Rabu, 14 Mei 2008

TALIB, "ANAK KEMARIN SORE", PORAKPORANDAKAN MUJAHIDIN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 8/10 (ANTARA) - Walaupun usianya baru "seumur jagung", faksi santri Talib --yang mengaku bukan Mujahidin-- dalam waktu sekitar dua tahun telah mengukir prestasi luar biasa dengan merebut ibukota Afghanistan, Kabul, dan membuat "Singa Panjshier" Ahmad Shah Masood pulang kampung ke lembah kelahirannya.

Faksi misterius Talib, yang dalam bahasa Arab berarti "pelajar", mengaku bukan Mujahidin dan tidak menyokong faksi Mujahidin manapun.

Tak lama setelah lahir, sekitar bulan September 1994 di ibukota kuno Afghanistan, Kandahar, faksi cantrik itu memperlihatkan kekuatan mengejutkan sekaligus menimbulkan kekhawatiran akan merusak proses penyerahan kekuasaan, meski kelompok ini menyatakan akan membersihkan negerinya dari "para penjahat".

Milisi tersebut, yang kebanyakan terdiri atas para santri yang mempelajari agama Islam di Pakistan dan daerah perbatasan Afghanistan, mulanya hanya menggempur faksi Hezb-I-Islami dalam perjalanannya dari "kota kelahirannya" menuju Kabul.

Kelompok tersebut terdiri atas para santri pada mullah (guru agama Islam) di kalangan pengungsi di berbagai madrasah di Provinsi Baluchistan, bagian timur laut Afghanistan.

Faksi misterius yang selalu menyembunyikan kekuatan dan tujuan politiknya dan mengaku bukan militer itu mula-mula menyatakan ingin menjamin keamanan jalur bantuan dari Pakistan melewati bagian selatan Afghanistan, tapi belakangan memicu tanda tanya besar.

Siapa sebenarnya mereka? Di mana mereka berguru ilmu perang? Dan siapa sumber dana mereka?

Faksi itu, yang pertama kali tampil mengibarkan nama Mullah Talib, dilaporkan memiliki tiga keuntungan utama. Kelompok itu mula-mula mempunyai tak kurang dari 25.000 personil dan persenjataan cukup besar termasuk 200 tank dan selusin jet tempur.

Kelompok itu juga disebut-sebut mendapat dukungan Pemerintah Pakistan dan boleh jadi memperoleh dana dari Pemerintah Arab Saudi.

Namun, Pakistan membantah bahwa Islamabad memiliki sangkut-paut dengan faksi santri tersebut, sementara Arab Saudi lebih sering bungkam mengenai dugaan semacam itu.

Meskipun demikian, faksi tersebut dikabarkan mendapat dukungan rakyat Afghanistan, yang telah jemu menghadapi pertumpahan darah antar-Mujahidin.

Sejak menggulingkan pemerinsah asuhan bekas Uni Sovyet di Kabul tahun 1992, pertikaian antar-Mujahidin berkecamuk terutama antara Gulbuddin Hekmatyar dan Presiden Burhanuddin Rabbani.

Keberhasilan Talib dalam kancah perang Afghanistan cukup membuat orang tercengang. Bulan Februari 1995, Talib merebut Maidan Shahar, salah satu kubu penting faksi Hekmatyar, Hezb-I-Islami, di sebelah selatan ibukota Afghanistan, Kabul. Dengan demikian, markas Hezb-I-Islami, Charashab, jadi "terbuka".

Talib dalam waktu sekitar enam bulan sejak kelahirannya telah menguasai provinsi-provinsi Kandahar, Helmand, Zabul dan Uruzgan di sebelah selatan dan Ghazni serta Wardak di timur Kabul.

Prestasi semacam ini tak dapat diremehkan sebab yang dihadapinya adalah kelompok Mujahidin yang memiliki pengalaman tempur sejak tahun 1979 melawan rezim Najibullah dengan bantuan Tentara Merah bekas Uni Sovyet.

Meskipun menyatakan ingin mewujudkan perdamaian, kehadiran Talib justru menghambat upaya penyerahan kekuasaan di Kabul dan memperkeruh konflik yang telah berlangsung sejak tahun 1992.

Masa jabatan Rabbani berakhir tanggal 28 Desember 1994, dan Presiden Afghanistan tersebut direncanakan menyerahkan kekuasaan tanggal 20 Februari 1995 kepada dewan pemerintah sementara yang akan terdiri dari wakil pemimpin sembilan faksi Mujahidin dan tokoh netral Afghanistan.

Namun, sepak-terjang Talib membuat Rabbani menunda penyerahan itu.

Hekmatyar, yang rujuk kembali dengan Rabbani sebelum jatuhnya Kabul tanggal 27 September, menuduh Talib sebagai "gerombolan tentara bayaran" yang ingin merusak proses perdamaian --sekalipun perdamaian tak pernah terwujud sebelum milisi baru tersebut lahir.

Pemimpin Hezb-i-Islami tersebut meragukan ketulusan Talib karena, katanya, milisi itu takkan memerangi orang Muslim jika memang tulus, sementara faksinya sendiri selama ini menggempur faksi Muslim lain.

Hezb-I-Islami juga menuduh Talib sejak awal, dengan bimbingan "majikannya" di luar negeri, menyiarkan berita bohong tanpa dasar mengenai keberhasilan aksi militernya.

Sementara itu, Rabbani diberitakan ingin menarik faksi misterius tersebut ke pihaknya dengan pernyataan bahwa setiap tindakan atau gerakan yang berlandaskan agama akan diterima baik oleh rakyat.

Ia juga menyatakan, mengadakan kontak dengan tokoh -tokoh Mullah Talibat dan "pemerintah akan membantu mereka membersihkan jalan-jalan, melucuti para petempur dan mengakhiri korupsi".

Rabbani menuntut agar Talib dilibatkan dalam proses perdamaian, tapi menampik tuntutan milisi tersebut agar diberi kekuasaan atas keamanan di Kabul, kubu Rabbani.

Tetapi, ia juga memperingatkan milisi baru itu agar tidak menarik campur-tangan pihak luar dalam urusan intern Afghanistan dan juga menjauhkan diri dari kaum oportunis yang ingin menunggangi kelompok tersebut.

Rabbani melontarkan ancaman jika ada pihak luar yang menjadi pilot jet tempur, pengemudi tank dan menjadi otak pengatur strategi Talib, pemerintah akan mengajak rakyat untuk menghancurkan milisi itu.

Di tengah misteri yang menyelimut milisi termuda di Afghanistan tersebut, seorang pejabat Afghanistan berpendapat Talib mengincar jabatan pemerintah di Kabul.

Sementara itu, Talib berkeras tak mau ikut dalam proses perdamaian jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Kejadian tersebut tentu saja membuat frustrasi utusan bekas khusus PBB untuk Afghanistan, bekas Menteri Luar Negeri Tunisi Mahmoud Mestiri.

Mestiri juga berpendapat faksi-faksi di Afghanistan sebenarnya belum siap mengemban perdamaian dan menjadikan kehadiran Talib sebagai alasan yang menghambat proses perdamaian.

"Pil pahit"

Faksi misterius tersebut, yang baru mengungkap nama tokoh puncaknya --Mullah Mohammed Omar-- setelah menguasai Kabul, tak terlebih dari "pasang surut dan pernah menelan pil pahit".

Bulan Juli tahun ini, satu jet tempur MiG-21 milik faksi yang dipimpin bekas pejuang Mujahidin bermata satu itu membelot dan mendarat di bandar udara Bagram, sekitar 30 kilometer sebelah utara Kabul.

Meskipun komandan pangkalan tersebut, Jenderal Muslim, sebagaimana dilaporkan Reuter, menyatakan bahwa pesawat itu mendarat setelah diberondong. Sementara itu, AFP melaporkan, pesawat tersebut terbang rendah di atas Kabul sebelum mendarat di pangkalan yang dikuasai kubu Rabbani itu.

Pendaratan tersebut terjadi tiga pekan setelah Hekmatyar dan Rabbani berdamai kembali dan menyeru semua faksi oposisi agar bergabung dengan kabinet sementara yang dipimpin Rabbani.

Talib sejak Oktober 1995 telah mengepung ibukota Afghanistan dalam upaya mendepak pemerintah Rabbani, dan telah menghalau pasukan Hekmatyar dari Maidan Shahr.

Tahun 1995 Talib juga dilaporkan pernah dipukul mundur oleh pasukan Hekmatyar sebelum faksi santri tersebut berhasil menguasai Maidan Shahr.

Sekarang pil pahit harus ditelan koalisi Rabbani - Hekmatyar, yang dilaporkan kantor-kantor berita transnasional telah merintis perdamaian baru dengan gembong Afghanistan Utara Jenderal Abdul Rashid Dostum.

Anak buah Dostum, bekas pemimpin tentara bayaran yang biasa diminta Najibullah untuk memburu pejuang Mujahidin di daerah pegunungan, menggagalkan upaya Najibullah --yang tewas di tangan Talib-- untuk meninggalkan Afghanistan.

Dostum juga pernah bergabung dengan Rabbani memerangi Hekmatyar, tapi juga pernah beraliansi dengan Hekmatyar untuk memerangi Rabbani.

Meskipun demikian wilayah Afghanistan Utara boleh dikatakan tak tersentuh peluru selama terjadi perang saudara antar-Mujahidin pasca-era Najibullah.

Kini setelah menguasai Kabul, Talib telah mengumumkan penerapan hukum Islam (syari'ah) "secara murni".

Namun, tindakannya melarang kaum wanita bekerja dan bersekolah, memerintahkan setiap pria bersalat di masjid lima kali sehari, serta memelihara jenggot dan cambang, melarang pengambilan foto manusia telah mengundang reaksi keras.

Kecaman atas Talib bukan hanya dilontarkan oleh Barat, tapi juga oleh negara-negara yang mengibarkan bendera Islam seperti Pakistan dan Iran.

Pakistan menganggap tindakan Talib hanya akan menimbulkan citra buruk terhadap Islam.

Sementara itu, Iran berpendapat bahwa Talib "hanya mengatasnamakan Islam" untuk mengejar ambisinya.

Akan tetapi, AFP melaporkan, penduduk di Jalalabad --provinsi Afghanistan Timur yang direbutnya tak lama sebelum faksi tersebut menguasai Kabul-- menyambut baik hukum yang diterapkan oleh Talib.

Alasannya ialah "hukum itu adalah tebusan yang layak bagi peningkatan keamanan di wilayah mereka".

Terlepas dari pro dan kontra atas hukum yang diterapkannya, Talib telah mengukir prestasi mencengangkan karena dapat menguasai tiga perempat wilayah Afghanistan dalam waktu sekitar dua tahun, padahal Hekmatyar tak mampu menaklukkan Rabbani di Kabul selama kurun waktu yang sama.

Meskipun demikian, faksi santri itu juga masih terlibat pertempuran melawan Masood di Lembah Panjshier sementara Dostum telah menggelar kekuatan tempurnya di jalan menuju Afghanistan Utara. (08/10/96 20:57)

Tidak ada komentar: