Wakil Ahmad, Jumat (11/10) memperingatkan Dostum dan Masood bahwa kedua orang itu akan bertanggung jawab atas "keadaan yang buruk" kalau menolak berunding.

Anggota dewan tertinggi Talib (Syura) tersebut, menurut Reuter, menyatakan Dostum dan Masood tak bisa memilih jalur pertempuran karena itu adalah jalan penuh darah.

Dostum, Masood, dan pemimpin faksi Syiah Hezb-i-Wahdat Karim Khalili menandatangani persetujuan di Afghanistan Utara untuk bersama-sama memerangi Talib, yang lahir dari tempat mengaji Al-Qur'an di perbatasan Afghanistan dan di Peshawar, Pakistan.

Dalam persetujuan tersebut, ditetapkan jika ada satu pihak yang memerangi salah satu penandatangan persetujuan, para penandatangan lain akan bergabung memerangi pihak itu.

Talib sebenarnya tampak enggan berbenturan dengan Dostum, yang anakbuahnya mendapat pelatihan dan pemasokan militer dari bekas Uni Sovyet dan menjadi andalan Najibullah saat bekas presiden itu menguasai Kabul.

Anak buah Dostum saat ini juga disebut-sebut sebagai pasukan paling terorganisir dan tangguh di Afghanistan.

Aliansi anti-Talib tersebut, yang terdiri atas faksi yang pernah saling gempur, diperkirakan akan menjadi tantangan berat bagi Talib.

Aliansi itu juga telah menyerukan penyelenggaraan pertemuan semua pemimpin Mujahidin di Mazar-i-Sharif, markas Dostum.

Tujuannya ialah untuk mendirikan "pemerintah tetap Afghanistan" dan membentuk Dewan Pertahanan Tertinggi.

Banyak pengamat, menurut Reuter, menduga bahwa ada harapan Talib akan menerima baik undangan tersebut kalau kaum fragmatis dalam faksi santri yang dipimpin bekas Mujahidin bernama Mullah Mohammad Omar itu memiliki pengaruh lebih kuat.

Sebabnya ialah penjabat Menteri Luar Negeri Talib Mullah Mohammed Ghous pernah menyerukan penyelenggaraan pertemuan serupa.

Ghous juga mengatakan Masood akan diampuni kalau ia menyerahkan diri dan diperkenankan ikut dalam pemerintah yang diputuskan melalui konvensi nasional.

Pandangan Ghous dianggap tak berbeda jauh dengan yang disampaikan aliansi anti-Talib, tapi sayangnya Ghous belum tentu mewakili seluruh faksi Talib.

Bukan tak mungkin ada tokoh yang benar-benar berhaluan fanatik dalam Talib dan berpendapat bahwa jihad (perang suci) dan penerapan hukum Syari'ah adalah satu-satunya tujuan perjuangan Talib --yang dicetuskan di Kandahar September 1994.

Saat lahir, faksi tersebut menyatakan ingin menjamin keamanan jalur bantuan dari Pakistan menuju Afghanistan dari para bandit.

Namun, belakangan Talib menyatakan faksi santri itu berkewajiban mengakhiri perang antar-Mujahidin dan mendirikan negara Islam di Afghanistan. (12/10/96 16:22)

Tidak ada komentar: